Lembaga Pendidikan Montessori Islam

Mengenal Bahaya Sharenting Bagi Anak, Orang Tua Jangan Lakukan Hal Ini

sharenting
April 26, 2025

Ayah dan Bunda yang gemar berbagi momen kebersamaan dengan buah hati di media sosial, pernahkah kita merenungkan dampak jangka panjang dari setiap unggahan tersebut? Istilah sharenting, atau kebiasaan orang tua membagikan informasi dan foto/video anak secara daring, kini menjadi hal yang lumrah. 

Namun, di balik niat baik untuk berbagi kebahagiaan, ternyata tersimpan potensi bahaya yang mungkin belum sepenuhnya kita sadari. Artikel ini hadir untuk membuka wawasan kita tentang berbagai risiko yang mengintai di balik aktivitas sharenting

Mulai dari masalah privasi anak di masa depan, potensi eksploitasi, hingga dampak psikologis yang mungkin timbul, kita akan mengupas tuntas mengapa kehati-hatian dalam berbagi informasi tentang anak di dunia maya sangatlah penting. 

Sebagai orang tua yang bertanggung jawab, mari kita lindungi jejak digital buah hati kita sejak dini. Yuk, simak ulasan selengkapnya!

Apa Itu Sharenting Pada Anak? Simak Dampaknya 

Di era digital saat ini, membagikan foto dan cerita tentang anak di media sosial telah menjadi kebiasaan umum bagi banyak orang tua. Mulai dari momen kelahiran, video lucu saat anak bermain, hingga keluh kesah saat anak tantrum—semua sering dibagikan secara spontan. Istilah untuk kebiasaan ini dikenal dengan sharenting anak, yakni gabungan dari kata “sharing” dan “parenting.”

Namun, tahukah Bunda? Di balik unggahan yang terlihat manis, ada risiko serius yang mengintai privasi dan psikologis anak. Sharenting anak bisa berdampak pada tumbuh kembang dan harga diri mereka di masa depan.

Apa Saja Bahaya Sharenting Bagi Anak?

Bunda, ada beberapa bahaya sharenting yang perlu Bunda dan ayah pertimbangkan. Jangan sampai, Anda membuat anak menjadi tidak nyaman dengan kegiatan sharenting. 

1. Mengganggu Privasi Anak

Anak memiliki hak atas privasi mereka sendiri, bahkan sejak dini. Ketika orang tua mengunggah momen pribadi tanpa persetujuan (karena anak belum bisa memberi persetujuan), ini bisa melanggar hak anak.

Menurut laporan dalam sejumlah data menjelaskan Seperti Maeve et al (2015) dan Marasli et al. (2016) menemukan bahwa 74% orang tua menggunakan Facebook untuk mengunggah foto dan video anaknya dengan caption terkait kehidupan pribadi sang anak1

Sebuah studi oleh Brosch (2016) menegaskan bahwa 75,5% gambar yang dikirim oleh orang tua membahayakan anak usia 0-8 tahun. Ia menambahkan bahwa 90,5% orang tua mengunggah atau menerima komentar yang menyebutkan nama anak mereka, 83,9% juga mengungkapkan tanggal lahir anak mereka, dan  32,7% orang tua memiliki video dan dokumen lain terkait unggahan Facebook anak mereka.

Ibu adalah orang tua yang sering mengunggah foto anaknya dan membagikan informasi parenting di media sosial dibandingkan dengan ayah, dengan 79% ibu baru dan 76% ayah baru (Brosch, 2018; Cino et al., 2020). 

2. Potensi Disalahgunakan oleh Pihak Tidak Bertanggung Jawab

Foto anak yang diunggah di media sosial dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk tujuan yang tidak etis. Tanpa perlindungan yang memadai, gambar tersebut bisa disalahgunakan dalam berbagai bentuk kejahatan digital.

Menurut studi dari Children and Youth Services Review (2020), foto anak yang tersebar secara online berisiko digunakan untuk pencurian identitas atau bahkan distribusi konten ilegal. Hal ini menunjukkan pentingnya kehati-hatian dalam berbagi informasi pribadi anak.

3. Menurunkan Rasa Aman dan Kepercayaan Anak

Ketika anak menyadari bahwa kehidupan pribadinya telah menjadi konsumsi publik, ia mungkin merasa kurang nyaman. Eksposur berlebihan dapat membuat mereka kehilangan kendali atas citra diri mereka sendiri.

Rasa malu atau tekanan sosial dari konten yang telah dipublikasikan bisa berdampak pada kepercayaan diri anak. Mereka dapat mengembangkan hubungan yang kurang sehat dengan media sosial, merasa harus selalu menjaga citra mereka di dunia digital.

4. Merusak Relasi Anak-Orang Tua

Anak yang melihat kehidupan sehari-hari yang diunggah tanpa izin dapat merasa tidak dihargai. Ketika privasinya tidak diperhatikan, mereka bisa kehilangan kepercayaan terhadap orang tua dalam berbagi cerita pribadi.

Perasaan ini dapat menyebabkan anak menjadi lebih tertutup dan enggan berbicara tentang masalah mereka. Hubungan yang dulunya terbuka bisa berubah menjadi kaku, membuat komunikasi dalam keluarga semakin sulit.

5. Jejak Digital Sulit Dihapus

Setiap informasi yang dibagikan di internet akan meninggalkan jejak digital yang sulit dihilangkan sepenuhnya. Bahkan setelah postingan dihapus, data dapat tetap tersimpan dalam arsip online atau diakses oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Jejak digital ini dapat berdampak pada masa depan anak, termasuk saat mereka melamar sekolah atau pekerjaan. Konten yang pernah dipublikasikan dapat menjadi pertimbangan pihak lain dalam menilai reputasi mereka di kemudian hari.

5 Cara Mencegah Orang Tua Melakukan Sharenting Anak

Bunda dan Ayah tentu tidak ingin niat berbagi kebahagiaan justru menjadi bumerang bagi masa depan si kecil, bukan? Berikut 5 cara yang bisa dilakukan agar terhindar dari praktik sharenting anak yang berbahaya:

1. Pikir Dua Kali Sebelum Mengunggah

Sebelum mempublikasikan foto atau cerita anak, penting untuk mempertimbangkan dampaknya di masa depan. Tanyakan pada diri sendiri apakah anak akan nyaman jika konten tersebut tetap ada saat mereka dewasa.

Jika masih ragu, lebih baik menyimpan momen berharga secara pribadi. Gunakan media seperti Google Drive atau album cetak agar kenangan tetap terjaga tanpa harus menjadi konsumsi publik.

2. Hindari Unggahan yang Bersifat Memalukan atau Terlalu Pribadi

Foto anak dalam kondisi menangis, tantrum, atau situasi yang bisa membuat mereka malu di kemudian hari sebaiknya tidak dibagikan. Meski tampak lucu sekarang, anak mungkin akan merasa tidak nyaman saat melihatnya nanti.

Memisahkan kenangan pribadi dari konsumsi publik adalah bentuk penghormatan terhadap privasi anak. Orang tua perlu mempertimbangkan apakah unggahan tersebut akan berdampak negatif pada perasaan anak di masa depan.

3. Gunakan Pengaturan Privasi dengan Bijak

Jika ingin membagikan foto atau cerita anak, pastikan akun media sosial memiliki pengaturan privasi yang ketat. Bagikan hanya kepada lingkaran orang yang terpercaya untuk mengurangi risiko penyebaran konten yang tidak diinginkan.

Namun, penting diingat bahwa meskipun konten hanya dibagikan dalam ruang terbatas, tetap ada kemungkinan tersebar. Oleh karena itu, selalu lakukan pemeriksaan ulang terhadap daftar teman sebelum membagikan sesuatu secara online.

4. Ajak Anak Berdiskusi Saat Mereka Sudah Memahami

Saat anak sudah cukup besar, libatkan mereka dalam keputusan apakah foto atau cerita tertentu boleh dibagikan. Memberikan hak suara kepada anak dalam hal ini adalah langkah awal dalam mengajarkan literasi digital kepada mereka.

Ketika anak merasa pendapatnya dihargai, mereka tumbuh dengan kesadaran lebih tinggi terhadap privasi dan media sosial. Hal ini membantu mereka memahami bahwa mereka memiliki kendali atas informasi pribadi mereka sendiri.

5. Fokus pada Berbagi Pengalaman, Bukan Mengekspos Anak

Alih-alih mengunggah foto atau video anak, orang tua bisa membagikan pengalaman parenting atau tips edukatif yang bermanfaat. Ini memungkinkan berbagi wawasan tanpa harus mengorbankan privasi anak.

Misalnya, orang tua dapat berbagi cerita tentang proses belajar menghadapi tantrum tanpa memperlihatkan ekspresi anak saat menangis. Dengan begitu, informasi tetap bermanfaat tanpa harus mengekspos kehidupan pribadi anak secara berlebihan.

Kesimpulan: Sharenting Anak Bukan Sekadar Unggahan Lucu

Mendidik anak di era digital membutuhkan kebijaksanaan lebih, termasuk dalam cara kita membagikan kehidupan mereka ke dunia maya. Sharenting anak sebaiknya dikendalikan agar tidak menjadi beban psikologis di masa depan. Privasi dan martabat anak adalah tanggung jawab kita sebagai orang tua, bahkan sebelum mereka bisa memintanya.

Bunda, setiap unggahan adalah pilihan. Mari jadikan dunia maya sebagai ruang yang aman, bukan ancaman bagi masa depan anak-anak kita. 

Reference 

  1. Novi Hidayati dkk. 2023.Sharenting dan Perlindungan Hak Privasi Anak Media Sosial. Jurnal: Research in Early Childhood Education and Parenting. Vol 4 No 1  ↩︎

Leave A Comment:

Your email address will not be published. Required fields are marked *