Lembaga Pendidikan Montessori Islam

Penyebab Anak Agresif yang Tidak Disadari Orang Tua, Yuk Bunda Kenali Sejak Dini

penyebab anak agresif
April 26, 2025

Bunda, pernahkah kita merasa bingung dengan perubahan perilaku si kecil yang tiba-tiba menjadi lebih agresif? Mungkin kita mengira itu hanya fase atau sekadar luapan emosi sesaat. Namun, tahukah Bunda bahwa seringkali ada penyebab anak agresif

Nah, tugas kita untuk mengenali permasalahannya sejak dini adalah langkah penting untuk membantu si kecil tumbuh menjadi pribadi yang lebih tenang dan mampu mengelola emosinya dengan baik.

Artikel ini hadir untuk menyadarkan kita tentang berbagai penyebab perilaku agresif pada anak yang mungkin luput dari perhatian kita sebagai orang tua. Kita akan mengulas faktor-faktor lingkungan, pola asuh, hingga kebutuhan emosional anak yang tidak terpenuhi, yang ternyata dapat berkontribusi pada munculnya agresivitas. Yuk, Bunda, kita sadari sejak dini dan temukan cara yang tepat untuk membantu si kecil!

Mengenal Penyebab Anak Agresif dan Macam-Macam Bentuknya

Saat anak memukul teman, melempar mainan, atau berteriak dengan nada tinggi, banyak orang tua langsung bereaksi dengan marah atau merasa malu. Tapi tahukah Bunda, bisa jadi itu adalah tanda bahwa si kecil sedang mengalami perilaku agresif yang sebenarnya butuh dipahami, bukan hanya dihentikan?

Anak agresif bukan berarti anak “nakal” atau “suka cari gara-gara.” Sering kali, perilaku ini muncul sebagai bentuk ekspresi dari emosi yang belum bisa mereka kendalikan atau komunikasikan dengan benar.

1. Anak Agresif Fisik

Perilaku agresif fisik sering muncul dalam bentuk tindakan seperti memukul, menendang, menggigit, atau melempar barang. Anak yang menunjukkan agresi ini mungkin merasa frustrasi dan kesulitan dalam mengungkapkan emosinya dengan kata-kata.

Ketidakmampuan mengelola emosi secara verbal membuat mereka menggunakan tubuh sebagai sarana ekspresi. Jika tidak diarahkan dengan baik, perilaku ini bisa menjadi pola yang sulit dikendalikan dan berdampak pada interaksi sosial mereka.

2. Agresif Verbal

Perilaku agresif verbal muncul dalam bentuk membentak, mengejek, atau berkata kasar kepada orang lain. Anak yang berperilaku seperti ini mungkin sedang meniru pola komunikasi dari lingkungan sekitarnya tanpa menyadari dampaknya.

Selain itu, agresi verbal juga bisa menjadi cara anak mengekspresikan kemarahan yang terpendam. Jika tidak diatasi dengan pendekatan yang tepat, perilaku ini dapat berkembang menjadi kebiasaan buruk yang mempengaruhi hubungan sosial mereka.

Penting bagi orang tua untuk memahami bahwa semua anak bisa menunjukkan perilaku agresif di usia dini, terutama saat usia toddler hingga awal sekolah dasar. Namun, bila tidak diarahkan, agresivitas ini bisa berkembang menjadi masalah perilaku jangka panjang.

Penyebab Agresif pada Anak dan Solusinya

Bunda, sebelum buru-buru menyalahkan anak karena “tidak sopan” atau “kurang ajar,” yuk kita pahami apa saja penyebab yang sering tidak disadari tapi memicu anak agresif berdasarkan artikel ilmiah Perilaku Agresif Pada Anak Usia Dini.1 Memahami penyebab ini adalah langkah awal untuk memberi solusi yang tepat .

1. Kurangnya Kemampuan Mengelola Emosi

Anak-anak masih dalam tahap perkembangan emosional, sehingga mereka belum memahami cara meredakan perasaan dengan sehat. Ketika marah atau kecewa, mereka cenderung bereaksi secara spontan dengan tindakan fisik atau kata-kata yang tidak terkendali.

Kesulitan ini terjadi karena mereka belum memiliki strategi untuk mengenali dan mengelola emosi mereka sendiri. Jika tidak diajarkan dengan tepat, mereka bisa terbiasa melampiaskan perasaan dengan cara yang tidak baik terhadap lingkungan sekitarnya.

2. Meniru Perilaku dari Lingkungan

Anak-anak belajar dengan cara mengamati perilaku orang di sekitar mereka. Jika sering melihat kekerasan, baik dari lingkungan langsung maupun media digital, mereka bisa menganggap agresi sebagai respons yang wajar terhadap konflik.

Tanpa bimbingan yang tepat, anak akan meniru pola komunikasi yang kurang sehat. Mereka mungkin menggunakan agresivitas sebagai cara utama dalam menyelesaikan perbedaan pendapat atau mendapatkan perhatian.

3. Kurangnya Perhatian Emosional dari Orang Tua

Anak yang merasa kurang diperhatikan secara emosional sering menunjukkan perilaku ekstrem untuk menarik perhatian. Mereka merasa bahwa meskipun respons yang diterima negatif, hal itu tetap lebih baik daripada diabaikan sama sekali.

Kurangnya interaksi yang hangat dan penuh kasih sayang dapat menyebabkan mereka mencari validasi dengan cara yang tidak sehat. Jika kebutuhan emosional ini tidak terpenuhi, mereka bisa mengembangkan perilaku agresif sebagai bentuk kompensasi.

4. Kebutuhan Sensorik atau Kesehatan yang Tidak Terpenuhi

Beberapa anak memiliki kebutuhan sensorik yang tinggi, sehingga mereka menunjukkan perilaku agresif sebagai bentuk stimulasi fisik. Mereka mungkin merasa perlu untuk terus bergerak, menyentuh, atau merasakan sensasi yang kuat.

Selain itu, gangguan perkembangan seperti ADHD juga bisa menyebabkan anak kesulitan mengontrol impuls mereka. Jika agresivitas muncul terlalu sering dan mengganggu interaksi sosial, evaluasi oleh tenaga ahli dapat membantu menemukan solusi terbaik.

5. Pengasuhan yang Tidak Konsisten atau Terlalu Otoriter

Pola asuh yang terlalu keras atau tidak konsisten dapat membingungkan anak mengenai batasan perilaku yang seharusnya mereka ikuti. Ketidakjelasan dalam aturan dapat membuat mereka bertindak impulsif tanpa memahami konsekuensinya.

Sebaliknya, pengasuhan yang terlalu permisif bisa menyebabkan anak sulit mengendalikan diri. Mereka cenderung menganggap segala hal diperbolehkan, sehingga tidak memahami pentingnya batasan dalam interaksi sosial.

Mengatasi Anak Agresif yang Bisa Dilakukan Orang Tua 

Nah, Bunda setelah mengenal bentuk hingga penyebab anak agresif. Kini Anda perlu mengatasi anak agresif yang bisa dilakukan orang tua di rumah. Simak dibawah ini. 

1. Memvalidasi Perasaannya 

Mengajarkan anak mengenali dan mengekspresikan emosinya dengan baik adalah langkah penting. Dengan bantuan alat seperti buku cerita atau boneka, anak dapat belajar memahami dan mengelola perasaan mereka.

Selain itu, orang tua bisa menggunakan kalimat sederhana untuk membantu anak mengidentifikasi emosinya. Contoh: “Kakak sedang marah, ya? Yuk, tarik napas dulu bareng Mama.” Teknik ini membantu anak mengembangkan keterampilan emosional yang lebih sehat.

2. Batasi Konsumsi Paparan Media Sosial Bagi Anak 

Orang tua perlu menyaring tayangan yang dikonsumsi anak agar tidak terlalu terpapar kekerasan. Konten yang berisi agresivitas dapat membentuk pola pikir bahwa perilaku tersebut adalah cara yang sah untuk menyelesaikan masalah.

Menjadi contoh yang baik dalam berkomunikasi juga penting. Alih-alih menggunakan bentakan, ajak anak berdiskusi ketika terjadi konflik agar mereka belajar menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih tenang.

3. Berikan Family Time Bagi Anak 

Menghabiskan waktu berkualitas bersama anak dapat membantu memenuhi kebutuhan emosional mereka. Tidak harus lama, cukup 10–15 menit sehari tanpa gangguan gadget sudah sangat berarti dalam membangun hubungan yang dekat.

Interaksi yang positif seperti bermain, berbincang, atau membaca buku bersama akan membuat anak merasa dihargai. Ketika mereka mendapatkan perhatian yang cukup, perilaku ekstrem untuk menarik perhatian bisa berkurang.

4. Maksimalkan Kebutuhan Sensorik Anak 

Jika anak menunjukkan tanda-tanda agresivitas yang berulang, penting untuk memperhatikan apakah ada kebutuhan sensorik yang tidak terpenuhi. Beberapa anak memiliki sensitivitas terhadap lingkungan yang membuat mereka bereaksi dengan cara yang lebih impulsif.

Jika orang tua merasa perilaku anak terus mengganggu aktivitas sosialnya, konsultasi dengan psikolog atau dokter tumbuh kembang bisa menjadi solusi. Evaluasi lebih lanjut dapat membantu menentukan pendekatan terbaik sesuai kebutuhan anak.

5. Berikan Pendekatan yang Tepat pada Anak 

Pendekatan yang hangat namun tegas dapat membantu anak memahami batasan tanpa merasa tertekan. Aturan yang jelas tetapi fleksibel akan membantu mereka belajar mengendalikan impuls dan bertindak lebih bijak.

Selain itu, orang tua sebaiknya selalu terbuka untuk berdiskusi dan memberikan alasan di balik aturan yang diterapkan. Dengan cara ini, anak memahami bahwa batasan yang ada bukan sekadar larangan, tetapi untuk kebaikannya.

6. Meminta Pertolongan Allah ﷻ

Setelah semua ikhtiar sudah Bunda lakukan untuk anak agar tidak tumbuh menjadi anak agresif. Langkah terakhir Anda perlu melakukan tawakal kepada Allah ﷻ. Bunda dan ayah perlu melibatkan Allah dan memohon pertolongan-Nya untuk membantu memudahkan pola pengasuhan yang tepat bagi anak.  Berikut contoh doa yang disunnahkan dari Rasulullah ﷺ 

Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِذَا خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ قَالَ: “بِسْمِ اللَّهِ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ”

Artinya:

“Rasulullah ﷺ apabila keluar dari rumahnya, beliau mengucapkan: ‘Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari tersesat atau disesatkan, tergelincir atau digelincirkan, menzalimi atau dizalimi, dan dari berbuat bodoh atau dibodohi.'” (HR. Abu Dawud No. 5094) 

Perilaku Agresif Anak Bentuk Muhasabah Orang Tua Pada Anak 

Bunda, perilaku anak agresif merupakan bentuk ekspresi anak dalam mengelola emosi. Anak baru mengalami penguatan keterampilan sosial secara konsisten dan mampu menurunkan perilaku agresif pada anak usia 3–7 tahun.

Dengan memahami penyebabnya, kita bisa lebih bijak dalam merespons. Jangan buru-buru menghukum atau melabeli anak. Sebaliknya, bantu anak mengenali emosinya, beri contoh yang sehat, dan hadir secara emosional setiap hari.

Bunda dan ayah juga perlu melakukan mengintropeksi diri, bisa jadi bentuk agresif anak datang dari perilaku ayah dan bunda yang tidak disadari sebelumnya. 

Reference 

  1. Farah Arriani. Perilaku Agresif Pada Anak Usia Dini. 2014. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Universitas Negeri Jember  ↩︎

Leave A Comment:

Your email address will not be published. Required fields are marked *