Pengertian Greedy dan Penyebab Anak Mengalaminya Hingga Dewasa
Ayah dan Bunda, pernahkah Anda melihat si kecil menunjukkan sikap ingin memiliki sesuatu secara berlebihan, sulit berbagi, atau terlalu fokus pada kepentingannya sendiri? Perilaku ini, yang sering kita sebut sebagai “greedy” (serakah), mungkin terlihat lumrah pada anak-anak.
Namun, jika tidak ditangani dengan tepat, kebiasaan ini berpotensi terbawa hingga ia dewasa, membentuk karakter yang kurang empati dan sulit bersosialisasi. Memahami akar penyebab sifat ini pada usia dini menjadi kunci untuk membentuk pribadi yang lebih baik.
Artikel ini hadir untuk membantu Ayah dan Bunda memahami apa itu greedy dalam konteks perilaku anak, serta mengupas tuntas berbagai penyebab anak mengalaminya hingga dewasa. Kita akan membahas faktor-faktor yang mungkin berkontribusi, mulai dari pola asuh, lingkungan, hingga temperamen anak.
Diharapkan dengan pemahaman yang lebih dalam, Anda dapat menemukan cara yang tepat untuk membimbing si kecil menumbuhkan sifat murah hati dan peduli terhadap sesama. Yuk, simak ulasan selengkapnya!
Apa Itu Greedy dan Penyebab Anak Mengalaminya Hingga Dewasa
Tak sedikit orang tua yang merasa heran saat anaknya menunjukkan sikap tak mau berbagi, ingin selalu menjadi yang pertama, atau menangis saat keinginannya tidak terpenuhi. Sikap ini bisa jadi merupakan bagian dari fase perkembangan. Namun, jika terus berlanjut dan semakin intens, bisa jadi anak sedang menunjukkan gejala greedy atau keserakahan.
Fenomena greedy pada anak bukanlah sekadar masalah “tidak mau berbagi”, tetapi berkaitan dengan perkembangan emosional dan pola asuh yang diterimanya sejak dini. Lalu, apa sebenarnya greedy itu, dan bagaimana penyebabnya bisa terbawa hingga dewasa?
Greedy atau keserakahan adalah perilaku yang ditandai dengan keinginan berlebih untuk memiliki sesuatu, tanpa mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Sikap ini bisa muncul sejak usia dini dan, tanpa disadari, bisa terbentuk dari berbagai faktor di lingkungan anak.
1. Pola Asuh yang Terlalu Memanjakan Tanpa Batasan
Ketika orang tua terlalu sering memenuhi semua keinginan anak tanpa memberi batas, anak bisa merasa bahwa semua hal harus selalu tersedia untuknya. Ia tumbuh dengan pola pikir bahwa keinginannya adalah prioritas utama.
Akibatnya, anak kesulitan menerima penolakan dan tidak terbiasa dengan konsep “cukup”. Sikap ini bisa berkembang menjadi perilaku serakah karena anak merasa berhak memiliki segalanya.
2. Minimnya Pembelajaran tentang Empati dan Kepedulian
Anak yang tidak diajarkan untuk memahami perasaan orang lain sejak kecil cenderung sulit berbagi. Mereka belum mengenal bahwa orang lain juga punya kebutuhan dan keinginan.
Tanpa empati, anak lebih fokus pada dirinya sendiri. Keinginan untuk memiliki semuanya bisa mendominasi perilakunya, dan membuatnya sulit menjalin hubungan sosial yang sehat.
3. Lingkungan yang Terlalu Kompetitif Bagi Anak
Jika anak tumbuh di lingkungan yang menekankan prestasi dan perbandingan, ia bisa merasa harus selalu “lebih” dari orang lain. Pengakuan menjadi sesuatu yang harus dikejar lewat kepemilikan.
Situasi ini mendorong anak untuk terus ingin memiliki lebih banyak, bukan karena kebutuhan, tapi karena tekanan sosial. Sikap greedy pun bisa terbawa hingga masa remaja dan dewasa.
4. Rasa Tidak Aman secara Emosional dalam Hubungan Keluarga
Penelitian dari Journal of Child Psychology and Psychiatry (2019) menunjukkan bahwa anak yang merasa kurang diperhatikan secara emosional bisa mengembangkan perilaku serakah sebagai bentuk kompensasi.
Ketika anak merasa tidak cukup dicintai atau dihargai, ia mencari pengganti lewat benda atau kepemilikan. Perilaku ini menjadi cara untuk mengisi kekosongan emosional yang belum terpenuhi.
5. Terlalu Sering Terpapar Media dan Iklan Tanpa Pendampingan
Di era digital, anak-anak setiap hari melihat iklan mainan, makanan, dan barang baru yang menggoda. Jika tidak ada pengawasan, anak bisa terdorong untuk terus ingin memiliki sesuatu yang baru.
Tanpa kontrol dan penjelasan dari orang tua, anak akan belajar bahwa kebahagiaan datang dari membeli atau memiliki barang. Pola ini bisa membentuk sikap serakah secara perlahan dan menetap.
5 Cara Bijak Mengatasi Sikap Serakah pada Anak
Menghadapi anak yang menunjukkan perilaku serakah tidak bisa dilakukan dengan amarah atau hukuman. Dibutuhkan pendekatan yang lembut namun tegas, serta konsistensi dalam membentuk kebiasaan yang sehat.
Berikut lima langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk membantu anak belajar tentang rasa cukup, empati, dan nilai berbagi:
1. Tanamkan Kebiasaan Berbagi Sejak Usia Dini
Berbagi adalah keterampilan sosial yang perlu dilatih secara bertahap. Orang tua bisa memulainya dari hal sederhana, seperti mengajak anak berbagi camilan dengan saudara atau mainan dengan teman.
Berikan pujian saat anak berhasil berbagi, agar ia merasa dihargai. Menurut Early Childhood Research Quarterly (2020), anak yang terbiasa berbagi cenderung memiliki empati dan kontrol diri yang lebih baik.
2. Batasi Pemberian Barang agar Anak Belajar Menunda Keinginan
Memberikan hadiah terlalu sering bisa membuat anak terbiasa mendapatkan sesuatu tanpa usaha. Sebaiknya tetapkan momen khusus, seperti ulang tahun atau pencapaian tertentu, untuk memberi hadiah.
Dengan cara ini, anak belajar bahwa tidak semua keinginan harus segera dipenuhi. Ia juga mulai memahami nilai dari suatu benda dan pentingnya menunggu dengan sabar.
3. Libatkan Anak dalam Kegiatan Sosial yang Bermakna
Mengajak anak berpartisipasi dalam kegiatan sosial, seperti berbagi makanan atau mengunjungi panti asuhan, bisa membuka wawasan mereka. Anak belajar bahwa tidak semua orang memiliki kehidupan yang sama.
Pengalaman langsung ini membantu anak mengembangkan rasa empati dan kepedulian. Sikap serakah pun perlahan terkikis karena anak mulai memahami pentingnya berbagi dan bersyukur.
4. Tunjukkan Teladan Sikap Sederhana dan Tidak Konsumtif
Anak belajar paling efektif dari apa yang mereka lihat. Maka, orang tua perlu menunjukkan sikap tidak berlebihan, seperti tidak menumpuk barang, tidak boros, dan mau berbagi dengan anggota keluarga.
Ketika anak melihat orang tuanya hidup sederhana dan penuh kepedulian, ia akan meniru sikap tersebut. Teladan yang konsisten jauh lebih kuat daripada nasihat yang hanya diucapkan.
5. Bangun Komunikasi Reflektif agar Anak Belajar Memahami Keinginannya
Saat anak meminta sesuatu, ajak ia berdiskusi tentang alasan di balik keinginannya. Misalnya, tanyakan dengan lembut, “Kamu yakin akan sering memainkan mainan itu? Bagaimana dengan yang sudah kamu punya?”
Pertanyaan seperti ini membantu anak berpikir sebelum meminta. Ia belajar mengenali dorongan emosionalnya dan mulai mempertimbangkan apakah keinginannya benar-benar perlu dipenuhi.
Pahami Bahwa Anak Butuh Bimbingan, Bukan Label
Jika Bunda atau Ayah melihat tanda-tanda greedy pada anak, jangan langsung menempelkan label “anak serakah”. Ingatlah bahwa setiap perilaku anak adalah bentuk komunikasi dari kebutuhan yang belum terpenuhi atau pengaruh lingkungan yang sedang dihadapi.
Dengan pendekatan penuh kasih, pengasuhan yang konsisten, dan contoh nyata dari orang tua, anak bisa belajar untuk mengendalikan keinginannya, menumbuhkan empati, dan menjadi pribadi yang peduli pada sesama.
Reference
Van den Heuvel, M. I., Seuntjens, T. G., Ang, D., Lewis, T., & Zeelenberg, M. (2023). I Want More! The Role of Child, Family and Maternal Characteristics on Child Dispositional Greed and Sharing Behavior. Current Psychology.




