Lembaga Pendidikan Montessori Islam

Kebiasaan Sepele yang Menyebabkan Rusaknya Kepribadian Anak, Bunda Perhatikan Ya! 

rusaknya kepribadian anak
October 2, 2025

Ayah dan Bunda, kebiasaan sepele sehari-hari di rumah bisa saja mempengaruhi karakter dan kepribadian anak. Beberapa kebiasaan kecil yang kita anggap remeh justru dapat menjadi pemicu rusaknya kepribadian anak

Hal-hal seperti sering mengkritik, tidak pernah memuji usaha mereka, atau terlalu sering membandingkan bisa menanamkan bibit rasa tidak berharga dan rendah diri. Anak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar setiap hari. Momen-momen kecil inilah yang membentuk pondasi mental dan emosi mereka.

Artikel ini hadir untuk membuka mata kita terhadap kebiasaan-kebiasaan sepele yang berbahaya tersebut. Kita akan mengupas tuntas apa saja kebiasaan yang perlu diwaspadai dan bagaimana cara mengubahnya menjadi praktik pengasuhan yang suportif. Diharapkan dengan informasi ini, Ayah dan Bunda bisa melindungi mental anak. Yuk, simak ulasan selengkapnya!

Kebiasaan Sepele yang Perlu Dihindari Agar Tidak Terjadi Rusaknya Kepribadian Anak

Kepribadian anak tidak terbentuk secara instan. Ia berkembang melalui interaksi harian, pola asuh yang diterima, dan lingkungan tempat anak tumbuh. Sayangnya, banyak kebiasaan kecil yang dilakukan orang tua tanpa disadari justru dapat menghambat proses ini. Meski tampak sepele, jika dilakukan terus-menerus, kebiasaan tersebut bisa merusak rasa percaya diri, kemandirian, dan kemampuan sosial anak.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengevaluasi cara berkomunikasi dan bersikap terhadap anak. Dengan mengenali kebiasaan yang berpotensi merusak, orang tua dapat mengambil langkah preventif dan menggantinya dengan pendekatan yang lebih membangun.

1. Membandingkan Anak dengan Orang Lain

Membandingkan anak dengan saudara atau teman sebayanya dapat membuat anak merasa tidak cukup baik. Kalimat seperti “kenapa kamu tidak seperti kakakmu?” bisa menurunkan harga diri dan memicu rasa iri. Anak yang sering dibandingkan lebih rentan mengalami gangguan kepercayaan diri.

Alih-alih membandingkan, orang tua sebaiknya fokus pada keunikan dan perkembangan anak secara individual. Setiap anak memiliki ritme dan potensi yang berbeda, dan apresiasi terhadap hal tersebut akan memperkuat rasa percaya diri mereka.

2. Memberikan Label Negatif

Ucapan seperti “nakal” atau “bandel” mungkin terdengar biasa, tetapi dapat melekat dalam benak anak sebagai identitas diri. Label negatif membuat anak merasa bahwa dirinya memang buruk, sehingga mereka cenderung bertindak sesuai dengan label tersebut.

Daripada memberi label, orang tua bisa mengarahkan perilaku anak dengan cara yang lebih konstruktif. Misalnya, “Ibu tahu kamu sedang kesal, tapi mari kita bicarakan baik-baik.” Pendekatan ini membantu anak memahami perasaannya tanpa merasa dihakimi.

3. Melarang Tanpa Penjelasan

Larangan yang diberikan tanpa alasan membuat anak bingung dan merasa tertekan. Mereka tidak memahami makna di balik aturan, sehingga cenderung patuh karena takut, bukan karena mengerti. Hal ini menghambat perkembangan kemandirian dan kemampuan mengambil keputusan.

Orang tua perlu menjelaskan alasan di balik setiap larangan dengan bahasa yang sesuai usia anak. Penjelasan yang logis akan membantu anak belajar berpikir kritis dan memahami konsekuensi dari tindakannya.

4. Mengabaikan Perasaan Anak

Meminta anak diam saat menangis atau mengabaikan ekspresi emosinya bisa membuat anak merasa tidak didengar. Padahal, pengenalan dan pengelolaan emosi adalah bagian penting dari pembentukan kepribadian. Validasi emosi anak berpengaruh besar terhadap kemampuan mereka dalam membangun relasi sosial.

Memberi ruang bagi anak untuk mengekspresikan perasaan dan mendengarkannya dengan empati akan memperkuat ikatan emosional dan membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang peka dan komunikatif.

5. Terlalu Protektif

Melindungi anak adalah naluri alami orang tua, tetapi jika dilakukan secara berlebihan, bisa menghambat eksplorasi dan pembentukan kemandirian. Anak yang terlalu dijaga tidak memiliki kesempatan untuk belajar dari kesalahan dan mengembangkan rasa percaya diri.

Orang tua perlu memberi ruang bagi anak untuk mencoba, gagal, dan belajar dari pengalaman. Pendampingan yang bijak akan membantu anak membangun daya juang dan kemampuan menyelesaikan masalah secara mandiri.

Cara Membangun Kepribadian Positif Sejak Dini

Maka dari itu Bunda, cara membangun kepribadian positif sejak dini untuk anak tentu harus melalui cara yang tepat. Hal pertama tentu dimulai dari kita sebagai orang tua. Sebagai teladan dan contoh orang tua secara tidak langsung memberikan gambaran terhadap perilaku anak.   

1. Memberikan Apresiasi yang Tulus

Pujian atas usaha anak, bukan hanya hasilnya, dapat memperkuat motivasi dan rasa percaya diri. Misalnya, saat anak mencoba menggambar meski belum rapi, apresiasi terhadap ketekunannya akan mendorong anak untuk terus belajar dan berkembang.

Apresiasi yang tulus membantu anak mengenali nilai dirinya dan membentuk motivasi intrinsik yang kuat. Mereka belajar bahwa proses adalah bagian penting dari pencapaian.

2. Menjadi Teladan yang Konsisten

Anak belajar dari apa yang mereka lihat setiap hari. Orang tua yang konsisten dalam bersikap jujur, sopan, dan penuh empati akan menjadi model perilaku yang kuat bagi anak. Keteladanan adalah salah satu cara paling efektif dalam pembentukan karakter anak.

Ketika anak menyaksikan nilai-nilai positif diterapkan secara nyata, mereka akan lebih mudah meniru dan menginternalisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

3. Memberikan Ruang untuk Mengekspresikan Diri

Anak perlu diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat, emosi, dan minatnya. Ketika anak merasa didengar, mereka belajar menghargai diri sendiri dan orang lain. Ruang berekspresi ini juga melatih keterampilan komunikasi dan membangun kelekatan emosional yang sehat.

Orang tua dapat memfasilitasi ruang ini melalui percakapan harian, kegiatan bersama, atau aktivitas kreatif yang mendorong anak untuk berbicara dan berpendapat.

4. Mengajarkan Tanggung Jawab Sejak Kecil

Tugas-tugas sederhana seperti merapikan mainan atau membantu menyiapkan meja makan adalah latihan awal dalam membentuk rasa tanggung jawab. Anak belajar bahwa mereka memiliki peran dalam keluarga dan bahwa kontribusi mereka dihargai.

Kebiasaan ini memperkuat rasa percaya diri dan membentuk karakter anak yang mandiri dan peduli terhadap lingkungan sekitarnya.

5. Menggunakan Bahasa Positif

Bahasa yang digunakan orang tua memiliki dampak besar terhadap cara anak memandang dirinya dan dunia. Alih-alih berkata “jangan berantakan,” orang tua bisa mengatakan “ayo kita rapikan bersama.” Bahasa positif membantu anak merasa dihargai dan memahami aturan dengan lebih baik.

Dengan membiasakan komunikasi yang membangun, anak akan tumbuh dengan pola pikir yang optimis dan sikap yang lebih kooperatif.

6. Menciptakan Lingkungan yang Mendukung

Lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang, komunikasi terbuka, dan minim konflik menjadi pondasi penting bagi pembentukan kepribadian anak. Ketika anak merasa aman dan didukung, mereka lebih berani mencoba hal baru dan belajar dari kesalahan.

Dukungan emosional yang konsisten dari orang tua akan membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang kuat, percaya diri, dan mampu beradaptasi dengan berbagai situasi.

Kesimpulan 

Kepribadian anak dibentuk dari kebiasaan kecil yang dilakukan setiap hari. Kebiasaan seperti membandingkan, memberi label negatif, atau terlalu protektif dapat menghambat perkembangan mereka. Sebaliknya, dengan apresiasi, keteladanan, dan lingkungan yang mendukung, anak dapat membangun kepribadian positif sejak dini.

Orang tua memiliki peran sentral dalam membentuk fondasi karakter anak. Dengan menyadari dampak dari setiap ucapan dan tindakan, kita dapat membantu anak tumbuh menjadi pribadi yang tangguh, percaya diri, dan berempati.

Leave A Comment:

Your email address will not be published. Required fields are marked *