Mengapa Periang Tiba-Tiba Jadi Anak Pemalu di Sekolah? Simak Ini Penjelasannya
Ayah dan Bunda, wajar jika Anda merasa cemas ketika melihat perubahan drastis pada perilaku si kecil. Di rumah, ia mungkin sangat aktif dan ceria, namun saat anak di sekolah ada perubahan sikap bagi anak. Perubahan anak pemalu bukanlah indikasi kegagalan parenting Anda loh Bun, namun perlu diketahui penyebab pastinya.
Seringkali, ini adalah respons normal terhadap lingkungan baru yang menuntut adaptasi sosial dan emosional yang tinggi. Lingkungan sekolah memperkenalkan ekspektasi, aturan, dan interaksi dengan banyak orang asing, yang bisa memicu kecemasan sosial temporer.
Artikel ini hadir untuk membantu Ayah dan Bunda memahami akar penyebab di balik perubahan perilaku ini. Simak Ini penjelasannya mengenai perbedaan tuntutan di rumah dan sekolah, dan bagaimana mendukung anak agar kembali nyaman bersosialisasi. Yuk, simak ulasan selengkapnya!
Penyebab Anak Pemalu
Banyak orang tua merasa heran ketika anak yang biasanya periang di rumah tiba-tiba menjadi pemalu saat berada di sekolah. Fenomena ini sebenarnya cukup umum terjadi dan merupakan bagian dari proses adaptasi anak terhadap lingkungan baru.
Dengan berbagai perubahan perilaku anak di sekolah seringkali dipengaruhi oleh faktor sosial, emosional, dan lingkungan. Oleh karena itu, penting bagi orang tua memahami penyebab anak pemalu serta cara mendampinginya agar lebih percaya diri.
Lingkungan Baru yang Belum Dikenal

Salah satu penyebab utama anak pemalu di sekolah adalah lingkungan baru yang belum mereka kenal. Anak yang terbiasa dengan suasana rumah mungkin merasa canggung ketika harus berinteraksi dengan guru dan teman sebaya. Perasaan asing ini membuat anak lebih memilih diam dan mengamati daripada langsung berpartisipasi.
Membiasakan adaptasi terhadap lingkungan baru membutuhkan waktu. Anak yang awalnya periang bisa menjadi pemalu karena mereka sedang mencoba memahami aturan sosial dan budaya sekolah.
Kurangnya Rasa Percaya Diri
Rasa percaya diri yang rendah juga dapat membuat anak tampak pemalu. Anak mungkin merasa takut salah ketika berbicara atau melakukan aktivitas di depan teman-temannya. Ketakutan ini membuat mereka lebih memilih untuk menghindari interaksi.
Belajar untuk memahami rasa percaya diri anak sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya yakni dukungan lingkungan. Dengan cara ini, anak pemalu bisa muncul ketika mereka merasa kurang mendapatkan dorongan positif.
Pengalaman Sosial yang Kurang Menyenangkan
Pengalaman sosial yang kurang menyenangkan, seperti pernah ditolak saat bermain atau tidak diajak bergabung oleh teman, dapat membuat anak menjadi pemalu. Anak belajar dari pengalaman tersebut dan memilih untuk lebih berhati-hati dalam berinteraksi.
Membiasakan anak dengan berbagai pengalaman sosial negatif dapat menurunkan motivasi anak untuk berpartisipasi. Dengan cara ini, anak pemalu lebih sering muncul ketika mereka merasa tidak diterima oleh kelompok.
Perbedaan Karakter dan Temperamen

Setiap anak memiliki karakter dan temperamen yang berbeda. Ada anak yang memang lebih ekstrovert, sementara ada yang cenderung introvert. Anak yang introvert biasanya lebih berhati-hati dalam berinteraksi dan membutuhkan waktu lebih lama untuk merasa nyaman.
Temperamen bawaan berperan besar dalam membentuk perilaku sosial anak. Dengan cara ini, anak pemalu bisa jadi merupakan bagian dari karakter alami mereka.
Cara Mengatasi Anak Pemalu di Sekolah
Nah, Ayah dan Bunda dikutip dari dalam salah satu artikel International berjudul 9 Ways to Boost Your Child’s Self-Esteem menjelaskan bahwa ada beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk membantu anak meningkatkan kepercayaan dirinya di sekolah yang tentu harus dimulai di rumah.
1. Membantu Anak Belajar Melakukan Sesuatu

Pada awalnya, orang tua bisa mengajarkan anak dengan cara menunjukkan dan membantu mereka. Setelah itu, biarkan anak mencoba sendiri meskipun hasilnya belum sempurna atau penuh kesalahan. Proses mencoba dan berlatih adalah bagian penting dalam membangun rasa percaya diri dan harga diri positif. Anak perlu diberi kesempatan untuk belajar, mencoba, dan merasa bangga atas usahanya.
Tantangan yang diberikan juga sebaiknya tidak terlalu mudah atau terlalu sulit. Orang tua bisa mendorong anak untuk selalu berusaha sebaik mungkin, tetapi juga menjelaskan bahwa mereka tidak harus menjadi sempurna. Kesalahan adalah bagian dari proses belajar, dan setiap orang pasti pernah mengalaminya. Dengan cara ini, anak belajar menerima dirinya sekaligus terus berkembang.
2. Memberi Pujian pada Usaha Anak

Pujian sebaiknya tidak hanya diberikan pada hasil akhir, seperti nilai bagus atau prestasi tertentu. Lebih penting untuk memuji usaha, kemajuan, dan sikap anak. Misalnya dengan mengatakan, “Kamu bekerja keras menyelesaikan proyek itu,” atau “Aku bangga kamu terus berlatih piano, meski sulit.” Pujian semacam ini membuat anak merasa dihargai atas proses yang mereka jalani.
Dengan fokus pada usaha, anak akan lebih termotivasi untuk mencoba dan berusaha mencapai tujuan. Mereka belajar bahwa keberhasilan bukan hanya soal hasil, tetapi juga tentang ketekunan dan sikap positif. Hal ini membantu anak membangun mental yang kuat dan lebih siap menghadapi tantangan di masa depan.
3. Menjadi Teladan yang Baik

Anak belajar banyak dari apa yang mereka lihat. Ketika orang tua menunjukkan usaha dalam pekerjaan sehari-hari, seperti memasak atau mencuci piring, anak akan meniru sikap tersebut. Mereka belajar bahwa setiap tugas, termasuk pekerjaan rumah atau sekolah, membutuhkan usaha dan tanggung jawab.
Selain itu, sikap orang tua saat melakukan tugas juga menjadi teladan. Jika orang tua melakukannya tanpa mengeluh dan dengan rasa bangga, anak akan belajar melakukan hal yang sama. Ketika orang tua tidak terburu-buru dan menghargai hasil kerja, anak pun akan menumbuhkan sikap positif terhadap tugas yang mereka jalani.
4. Menghindari Sikap Mengkritik Berlebihan
Kata-kata yang didengar anak dari orang lain sangat mempengaruhi bagaimana mereka menilai diri sendiri. Ucapan keras atau label negatif, seperti menyebut anak malas, tidak akan memotivasi mereka. Sebaliknya, hal itu bisa melukai harga diri anak dan membuat mereka merasa tidak berharga.
Orang tua sebaiknya mengoreksi anak dengan penuh kesabaran. Fokuslah pada apa yang bisa diperbaiki di masa depan, bukan pada kesalahan yang sudah terjadi. Jika perlu, tunjukkan cara yang benar agar anak tahu apa yang harus dilakukan. Dengan pendekatan ini, anak akan merasa didukung dan lebih percaya diri untuk mencoba lagi.
Anak Belajar Mengekspresikan Kemauan Anak Bersama Albata Kindergarten Islamic Montessori
Maka dari itu Bunda, pentingnya memahami rasa percaya diri anak tentu harus memaksimalkan. Di sini, setiap anak diberi ruang untuk berekspresi, berpendapat, dan mengeksplorasi minatnya dengan nyaman melalui pendekatan montessori Islami.
Metode ini membantu anak memahami adab, mengembangkan karakter positif, sekaligus membangun kecerdasan sesuai fitrah tumbuh kembangnya.
Dengan lingkungan islami yang hangat, aktivitas seru, dan ustadzah yang memahami kebutuhan setiap anak, Albata membantu anak bertumbuh menjadi pribadi yang mandiri, beradab, serta memiliki kecintaan pada belajar.
Yuk, berikan ruang terbaik bagi si kecil untuk menjadi dirinya sendiri, dengan cara yang lebih bermakna dan menyenangkan. Informasi selengkapnya bisa dilihat di Instagram @albata.id atau langsung klik link di bawah ini untuk pendaftaran.



