Hati-hati, Anak Menyimpan Luka Sebab Perkataan Ini Loh Bun!
Ayah dan Bunda, setiap orang tua ingin memberikan yang terbaik untuk anak, termasuk disiplin dan arahan. Namun, tahukah Anda bahwa perkataan yang seemingly sepele saat kita sedang lelah atau emosi, bisa menjadi pemicu anak menyimpan luka batin yang dalam?
Luka ini bukanlah bekas goresan, melainkan kerusakan pada pondasi mental dan harga diri mereka. Tanpa disadari, kritik, perbandingan, atau bahkan ungkapan kekecewaan yang diulang-ulang akan diinternalisasi anak sebagai kebenaran menyakitkan tentang diri mereka sendiri.
Artikel ini hadir untuk mengajak Ayah dan Bunda mengidentifikasi perkataan apa saja yang perlu dihindari. Kita akan mengupas tuntas mengapa beberapa ungkapan justru merusak harga diri anak dan bagaimana kita bisa menggantinya dengan komunikasi yang lebih suportif dan penuh kasih.
Memahami hal ini adalah langkah pertama menuju pengasuhan yang lebih sadar dan penyembuhan. Yuk, simak ulasan selengkapnya!
Faktor-Faktor yang Membuat Anak Menyimpan Luka Emosional
Mendidik anak memang penuh tantangan, terutama dalam menjaga emosi dan tutur kata sehari-hari. Banyak orang tua tidak menyadari bahwa kalimat yang terdengar biasa bagi orang dewasa bisa menjadi luka emosional yang mendalam bagi anak.
Luka ini tidak selalu tampak secara fisik, tetapi tersimpan dalam perasaan anak dan dapat mempengaruhi kepercayaan diri, relasi sosial, hingga kesehatan mental mereka di masa depan.
Setiap kata yang diucapkan orang tua akan direkam oleh anak sebagai pesan yang membentuk cara mereka memandang diri sendiri dan dunia.
Pola komunikasi negatif dari orang tua berdampak signifikan terhadap perkembangan emosional anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk menyadari bahwa menjaga lisan adalah bagian dari membangun pribadi anak yang sehat dan bahagia.
1. Pola Asuh yang Otoriter

Pola asuh yang terlalu kaku dan minim ruang dialog membuat anak merasa tidak didengar. Ketika orang tua hanya memberi perintah tanpa empati, anak cenderung menyimpan perasaan tertekan dan menjauh secara emosional. Mereka merasa tidak memiliki ruang untuk menyampaikan pendapat atau perasaan.
Pola ini dapat menimbulkan jarak antara anak dan orang tua, serta menghambat perkembangan rasa percaya diri dan kemampuan anak dalam mengelola konflik secara sehat.
2. Emosi Orang Tua yang Tidak Stabil
Kemarahan yang meledak karena tekanan pekerjaan atau masalah rumah tangga sering kali dilampiaskan kepada anak. Anak tidak memahami konteks kemarahan tersebut, yang mereka rasakan hanyalah bahwa dirinya menjadi sasaran. Hal ini dapat menanamkan rasa takut dan luka batin yang sulit diungkapkan.
Jika emosi orang tua tidak dikelola dengan baik, anak akan tumbuh dalam suasana yang tidak aman secara emosional, dan ini berdampak pada kestabilan psikologis mereka.
3. Kebiasaan Membandingkan Anak
Membandingkan anak dengan saudara atau teman sebayanya dapat menimbulkan rasa rendah diri dan perasaan tidak cukup baik. Anak merasa bahwa dirinya tidak dicintai atau tidak dihargai seperti orang lain. Meskipun maksudnya untuk memotivasi, cara ini justru membuat anak menutup diri dan kehilangan semangat.
Perbandingan yang terus-menerus juga dapat merusak hubungan antar saudara dan menciptakan kompetisi yang tidak sehat dalam keluarga.
4. Minimnya Apresiasi dan Pujian

Setiap anak membutuhkan pengakuan atas usaha mereka, sekecil apa pun. Ketika orang tua jarang memberikan pujian atau apresiasi, anak merasa tidak dihargai. Lama-kelamaan, perasaan ini dapat menimbulkan luka emosional dan membuat anak enggan mencoba hal baru karena takut tidak diakui.
Apresiasi yang tulus bukan hanya membangun motivasi, tetapi juga memperkuat ikatan emosional antara anak dan orang tua.
5. Perkataan Kasar yang Berulang
Ucapan seperti “bodoh,” “nakal,” atau “tidak berguna” jika diulang terus-menerus akan tertanam dalam pikiran anak sebagai identitas diri. Mereka mulai percaya bahwa label negatif tersebut memang mencerminkan siapa mereka. Akibatnya, anak tumbuh dengan citra diri yang buruk dan rentan terhadap masalah psikologis.
Kata-kata yang merendahkan dapat merusak harga diri anak dan menghambat perkembangan sosial serta akademik mereka.
5 Ucapan yang Perlu Dihindari karena Bisa Melukai Anak
Maka perhatikan ya Bunda, salah satu faktor yang bisa menyebabkan luka pada anak adalah ucapan yang buruk. Ucapan ini bisa menyebabkan anak menjadi semakin sedih, insecure dan membuat anak merasa tidak nyaman berada di dekat Bunda. Yuk perhatikan apa saja kata-kata yang wajib untuk dihilangkan.
1. “Kamu Nakal Sekali!”

Label seperti ini membuat anak merasa bahwa dirinya memang buruk. Padahal, perilaku anak bisa jadi merupakan bentuk eksplorasi atau ekspresi emosi yang belum terkelola. Label negatif dari orang tua berdampak pada kesehatan mental anak dalam jangka panjang.
Alih-alih memberi label, orang tua bisa mengarahkan dengan kalimat seperti “Ibu tahu kamu kesal, tapi mari kita bicarakan baik-baik.”
2. “Lihat, Adikmu Lebih Pintar dari Kamu”
Perbandingan antar saudara dapat menimbulkan rasa gagal dan tidak dicintai. Anak merasa bahwa dirinya tidak cukup baik di mata orang tua, dan ini bisa merusak hubungan antar saudara serta menimbulkan iri hati.
Sebagai gantinya, orang tua bisa menyoroti keunikan masing-masing anak dan memberikan apresiasi sesuai dengan kekuatan mereka.
3. “Kamu Tidak Bisa Apa-apa”
Ucapan ini meremehkan kemampuan anak dan membuat mereka kehilangan motivasi untuk mencoba. Anak yang terus-menerus mendengar kalimat seperti ini akan tumbuh dengan keyakinan bahwa dirinya tidak mampu, meskipun sebenarnya memiliki potensi besar.
Orang tua sebaiknya memberikan dorongan seperti “Kamu belum bisa sekarang, tapi kalau terus belajar, kamu pasti bisa.”
4. “Jangan Nangis, Itu Malu-Maluin!”

Melarang anak menangis membuat mereka merasa bahwa mengekspresikan emosi adalah hal yang salah. Padahal, menangis adalah bentuk regulasi emosi yang wajar dan sehat. Anak yang tidak diberi ruang untuk mengekspresikan emosi rentan mengalami kesulitan dalam regulasi diri.
Orang tua bisa mengatakan, “Ibu tahu kamu sedih, ayo kita duduk dan bicara pelan-pelan.” Berikan kesempatan anak untuk mengungkapkan perasaannya dan buat anak nyaman dengan kesedihan yang dia rasakan ya Bun.
5. “Kalau Kamu Nggak Nurut, Ayah/Ibu Nggak Sayang Lagi”
Ucapan ini menanamkan konsep bahwa cinta orang tua bersyarat. Anak merasa harus selalu sempurna agar tetap disayangi. Perasaan ini berbahaya karena memengaruhi cara anak memandang cinta, harga diri, dan relasi di masa depan.
Sebaliknya, orang tua bisa menegaskan bahwa cinta mereka tidak berubah, sambil tetap memberikan arahan yang tegas dan penuh kasih.
Kesimpulan
Setiap kata yang diucapkan orang tua adalah pesan yang akan melekat dalam ingatan anak. Ucapan yang meremehkan, membandingkan, atau penuh amarah mungkin terasa ringan di lidah, tetapi bisa menjadi beban berat dalam hati anak. Sebaliknya, kata-kata yang penuh kasih sayang dan empati dapat menjadi penyembuh dan sumber kekuatan bagi anak untuk tumbuh percaya diri.
Menjaga lisan memang tidak mudah, tetapi setiap usaha yang dilakukan akan membekas dalam jiwa anak. Dengan komunikasi yang hangat, terbuka, dan penuh penghargaan, anak akan merasa dicintai tanpa syarat dan tumbuh menjadi pribadi yang sehat secara mental dan emosional.
Reference
Psicology Mom. Top 5 Things to Never to Say Your Child. Diakses pada 2025.




