6 Penyebab Ibu Mudah Marah ke Anak, Bunda Pahami Kondisi Ini Ya!
Ayah dan Bunda, pernahkah Anda merasa sangat lelah hingga mudah sekali marah ke anak atas hal-hal kecil? Jika ya, penting untuk diingat bahwa perasaan itu sangat wajar. Kecenderungan Ibu mudah marah ini seringkali bukan karena kurangnya cinta, melainkan karena ada penyebab tersembunyi yang menguras energi dan kesabaran Anda.
Memahami akar masalah ini adalah langkah pertama untuk menjadi orang tua yang lebih tenang dan sabar. Bunda, pahami kondisi ini ya! Kondisi fisik dan mental yang tidak prima sering menjadi pemicu utama, dan ini perlu ditangani, bukan hanya ditekan.
Artikel ini hadir untuk membantu Anda mengidentifikasi enam penyebab yang membuat kesabaran Anda cepat habis. Kita akan mengupas tuntas mulai dari kurang tidur, burnout pengasuhan, hingga luka batin masa lalu.
Diharapkan dengan informasi ini, Anda dapat merawat diri Anda terlebih dahulu agar bisa merawat buah hati dengan hati yang damai. Yuk, simak ulasan selengkapnya!
6 Penyebab Umum Ibu Mudah Marah
Ayah dan Bunda, pahami bahwa penyebab marah pada ibu seringkali karena beberapa alasan. Misalnya, dalam situasi ibu tengah kelelahan fisik, mood yang tidak tentu hingga stress karena mengurus keluarga. Kondisi seperti ini membuat ibu harus perlahan menetralisir apa yang sedang ia pikirkan. Maka dari itu, kenali penyebab umum ibu mudah marah ya moms.
1. Kelelahan Fisik dan Kurang Istirahat

Ibu sering kali menjalankan banyak peran sekaligus mengurus rumah, anak, pekerjaan, dan kebutuhan keluarga lainnya. Ketika tubuh tidak mendapatkan cukup istirahat, kelelahan fisik akan menumpuk dan mempengaruhi kestabilan emosi. Kurang tidur berkorelasi dengan meningkatnya iritabilitas pada orang tua.
Kondisi ini membuat ibu lebih mudah tersulut emosi, bahkan oleh hal-hal kecil. Maka, istirahat yang cukup bukanlah kemewahan, melainkan kebutuhan dasar agar ibu tetap mampu menjalankan peran dengan tenang dan penuh kesadaran.
2. Stres Psikologis yang Tidak Terkelola
Tekanan hidup seperti masalah finansial, beban pekerjaan, atau tuntutan sosial dapat memicu stres berkepanjangan. Jika tidak dikelola dengan baik, stres ini akan meledak dalam bentuk kemarahan, terutama kepada anak yang dianggap sebagai pemicu ketidaknyamanan.
Stres yang tidak tersalurkan secara sehat akan mengganggu hubungan ibu dan anak. Oleh karena itu, penting bagi ibu untuk mengenali tanda-tanda stres dan mencari cara untuk meredakannya sebelum emosi memuncak.
3. Ekspektasi Berlebihan terhadap Anak

Banyak ibu memiliki harapan tinggi terhadap anak, seperti selalu patuh, rapi, dan berperilaku ideal. Ketika kenyataan tidak sesuai harapan, rasa kecewa bisa berubah menjadi kemarahan. Ekspektasi yang tidak realistis dapat merusak kualitas interaksi orang tua dan anak.
Anak adalah individu yang sedang belajar. Kesalahan dan kecerobohan adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Dengan menyesuaikan ekspektasi, ibu bisa lebih sabar dan mendampingi anak sesuai tahap perkembangannya.
4. Minimnya Dukungan Sosial
Ibu yang tidak mendapatkan dukungan dari pasangan, keluarga, atau lingkungan cenderung merasa terbebani. Ketika semua tanggung jawab ditanggung sendiri, emosi negatif lebih mudah muncul. Dukungan sosial berperan penting dalam menjaga kesehatan mental ibu.
Berbagi cerita, meminta bantuan, atau sekadar didengarkan dapat meringankan beban emosional. Dukungan yang cukup membuat ibu merasa tidak sendirian dalam menjalani peran yang kompleks.
5. Pengaruh Trauma Masa Lalu
Beberapa ibu membawa luka emosional dari masa kecil yang belum terselesaikan. Pola asuh keras yang pernah dialami bisa muncul kembali saat menghadapi anak, meskipun tidak disadari. Trauma masa lalu dapat mempengaruhi cara orang tua mengasuh anak.
Menyadari bahwa kemarahan bukan hanya soal anak, tetapi juga cerminan dari pengalaman pribadi, adalah langkah awal untuk menyembuhkan. Dengan refleksi dan bantuan profesional, ibu bisa memutus siklus pengasuhan yang tidak sehat.
6. Kurangnya Waktu untuk Diri Sendiri
Ibu yang terus menerus fokus pada anak tanpa memberi ruang untuk dirinya sendiri akan cepat merasa jenuh. Ketika kebutuhan pribadi diabaikan, kelelahan emosional akan menumpuk dan memicu kemarahan. Me time bukan bentuk egois, melainkan kebutuhan agar ibu tetap stabil secara emosional.
Luangkan waktu untuk melakukan hal yang menyenangkan, meskipun hanya sebentar. Aktivitas sederhana seperti membaca, berjalan santai, atau menikmati minuman hangat bisa membantu mengisi ulang energi emosional.
Cara Praktis Meredam Amarah kepada Anak
Cara mudah meredam amarah bagi orang tua sungguh harus sesuai dengan kemampuan masing-masing individu ya Bunda. Anda harus mengetahui pola amarah yang berulang yang kerap kali membuat Anda tidak nyaman. Misalnya, saat Anda merasakan khawatir berlebihan maka ekspresi yang tergambar adalah rasa marah. Nah, ada beberapa tips yang bisa Anda lakukan untuk meredam rasa marah pada anak.
1. Latihan Mindfulness dan Kesadaran Diri

Mindfulness membantu ibu menyadari emosi yang muncul tanpa langsung bereaksi. Dengan latihan pernapasan dan kesadaran penuh, ibu bisa meredam amarah sebelum meledak. Mindfulness parenting mampu mengurangi stres dan meningkatkan interaksi positif dengan anak.
Misalnya dengan membaca ta’awudz, meminta perlindungan pada Allah dari godaan setan
Kenapa sampai meminta tolong pada Allah agar dilindungi dari setan? Karena dalil-dalil berikutnya akan terlihat jelas bahwa marah bisa dari setan. Maka kita mengamalkan firman Allah dari ayat berikut,
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Maha Mengetahui.” (QS. Al-A’raf: 200)
Sulaiman bin Shurod radhiyallahu ‘anhu berkata,
كُنْتُ جَالِسًا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَجُلاَنِ يَسْتَبَّانِ، فَأَحَدُهُمَا احْمَرَّ وَجْهُهُ، وَانْتَفَخَتْ أَوْدَاجُهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ، لَوْ قَالَ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ، ذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ “
“Pada suatu hari aku duduk bersama-sama Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam sedang dua orang lelaki sedang saling mengeluarkan kata-kata kotor satu dan lainnya. Salah seorang daripadanya telah merah mukanya dan tegang pula urat lehernya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya aku tahu satu perkataan sekiranya dibaca tentu hilang rasa marahnya jika sekiranya ia mau membaca, ‘A’udzubillahi minas-syaitani’ (Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan), niscaya hilang kemarahan yang dialaminya.” (HR Bukhari, no. 3282)
Latihan ini tidak harus rumit. Cukup dengan menarik napas dalam, menyadari pikiran yang muncul, dan memberi jeda sebelum merespons, ibu sudah melatih pengendalian diri yang sehat.
2. Mengatur Pola Tidur dan Istirahat
Tidur cukup adalah fondasi pengelolaan emosi. Ibu yang memiliki waktu istirahat teratur cenderung lebih sabar dan mampu berpikir jernih. Jika memungkinkan, mintalah bantuan pasangan atau keluarga agar ibu bisa beristirahat lebih optimal.
Istirahat bukan hanya untuk tubuh, tetapi juga untuk ketenangan pikiran. Dengan energi yang cukup, ibu lebih siap menghadapi tantangan harian bersama anak.
3. Memberi Ruang untuk Me Time

Luangkan waktu khusus untuk diri sendiri setiap hari. Aktivitas ringan seperti membaca, menulis jurnal, atau berjalan santai dapat membantu mengisi ulang energi emosional. Me time membantu ibu kembali ke peran pengasuhan dengan perasaan yang lebih tenang dan segar.
Waktu untuk diri sendiri bukan kemewahan, tetapi bagian dari perawatan diri yang penting agar ibu tetap hadir secara utuh bagi anak.
4. Menyesuaikan Ekspektasi terhadap Anak
Anak sedang belajar dan berkembang. Kesalahan, kecerobohan, atau tingkah aktif mereka adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Dengan menurunkan ekspektasi dan melihat anak sesuai tahap usianya, ibu bisa lebih sabar dan tidak mudah kecewa.
Pola pikir ini membantu ibu mendampingi anak dengan empati, bukan dengan tuntutan yang berlebihan.
5. Mencari Dukungan Sosial

Berbagi cerita dengan pasangan, sahabat, atau komunitas ibu bisa meringankan beban emosional. Dukungan sosial terbukti meningkatkan kemampuan ibu dalam mengelola stres dan menjaga keseimbangan emosi.
Ketika ibu merasa didengar dan dipahami, rasa marah pun lebih mudah dikelola. Dukungan sosial juga memperkuat rasa percaya diri dalam menjalani peran sebagai orang tua.
6. Belajar Teknik Relaksasi
Latihan sederhana seperti pernapasan dalam, yoga, atau menulis jurnal dapat membantu meredakan emosi. Relaksasi membuat tubuh dan pikiran lebih tenang, sehingga kemarahan tidak mudah meledak.
Teknik ini bisa dilakukan kapan saja, bahkan di tengah aktivitas harian. Semakin rutin dilakukan, semakin kuat efeknya dalam menjaga kestabilan emosi.
Kesimpulan
Fenomena ibu mudah marah adalah hal yang manusiawi, tetapi tidak boleh diabaikan. Dengan memahami penyebabnya baik dari sisi fisik, psikologis, maupun sosial—ibu dapat lebih sadar dalam mengelola emosi. Langkah-langkah sederhana seperti mindfulness, istirahat cukup, dan dukungan sosial bisa menjadi solusi praktis untuk meredam amarah.
Ingatlah, ibu yang tenang akan membantu anak tumbuh dengan lebih percaya diri dan bahagia. Dengan penerimaan diri dan kesabaran, momen bersama anak akan menjadi lebih bermakna, penuh kehangatan, dan bebas dari kemarahan yang tidak perlu.
Reference
Parents. Diakses pada 2025. Mom Rage Is A Real Thing—Here’s How to Deal With It.

