Lembaga Pendidikan Montessori Islam

Mengapa Anak Banyak Bertanya? Begini Cara Merespon Anak Kritis

anak kritis
October 26, 2025

Ayah dan Bunda, jangan terkejut ya, jika si kecil mulai berfikir kritis dan mulai memiliki pertanyaan tak berujung dari si kecil? “Mengapa langit biru?”, “Bagaimana cara kerja mobil?”, atau “Kenapa harus tidur malam?”. 

Fenomena anak kritis yang tak henti bertanya ini adalah hal yang lumrah dan bahkan sangat sehat. Alih-alih merasa terbebani, kita perlu memahami bahwa setiap pertanyaan adalah jendela menuju dunia pemikiran dan kebutuhan mereka. Kemampuan bertanya yang tinggi adalah indikator awal perkembangan kognitif yang optimal.

Artikel ini akan membahas secara mendalam mengapa anak banyak bertanya dan, yang lebih penting, bagaimana cara merespon anak kritis dengan bijaksana agar rasa ingin tahu mereka terus terasah. Kami menyajikan panduan ini dengan landasan ilmiah dan bahasa yang hangat, khusus untuk para orang tua hebat. Yuk, simak ulasan selengkapnya!

Apa yang Membuat Anak Banyak Bertanya?

Tahukah Anda bahwa sikap anak yang banyak bertanya justru merupakan tanda bahwa ia sedang tumbuh menjadi pribadi yang kritis dan cerdas? Dalam psikologi perkembangan anak, kebiasaan bertanya menandakan adanya proses berpikir tingkat tinggi (higher-order thinking) yang mulai berkembang seiring bertambahnya usia.

Penelitian dari Harvard Graduate School of Education menyebutkan bahwa anak yang sering bertanya cenderung memiliki kemampuan berpikir reflektif dan problem-solving yang lebih baik. Maka dari itu, memahami mengapa anak banyak bertanya dan bagaimana cara orang tua merespon anak kritis menjadi kunci penting dalam mendukung tumbuh kembang mereka.

Rasa ingin tahu adalah bagian alami dari masa kanak-kanak. Namun, terdapat beberapa faktor yang mendorong anak menjadi lebih kritis dan sering bertanya dibandingkan anak lain.

1. Ingin Mendapatkan Perhatian dari Orang Tua

Pada dasarnya, anak-anak selalu membutuhkan keterhubungan emosional dengan orang tuanya. Menurut Dr. John Bowlby dalam teori attachment, anak akan berusaha menarik perhatian orang tua melalui berbagai cara, salah satunya dengan bertanya.

Ketika anak mengajukan pertanyaan, itu bukan sekadar mencari jawaban, melainkan juga cara untuk memastikan bahwa orang tua hadir secara emosional. Mereka ingin merasa bahwa suaranya didengar, bahwa pertanyaannya penting. Oleh karena itu, jangan buru-buru menanggapi dengan jawaban singkat atau menyuruh anak diam. Respons yang penuh perhatian akan membuat anak merasa aman dan diterima.

2. Rasa Penasaran yang Tinggi

Rasa ingin tahu (curiosity) adalah fondasi dari pembelajaran alami. Anak-anak berusia 3 hingga 6 tahun sedang berada dalam fase eksplorasi aktif di mana otak mereka berusaha memahami dunia di sekitarnya.

Mereka belum memiliki cukup pengalaman, sehingga pertanyaan menjadi alat utama untuk membangun pengetahuan. Anak kritis akan menggunakan pertanyaan sebagai sarana untuk menguji pemahamannya terhadap sesuatu. Oleh sebab itu, penting bagi orang tua untuk tidak mematikan rasa penasaran ini dengan jawaban yang menutup percakapan.

3. Anak Ingin Mendapatkan Jawaban yang Bermakna

Menurut penelitian dari University of Michigan (2020), anak-anak tidak hanya puas dengan jawaban “iya” atau “tidak”. Mereka ingin memahami mengapa sesuatu terjadi. Misalnya, ketika anak bertanya “Kenapa kita harus tidur malam?”, ia sebenarnya ingin mengetahui alasan logis di balik kebiasaan itu, bukan sekadar aturan.

Anak yang kritis cenderung mencari makna di balik fakta. Maka, jika orang tua dapat menjawab pertanyaan anak dengan cara yang mudah dipahami dan relevan dengan keseharian, hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan berpikir logis dan empati.

Cara Terbaik Merespon Anak Kritis

Anak yang kritis membutuhkan pendekatan komunikasi yang sabar, terbuka, dan menghargai rasa ingin tahunya. Respons orang tua terhadap pertanyaan anak akan menentukan apakah anak akan terus berani berpikir kritis atau justru menutup diri.

1. Memberikan Perhatian Lebih pada Anak

Ketika anak bertanya, sebaiknya hentikan sejenak aktivitas Anda dan berikan perhatian penuh. Tatap mata anak dan tunjukkan bahwa Anda tertarik dengan pertanyaannya.

Menurut Dr. Laura Markham dalam bukunya Peaceful Parent, Happy Kids (2012), interaksi yang penuh perhatian dapat memperkuat koneksi emosional antara anak dan orang tua. Anak yang merasa didengar akan lebih terbuka dan percaya diri dalam mengekspresikan pikirannya.

Selain itu, momen ini juga menjadi kesempatan bagi orang tua untuk membangun kelekatan emosional yang positif. Dengan begitu, anak akan belajar bahwa komunikasi adalah jalan dua arah yang sehat.

2. Menjelaskan dengan Cara Eksplanatif dan Sesuai Usia

Hindari menjawab dengan kalimat singkat seperti “Karena memang begitu” atau “Nanti kamu juga tahu sendiri”. Anak kritis membutuhkan penjelasan yang eksploratif agar rasa ingin tahunya terpuaskan.

Cobalah menjelaskan dengan bahasa sederhana sesuai usia anak. Misalnya, ketika anak bertanya, “Kenapa hujan turun?”, Anda bisa menjawab, “Karena awan yang penuh air tidak kuat lagi menahannya, jadi airnya jatuh ke bumi.”

Penjelasan yang konkret akan membantu anak membangun konsep sebab-akibat dan menstimulasi kemampuan berpikir ilmiah sejak dini. Penelitian menunjukkan bahwa anak yang mendapat penjelasan eksplanatif dari orang tua memiliki kemampuan kognitif dan verbal yang lebih tinggi.

3. Jangan Melarang Anak Berbicara atau Bertanya

Salah satu kesalahan umum orang tua adalah melarang anak bertanya terlalu banyak karena dianggap “cerewet”. Padahal, membatasi anak berbicara dapat menghambat kemampuan berpikir kritis dan kreativitasnya.

Anak yang sering dilarang bertanya akan mengasosiasikan rasa ingin tahunya dengan sesuatu yang salah. Hal ini bisa berdampak pada rendahnya rasa percaya diri dan motivasi belajar.

Sebaliknya, dengarkan dan validasi setiap pertanyaan anak. Jika Anda tidak tahu jawabannya, tidak masalah untuk mengatakan “Ayah/Ibu belum tahu, yuk kita cari tahu bersama.” Kalimat sederhana seperti ini justru mengajarkan anak tentang nilai kolaborasi dan proses mencari ilmu.

Kesimpulan

Anak yang banyak bertanya bukanlah anak yang “bandel” atau “merepotkan”, melainkan anak yang sedang berproses menjadi pribadi kritis dan reflektif. Dengan memberikan perhatian penuh, menjelaskan dengan cara eksplanatif, serta tidak melarang anak berbicara, orang tua berperan besar dalam membentuk kecerdasan emosional dan kognitif anak.

Menumbuhkan anak kritis berarti membantu mereka belajar berpikir, bukan sekadar menghafal. Dalam jangka panjang, anak yang terbiasa bertanya dengan cara yang sehat akan tumbuh menjadi individu yang percaya diri, berpikir terbuka, dan siap menghadapi tantangan hidup dengan logika yang matang.

Reference 

Maria Nona dkk. Parenting: Rahasia Membentuk Karakter Anak. 2015. CV Karsa Cendekia: Makassar.

Leave A Comment:

Your email address will not be published. Required fields are marked *