Lembaga Pendidikan Montessori Islam

Bonding Lewat Cerita: Manfaat Storytelling untuk Anak Usia Dini

manfaat storytelling
September 2, 2025

Ayah dan Bunda, di tengah kesibukan sehari-hari, storytelling atau mendongeng adalah salah satu cara paling sederhana namun paling efektif untuk membangun ikatan yang kuat dengan si kecil. 

Bonding lewat cerita bukan hanya tentang menghibur, tetapi juga tentang membuka jendela imajinasi anak, menstimulasi perkembangan bahasa, dan mengenalkan nilai-nilai moral dengan cara yang menyenangkan. Momen ini menjadi ruang aman bagi anak untuk bertanya, berimajinasi, dan merasa dicintai.

Artikel ini hadir untuk mengupas tuntas manfaat storytelling untuk anak usia dini. Kita akan membahas bagaimana kegiatan sederhana ini dapat meningkatkan kemampuan kognitif, emosional, dan sosial mereka. 

Diharapkan dengan informasi ini, Ayah dan Bunda semakin termotivasi untuk menjadikan mendongeng sebagai rutinitas yang dinanti-nanti. Yuk, simak ulasan selengkapnya!

Manfaat Storytelling untuk Anak Usia Dini

Mendongeng atau storytelling bukan sekadar hiburan sebelum tidur. Kegiatan ini merupakan salah satu cara paling efektif bagi orang tua untuk membangun kedekatan emosional dengan anak. Di usia dini, anak sedang berada dalam masa perkembangan yang sangat pesat, baik dari segi bahasa, imajinasi, maupun pemahaman nilai-nilai kehidupan. Melalui cerita, anak tidak hanya merasa terhibur, tetapi juga belajar memahami dunia secara lebih luas. 

It is intriguing that some clinical reports have suggested that the effects of storytelling on the listeners’ behaviors, such as listening with an eager attitude, or emotional responses to the story, is more evident for the children who are sufficiently familiarized to the performance of the storytelling, particularly in comparison with the children who are fully naïve to the performance.

Sebagaimana dalam Al-Qur’an, Allah azza Wa Jalla memuat banyak kisah penuh hikmah, seperti kisah Nabi Yusuf, Nabi Ibrahim, dan Nabi Musa. Kisah-kisah ini bukan hanya menyampaikan pesan moral, tetapi juga memberikan teladan yang mudah diingat dan menyentuh hati anak. Dengan pendekatan yang tepat, storytelling dapat menjadi media pembelajaran yang menyenangkan sekaligus bermakna.

1. Mengembangkan Imajinasi dan Kreativitas

Mendengarkan cerita membantu anak membangun gambaran visual dalam pikirannya. Setiap tokoh, latar, dan alur cerita yang disampaikan akan merangsang daya imajinasi anak untuk membentuk dunia khayalan yang kaya dan beragam. Imajinasi ini menjadi dasar penting dalam pengembangan kreativitas anak, baik dalam berpikir maupun dalam mengekspresikan diri.

Storytelling dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan memperluas kosakata anak. Ketika anak terbiasa mendengarkan cerita, mereka akan lebih mudah mengembangkan ide, menyusun kalimat, dan memahami struktur bahasa secara alami. Imajinasi yang terlatih juga membantu anak dalam menyelesaikan masalah dan berpikir secara fleksibel.

2. Melatih Konsentrasi dan Daya Ingat

Storytelling melatih anak untuk fokus dalam jangka waktu tertentu. Saat mendengarkan cerita, anak belajar memperhatikan detail seperti nama tokoh, urutan kejadian, dan pesan moral yang terkandung. Proses ini secara tidak langsung melatih kemampuan konsentrasi dan daya ingat anak sejak dini.

Storytelling berperan penting dalam meningkatkan atensi dan keterampilan kognitif anak. Ketika anak mampu mengingat alur cerita dan menjawab pertanyaan tentang isi cerita, itu menunjukkan bahwa mereka telah mengaktifkan fungsi memori dan pemahaman secara bersamaan.

3. Mengajarkan Nilai Moral dan Empati

Cerita adalah jendela untuk memahami nilai-nilai kehidupan. Melalui kisah tokoh yang menghadapi tantangan, membuat pilihan, dan mengalami konsekuensi, anak belajar membedakan antara perilaku baik dan buruk. Mereka juga belajar merasakan emosi tokoh, seperti kesedihan, kegembiraan, atau ketakutan, yang membantu menumbuhkan empati.

Storytelling menjadi sarana yang efektif untuk menanamkan nilai moral secara alami. Anak lebih mudah memahami konsep kejujuran, keberanian, atau kasih sayang ketika disampaikan melalui cerita. Dengan membiasakan anak mendengarkan kisah yang sarat nilai, orang tua membantu membentuk karakter anak yang peduli dan berperilaku positif.

4. Meningkatkan Kemampuan Bahasa dan Komunikasi

Setiap kata yang didengar anak saat mendengarkan cerita memperkaya perbendaharaan bahasa mereka. Anak belajar mengenali struktur kalimat, intonasi, dan kosakata baru yang kemudian mereka gunakan dalam komunikasi sehari-hari. Dalam jangka panjang, storytelling membantu anak menjadi lebih lancar dalam berbicara dan mengekspresikan pikiran.

Storytelling tidak hanya memperkuat pemahaman bahasa, tetapi juga meningkatkan kemampuan anak dalam menyusun cerita dan berkomunikasi secara efektif. Anak yang terbiasa mendengarkan dan menceritakan kembali kisah akan lebih percaya diri dalam berbicara dan lebih terampil dalam menyampaikan ide.

5. Membangun Ikatan Emosional dengan Orang Tua

Momen mendongeng adalah waktu yang sangat berharga dalam hubungan orang tua dan anak. Ketika orang tua meluangkan waktu untuk bercerita, anak merasa diperhatikan dan disayangi. Kedekatan ini menciptakan rasa aman dan nyaman yang penting bagi perkembangan emosional anak.

Bonding melalui cerita bukan hanya tentang isi cerita, tetapi juga tentang kehadiran dan perhatian yang diberikan orang tua. Anak yang merasa dekat secara emosional dengan orang tuanya akan lebih terbuka, lebih percaya diri, dan lebih mudah menerima arahan. Storytelling menjadi jembatan untuk membangun komunikasi yang hangat dan penuh kasih.

Cara Storytelling yang Nyaman untuk Anak Usia Dini

Storytelling yang efektif tidak hanya bergantung pada isi cerita, tetapi juga pada cara penyampaian dan suasana yang diciptakan. Berikut adalah beberapa cara yang dapat diterapkan oleh orang tua agar kegiatan mendongeng menjadi pengalaman yang menyenangkan dan bermakna bagi anak.

1. Pilih Cerita yang Sesuai dengan Usia Anak

Cerita yang diberikan kepada anak usia dini sebaiknya sederhana, singkat, dan mengandung pesan moral yang jelas. Dalam perspektif Islam, kisah para nabi, sahabat, atau cerita tentang anak-anak yang berperilaku baik sangat cocok untuk disampaikan. Bahasa yang digunakan juga perlu disesuaikan agar mudah dipahami oleh anak.

Cerita yang sesuai usia akan lebih mudah diterima dan diingat oleh anak. Ketika pesan moral disampaikan melalui tokoh yang relatable, anak akan lebih mudah mengaitkan cerita dengan kehidupan mereka sendiri. Ini menjadi langkah awal dalam membentuk pemahaman nilai secara bertahap.

2. Gunakan Intonasi dan Ekspresi yang Menarik

Storytelling bukan sekadar membaca teks, tetapi menghadirkan cerita dengan ekspresi wajah, gerakan tangan, dan intonasi suara yang bervariasi. Anak akan lebih tertarik dan fokus ketika cerita disampaikan dengan penuh ekspresi. Rasulullah SAW sendiri dikenal berbicara dengan lembut dan penuh perhatian kepada anak-anak, sehingga mereka merasa nyaman dan terhubung.

Intonasi yang tepat membantu anak memahami emosi dalam cerita, seperti ketegangan, kegembiraan, atau kesedihan. Ekspresi yang hidup membuat cerita terasa nyata dan membangkitkan imajinasi anak. Dengan cara ini, storytelling menjadi pengalaman yang menyenangkan dan mendalam.

3. Melibatkan Anak dalam Cerita

Melibatkan anak secara aktif dalam cerita membuat mereka merasa menjadi bagian dari kisah yang disampaikan. Orang tua dapat mengajukan pertanyaan sederhana seperti, “Kalau kamu jadi Nabi Yusuf, apa yang akan kamu lakukan?” atau meminta anak menebak kelanjutan cerita. Cara ini mendorong anak untuk berpikir, merespon, dan berimajinasi.

Dalam perspektif Islam, pembelajaran partisipatif sangat dianjurkan. Ketika anak diajak berdialog dan berpendapat, mereka belajar untuk berpikir kritis dan menghargai proses belajar. Keterlibatan aktif juga memperkuat daya ingat dan pemahaman anak terhadap isi cerita.

4. Menyisipkan Nilai Islami dalam Keseharian 

Storytelling dapat menjadi media yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai Islami. Orang tua bisa menyisipkan pesan tauhid, pentingnya salat, kejujuran, atau akhlak mulia dalam cerita yang sederhana. Misalnya, kisah tentang anak yang jujur mendapat pertolongan dari Allah, atau anak yang rajin salat merasa tenang hatinya.

Penyampaian nilai secara natural membuat anak lebih mudah menerima dan menginternalisasi pesan tersebut. Ketika nilai-nilai Islam disampaikan melalui cerita yang menyentuh, anak akan lebih mudah mengingat dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

5. Pilih Waktu yang Tepat dan Kondusif

Waktu sebelum tidur sering menjadi momen yang paling ideal untuk mendongeng. Suasana yang tenang dan nyaman membuat anak lebih fokus dan siap menerima cerita. Dalam tradisi Islam, orang tua dianjurkan menutup hari anak dengan doa atau kisah penuh hikmah agar anak tidur dengan hati yang damai.

Memilih waktu yang tepat juga membantu membentuk rutinitas positif. Ketika storytelling menjadi bagian dari kebiasaan harian, anak akan menantikan momen tersebut dan merasa bahwa belajar nilai kehidupan adalah sesuatu yang menyenangkan dan penuh makna.

Memaksimalkan Bonding Anak Melalui Cerita 

Bonding lewat storytelling atau cerita bukan sekadar hiburan, tetapi menjadi media penting untuk menumbuhkan imajinasi, melatih bahasa, mengajarkan nilai moral, sekaligus membangun ikatan emosional antara orang tua dan anak. 

Dari perspektif Islam, storytelling adalah warisan pendidikan yang penuh makna, sebagaimana Allah mengajarkan umatnya melalui kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Dengan mendongeng secara konsisten, orang tua tidak hanya menanamkan kecintaan pada cerita, tetapi juga membentuk pondasi karakter Islami pada anak sejak usia dini.

Reference 

Yabe, M., Oshima, S., Eifuku, S., Taira, M., Kobayashi, K., Yabe, H., & Niwa, S. (2018). Effects of storytelling on the childhood brain: Near-infrared spectroscopic comparison with the effects of picture-book reading. Fukushima Journal of Medical Science, 64(3), 125–133.

Leave A Comment:

Your email address will not be published. Required fields are marked *