Lembaga Pendidikan Montessori Islam

Cara Mengajarkan Shalat Secara Bertahap pada Anak

mengajarkan shalat
August 22, 2025

Ayah dan Bunda, shalat adalah tiang agama dan kewajiban utama seorang Muslim. Mengajarkan shalat pada anak sejak dini adalah investasi terbaik untuk masa depan mereka, baik di dunia maupun di akhirat. Namun, proses ini tidak bisa dilakukan secara instan. 

Mengajak si kecil shalat butuh kesabaran, konsistensi, dan yang terpenting, tahapan yang tepat. Jika tidak, mereka bisa merasa terbebani dan justru kehilangan motivasi. Lantas, bagaimana cara kita menumbuhkan kecintaan mereka pada ibadah ini?

Artikel ini hadir untuk membantu Ayah dan Bunda memahami cara mengajarkan shalat secara bertahap pada anak. Kita akan mengupas tuntas langkah-langkah praktis, mulai dari mengenalkan gerakan, mengajak shalat berjamaah, hingga menumbuhkan kesadaran bahwa shalat adalah bentuk komunikasi dengan Allah. 

Diharapkan dengan panduan ini, Anda dapat menjadi teladan terbaik yang membimbing anak menjadi pribadi yang taat. Yuk, simak ulasan selengkapnya!

Mengapa Shalat Perlu Diajarkan Sejak Dini kepada Anak

Bagi umat Islam, shalat merupakan tiang utama dalam kehidupan beragama. Lebih dari sekadar kewajiban, shalat adalah bentuk komunikasi langsung antara hamba dan Allah. 

Mengajarkan shalat kepada anak sejak usia dini bukan hanya bertujuan agar mereka mengenal rutinitas ibadah, tetapi juga untuk membentuk fondasi spiritual yang kuat. Ketika anak terbiasa dengan shalat, mereka akan tumbuh dengan kesadaran bahwa hidup ini memiliki arah dan tujuan yang lebih tinggi.

Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa pembiasaan nilai-nilai spiritual sejak dini berkontribusi besar terhadap perkembangan regulasi diri, empati, dan perilaku prososial anak. 

Artinya, shalat bukan hanya berdampak pada aspek religius, tetapi juga pada pembentukan kepribadian anak secara menyeluruh. Berikut ini adalah lima alasan utama mengapa orang tua perlu mengajarkan shalat kepada anak sejak dini.

1. Shalat sebagai Pembiasaan Disiplin Sejak Usia Dini

Shalat lima waktu mengajarkan anak tentang pentingnya keteraturan dan konsistensi. Dengan mengenalkan jadwal sholat, anak belajar bahwa ada waktu-waktu tertentu yang harus dihormati dan dijalankan secara rutin. 

Pembiasaan ini secara tidak langsung melatih anak untuk memahami konsep disiplin, yang kelak akan terbawa dalam berbagai aspek kehidupan mereka, seperti belajar, bekerja, dan berinteraksi sosial.

Orang tua dapat memulai dengan mengajak anak shalat bersama, menjelaskan waktu-waktu shalat, dan membuat rutinitas yang menyenangkan. Misalnya, dengan menggunakan jam khusus atau poster jadwal shalat yang menarik. 

Ketika anak terbiasa menjalankan shalat tepat waktu, mereka akan lebih mudah memahami pentingnya tanggung jawab dan keteraturan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Shalat Menumbuhkan Kedekatan Spiritual dengan Allah

Mengajarkan shalat kepada anak bukan hanya soal gerakan fisik, tetapi juga tentang membangun hubungan spiritual yang mendalam. Anak perlu dikenalkan pada makna di balik doa-doa yang mereka baca, seperti rasa syukur atas nikmat Allah, permohonan ampun, dan harapan akan kebaikan. Ketika anak memahami bahwa shalat adalah bentuk komunikasi dengan Sang Pencipta, mereka akan merasa lebih tenang dan dicintai.

Kedekatan spiritual ini sangat penting dalam membentuk keseimbangan emosional anak. Anak yang merasa dekat dengan Allah cenderung lebih mampu mengelola perasaan, menghadapi tantangan, dan menunjukkan sikap kasih sayang kepada orang lain. Orang tua dapat memperkuat kedekatan ini dengan berdialog ringan setelah shalat, membahas isi doa, atau mengajak anak merenungi kebesaran Allah melalui pengalaman sehari-hari.

3. Shalat Membentuk Karakter dan Akhlak yang Baik

Shalat memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak. Melalui rutinitas ibadah ini, anak belajar nilai-nilai seperti kejujuran, kesabaran, tanggung jawab, dan ketekunan. Bahwa pendidikan ibadah sejak usia dini berkorelasi positif dengan pembentukan akhlak dan kontrol diri anak.

Ketika anak terbiasa menjalankan shalat dengan kesadaran, mereka akan lebih mudah menginternalisasi nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, anak yang terbiasa meminta ampun dalam doa akan lebih mudah mengakui kesalahan dan memperbaiki diri. Orang tua dapat memperkuat pembentukan karakter ini dengan memberikan pujian atas konsistensi anak dalam shalat dan mengaitkan perilaku baik dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam ibadah.

4. Shalat sebagai Media Bonding antara Orang Tua dan Anak

Shalat bersama anak bukan hanya bentuk pengajaran, tetapi juga momen kebersamaan yang mempererat hubungan emosional antara orang tua dan anak. Ketika orang tua mendampingi anak dalam menjalankan ibadah, anak merasa dihargai, didukung, dan diajak dalam perjalanan spiritual keluarga. Momen ini menciptakan rasa aman dan keintiman yang sangat penting dalam proses tumbuh kembang anak.

Bonding melalui shalat juga menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai keluarga yang berlandaskan keimanan. Orang tua dapat memanfaatkan waktu setelah shalat untuk berdiskusi ringan, berbagi cerita, atau menyampaikan pesan-pesan moral. Ketika anak merasa bahwa shalat adalah bagian dari kehidupan keluarga, mereka akan lebih mudah menjadikannya sebagai kebiasaan yang melekat hingga dewasa.

5. Shalat Melatih Konsentrasi dan Tanggung Jawab Pribadi

Melalui gerakan dan bacaan dalam shalat, anak belajar untuk fokus dan mengarahkan perhatian secara penuh. Latihan konsentrasi ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan anak untuk menyelesaikan tugas, memahami instruksi, dan mengelola waktu. 

Selain itu, shalat juga mengajarkan anak bahwa ibadah adalah tanggung jawab pribadi di hadapan Allah, bukan sekadar rutinitas yang dilakukan karena disuruh.

Dengan memahami bahwa shalat adalah kewajiban yang harus dijalankan secara mandiri, anak akan belajar tentang pentingnya tanggung jawab dan kemandirian. Orang tua dapat mendukung proses ini dengan memberikan ruang bagi anak untuk mempersiapkan shalat sendiri, seperti mengambil wudhu, memilih pakaian yang rapi, dan mengatur tempat shalat. 

Ketika anak merasa memiliki peran aktif dalam ibadah, mereka akan lebih termotivasi untuk menjalankannya dengan kesadaran penuh.

Strategi Bertahap Mengajarkan Shalat kepada Anak

Mengajarkan shalat kepada anak bukanlah tugas yang bisa dilakukan dalam satu waktu. Proses ini membutuhkan kesabaran, kelembutan, dan pendekatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak. 

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ ، وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ

Suruhlah anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan shalat)! Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan anak perempuan)! ( HR. Abu Dawud 495) 

Hadits ini bukan sekadar perintah, tetapi juga menunjukkan pentingnya pembiasaan yang bertahap dan penuh perhatian.

Dengan memahami bahwa anak belajar secara bertahap, orang tua dapat menyusun strategi pengenalan shalat yang tidak hanya efektif tetapi juga menyenangkan. Berikut adalah tiga tahapan utama yang dapat diterapkan dalam proses pengajaran shalat kepada anak.

Fase Pertama: Menumbuhkan Cinta dan Kebiasaan Positif terhadap Shalat

Tahapan awal dalam mengajarkan shalat adalah menumbuhkan rasa cinta dan ketertarikan anak terhadap ibadah ini. Fokus utama di fase ini bukan pada kesempurnaan gerakan atau hafalan bacaan, melainkan pada membangun suasana yang membuat anak merasa senang dan nyaman dengan aktivitas shalat. 

Orang tua dapat memulainya dengan cara yang menyenangkan, seperti membacakan kisah-kisah Nabi yang rajin shalat, mengajak anak menyaksikan shalat berjamaah, atau memberikan perlengkapan sholat khusus yang menarik bagi anak.

Oleh karena itu, teladan orang tua yang konsisten dalam menjalankan shalat akan jauh lebih berpengaruh dibandingkan sekadar instruksi verbal. Ketika anak melihat orang tuanya shalat dengan khusyuk dan penuh semangat, mereka akan lebih mudah meniru dan merasa bahwa shalat adalah bagian penting dari kehidupan keluarga.

Fase Kedua: Melatih Keteraturan dan Mengenalkan Rukun Shalat Secara Bertahap

Setelah anak mulai terbiasa mengikuti shalat, tahap selanjutnya adalah melatih keteraturan dan mulai mengenalkan rukun-rukun shalat secara perlahan. Orang tua dapat mengajarkan gerakan dasar seperti takbir, rukuk, sujud, dan duduk di antara dua sujud. Selain itu, bacaan pendek seperti Al-Fatihah, tasbih dalam rukuk dan sujud, serta salam di akhir shalat dapat diperkenalkan secara bertahap sesuai kemampuan anak.

Di fase ini, konsistensi dan kesabaran orang tua sangat diperlukan. Mengingatkan anak dengan lembut, mengulang gerakan dan bacaan, serta memberikan apresiasi atas usaha anak akan membantu membentuk motivasi dari dalam diri mereka.

Dengan pendekatan yang penuh kasih, anak akan merasa dihargai dan lebih semangat dalam belajar shalat.

Fase Ketiga: Menegaskan Kewajiban Shalat pada Usia Sepuluh Tahun

Memasuki usia sepuluh tahun, anak umumnya sudah lebih matang secara kognitif dan emosional. Di tahap ini, orang tua perlu mulai menegaskan bahwa shalat adalah kewajiban yang harus dijalankan secara mandiri. Anak perlu dibiasakan untuk melaksanakan shalat lima waktu tanpa harus terus-menerus diingatkan. Jika anak mulai lalai, orang tua dapat memberikan konsekuensi yang bersifat mendidik, sesuai dengan prinsip yang diajarkan Rasulullah.

Namun, ketegasan dalam pengasuhan tidak berarti menggunakan kekerasan. Ketegasan yang dimaksud adalah sikap konsisten, jelas dalam aturan, dan tetap penuh kasih sayang. Orang tua dapat memberikan tanggung jawab tambahan kepada anak, seperti mengajak adik shalat berjamaah, menyiapkan sajadah, atau mengumandangkan iqamah di rumah. 

Tanggung jawab ini akan membuat anak merasa lebih dewasa dan bangga karena dipercaya menjalankan peran penting dalam ibadah keluarga.

Belajar Mengajarkan Shalat pada Anak 

Mengajarkan shalat pada anak adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran dan keteladanan orang tua. 

Dengan pendekatan bertahap, dimulai dari menumbuhkan cinta, membiasakan gerakan dan bacaan, hingga bersikap tegas ketika anak menginjak usia 10 tahun, anak akan tumbuh dengan pemahaman bahwa shalat adalah kebutuhan, bukan beban.

Orang tua yang berhasil menanamkan shalat sejak dini telah memberikan bekal spiritual, emosional, dan moral yang sangat berharga bagi masa depan anak. 

Mengingat shalat adalah tiang agama, mengajarkannya sejak dini berarti turut menjaga pondasi kehidupan anak agar kokoh dan penuh keberkahan.

Leave A Comment:

Your email address will not be published. Required fields are marked *