Apa Itu Temper Tantrum? Mengenal Penyebab dan Cara Mengatasinya
Temper tantrum merupakan ledakan emosi yang umum terjadi pada anak-anak, terutama pada usia prasekolah. Ledakan ini dapat berupa menangis, berteriak, merengek, memukul, atau bahkan berguling-guling di lantai.
Meskipun seringkali membuat orang tua merasa kewalahan, temper tantrum sebenarnya adalah bagian normal dari perkembangan anak. Penting bagi orang tua untuk memahami penyebabnya dan belajar cara mengatasinya dengan tepat.
Temper tantrum biasanya dipicu oleh berbagai faktor, seperti frustrasi, kelelahan, kelaparan, atau keinginan untuk mendapatkan perhatian. Anak-anak pada usia ini belum memiliki kemampuan untuk mengelola emosi mereka dengan baik, sehingga mereka meluapkan perasaan mereka melalui temper tantrum.
Memahami pemicu temper tantrum pada anak dapat membantu orang tua untuk mencegahnya atau meresponsnya dengan lebih efektif.
Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih lanjut tentang penyebab temper tantrum dan cara-cara efektif untuk mengatasinya.
Kita akan mengulas bagaimana cara menenangkan anak saat temper tantrum, mengajarkan mereka keterampilan mengelola emosi, dan menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan emosi mereka. Mari kita bersama-sama belajar untuk menghadapi temper tantrum dengan sabar dan penuh pengertian.
Penyebab Temper Tantrum pada Anak
Bunda, ada beberapa penyebab temper tantrum yang perlu Anda ketahui agar si kecil tidak memuncak kembali amarahnya. Dalam teori yang disampaikan Kartono (1991) menjelaskan
Kartono (1991:13) mengatakan bahwa “temper tantrum adalah salah satu dari beberapa kelainan yang ada pada kebiasaan anak, sebagai suatu usaha untuk memaksakan kehendaknya pada orangtua, yang biasanya terlihat dalam bentuk menjerit-jerit, berteriak dan menangis sekeras-kerasnya, berguling-guling di lantai”. Hasan (2011:187) [1]Pada sejumlah anak ada beberapa ledakan emosi yang bisa menunjukkan temper tantrum pada anak. Misalnya, anak bisa menunjukkan meronta-ronta, berteriak, melempar benda, menangis dan berguling-guling.
Temper tantrum yang terjadi pada anak juga bisa terjadi saat anak mulai berusia 4 tahun yang mana mulai usia tersebut dengan perkembangan emosinya yang tidak stabil.
Belum Bisa Mengungkapkan Perasaan dengan Kata-kata
Anak-anak, terutama yang masih kecil, belum memiliki kemampuan bahasa yang cukup untuk mengungkapkan keinginan atau perasaan mereka. Ketika merasa frustasi, mereka bisa meluapkan emosinya melalui tantrum.
Dalam penelitian yang dilakukan dalam artikel ilmiah berjudul Analisis Penyebab Temper Tantrum pada Anak Usia Dini TK Aisyiyah Bustanul Athfal 52 Surabaya ( 2022) dengan tidak bisa mengungkapkan perasaannya, hal tersebut bisa terjadi karena anak yang juga merasa tidak nyaman dan merasa lelah dengan aktivitasnya. [1]Kelelahan dan Lapar
Anak yang terlalu lelah atau lapar lebih mudah tersulut emosinya. Kondisi ini membuat mereka sulit mengendalikan diri dan akhirnya melampiaskan dengan tantrum. Maka dari itu, Anda perlu memenuhi kebutuhan anak saat mengalami rasa lapar yang membuatnya tidak nyaman.
Mencari Perhatian
Kadang, anak melakukan temper tantrum untuk mendapatkan perhatian orang tua. Jika mereka merasa diabaikan atau kurang diperhatikan, tantrum bisa menjadi cara untuk menarik perhatian. Selaras dengan pertanyaan tersebut, bunda perlu mengetahui bahwa masalah keluarga yang biasanya karena cemburu dengan saudara, mendapatkan kritikan dan masih banyak lagi.
Rasa Frustasi karena Tidak Bisa Melakukan Sesuatu
Anak-anak masih dalam tahap eksplorasi dan belajar. Ketika mereka tidak bisa melakukan sesuatu sesuai keinginan, seperti menyusun balok atau mengenakan sepatu sendiri, mereka bisa merasa frustasi dan melupakannya dalam bentuk tantrum.
Ketidakseimbangan Emosi
Anak-anak masih belajar mengatur emosinya. Terkadang, mereka mengalami kesulitan dalam menenangkan diri setelah merasa marah atau kecewa, sehingga berujung pada tantrum yang hebat.
Nah, karena perasaan dan emosi anak yang tidak stabil menunjukkan anak mengalami pola asuh yang orangtua yang tidak konsisten dan kondisi anak yang mengalami mood yang buruk.
Keinginan yang Tidak Terpenuhi
Saat anak meminta sesuatu tetapi tidak mendapatkannya, mereka bisa bereaksi dengan tantrum. Ini adalah bentuk protes yang biasa terjadi, terutama pada anak yang belum memahami konsep “menunggu” atau “tidak selalu mendapatkan apa yang diinginkan”.
Cara Mengatasi Temper Tantrum pada Anak
Maka dari itu, saat Bunda mengalami fase yang sulit saat menangani anak temper tantrum maka Anda bisa melakukan beberapa hal ini untuk membantu meningkatkan kepercayaan diri Anda mengatasi temper tantrum.
Tetap Tenang dan Jangan Ikut Emosi
Bunda hal pertama yang bisa Anda lakukan adalah tetap tenang. Hati yang tenang akan membawa ketentraman jiwa sehingga Anda bisa berpikir lebih jernih. Seperti dalam Q.S Ar-Rad: 28.
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ ٢٨
alladzîna âmanû wa tathma’innu qulûbuhum bidzikrillâh, alâ bidzikrillâhi tathma’innul-qulûb
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram.
Saat anak mengalami tantrum, hal pertama yang harus dilakukan adalah tetap tenang. Jika orang tua ikut marah, situasi bisa semakin buruk. Tarik napas dalam dan hadapi tantrum dengan kepala dingin.
Abaikan Tantrum yang Tidak Berbahaya
Jika tantrum anak tidak berisiko menyakiti diri sendiri atau orang lain, biarkan mereka meluapkan emosinya. Jangan langsung memberikan apa yang mereka inginkan, karena ini bisa memperkuat kebiasaan tantrum sebagai alat untuk mendapatkan sesuatu.
Bunda bisa mempertimbangkan, jika si kecil mulai menunjukkan tindakan yang berbahaya karena kemarahan yang meledak.
Alihkan Perhatian Anak
Mengalihkan perhatian anak ke hal lain bisa membantu meredakan tantrum. Misalnya, tunjukkan mainan favoritnya, ajak melihat sesuatu yang menarik, atau ajak bernyanyi bersama.
Lakukan hal ini saat anak sudah mulai tidak bisa dikondisikan. Anda bisa mempertimbangkan untuk mengajak anak melakukan berbagai aktivitas yang bisa membantunya mengalihkan fokus dari rasa marahnya. Misalnya, ajak bermain dan aktivitas lainnya.
Ajarkan Anak Cara Mengungkapkan Emosi dengan Kata-kata
Setelah tantrum mereda, ajarkan anak untuk mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata. Misalnya, jika mereka marah karena mainannya diambil, bantu mereka mengatakan, “Aku tidak suka kalau mainanku diambil. Aku ingin main lagi.”
Cara ini akan memudahkan Bunda mengetahui apa saja yang diperlukan anak. Dengan mengkomunikasikan hal tersebut, Anda bisa memenuhi kebutuhan yang tidak bisa ia lakukan.
Beri Pelukan atau Sentuhan yang Menenangkan
Beberapa anak bisa lebih cepat tenang dengan pelukan atau sentuhan lembut dari orang tua. Ini bisa memberikan rasa aman dan membantu mereka mengatur emosinya lebih baik. Jangan lupa untuk menenangkan anak dengan memberikan pelukan dan sentuhan yang menenangkan. Hal ini bisa membuat Anda juga lebih nyaman.
Tetapkan Batasan yang Jelas dan Konsisten
Pastikan anak memahami aturan dan batasan yang berlaku. Misalnya, jika mereka tantrum di toko karena ingin membeli sesuatu, tetaplah konsisten dengan keputusan yang sudah dibuat sebelumnya.
Berikan Pujian Saat Anak Berperilaku Baik
Ketika anak mampu mengendalikan emosinya atau mengekspresikan perasaannya dengan baik, beri pujian. Ini akan mendorong mereka untuk menggunakan cara yang lebih baik dalam mengungkapkan emosinya.
Hindari Hukuman Fisik
Mengatasi tantrum dengan hukuman fisik seperti memukul atau mencubit hanya akan membuat anak semakin agresif dan bingung dalam mengelola emosinya.
Kesimpulan
Temper tantrum adalah bagian dari perkembangan anak yang normal, tetapi tetap perlu ditangani dengan bijak. Orang tua harus memahami penyebab tantrum dan menerapkan cara-cara yang tepat untuk mengatasi emosi anak. Dengan pendekatan yang lembut dan konsisten, anak akan belajar cara mengelola emosinya dengan lebih baik.
Reference
- Rifatul dkk. Analisis Penyebab Temper Tantrum pada Anak Usia Dini TK Aisyiyah Bustanul Athfal 52 Surabaya. Pedagogi: Jurnal Anak Usia Dini dan Pendidikan Anak Usia Dini. Volume 7 Nomor 1 Februari 2021