5 Tanda Anak Kurang Didengar, Bunda Perhatikan Gelagat Anak Ya
Ayah dan Bunda, setiap anak memiliki kebutuhan dasar untuk merasa didengar dan dipahami. Saat mereka merasa suaranya tidak diperhatikan, akan ada berbagai macam dampak buruk yang mempengaruhi perilakunya. Maka dari itu, Bunda harus tau berbagai tanda anak kurang didengar yang bisa saja berakibat pada kemampuan sosial di masa depan.
Kurangnya perhatian terhadap apa yang ingin disampaikan anak, baik secara verbal maupun non-verbal, dapat berdampak pada perkembangan emosional dan psikologis mereka. Penting bagi kita sebagai orang tua untuk peka terhadap sinyal-sinyal ini.
Artikel ini hadir untuk membantu Bunda mengenali lima tanda penting yang menunjukkan bahwa anak mungkin merasa kurang didengar. Kami akan membahas berbagai gelagat dan perilaku yang perlu Anda perhatikan, mulai dari perubahan suasana hati, masalah komunikasi, hingga reaksi emosional yang intens.
Dengan memahami tanda-tanda ini, diharapkan Bunda dapat lebih proaktif dalam menciptakan ruang yang aman bagi si kecil untuk berekspresi dan merasa divalidasi. Yuk, simak ulasan selengkapnya dan perhatikan gelagat anak Anda!
Tanda Anak Kurang Didengar Pendapatnya dan Akibatnya
Setiap anak memiliki kebutuhan dasar untuk didengarkan dan dipahami oleh orang tuanya. Sayangnya, tidak semua orang tua menyadari bahwa anak kurang didengar bisa berdampak besar terhadap perkembangan emosional dan sosial mereka.
Victoria Grinman seorang psikiater dan founder dari Growing Kinds Minds LCC and The Round Table Mentorship menjelaskan bahwa tanda anak tidak didengar biasanya karena anak merasa tidak aman dan terbuka pada orang tua1.
Dalam keseharian, anak-anak mungkin tidak selalu mampu mengungkapkan perasaannya secara langsung, namun mereka menunjukkan tanda-tandanya melalui perilaku.
Berikut ini adalah beberapa tanda anak kurang didengar dan dampaknya jika dibiarkan terus-menerus:
1. Anak Sering Menjadi Lebih Rewel atau Marah-Marah
Anak yang merasa kurang diperhatikan seringkali menunjukkan perilaku ekstrem untuk menarik perhatian. Mereka mungkin menangis tanpa alasan yang jelas, marah, atau mengalami tantrum sebagai bentuk ekspresi frustasi.
Menurut penelitian, anak-anak yang kurang mendapatkan validasi emosional cenderung mengalami peningkatan gejala stres serta perilaku agresif. Hal ini menunjukkan pentingnya perhatian dan respons yang hangat dari orang tua dalam setiap interaksi dengan anak.
2. Anak Sering Menarik Diri dan Tidak Banyak Bicara
Tidak semua anak yang merasa kurang didengar menunjukkan sikap agresif. Sebagian anak lebih memilih cara pasif dengan menarik diri, menjadi pendiam, serta enggan berbagi cerita tentang apa yang mereka alami.
Mereka mungkin lebih suka menyendiri karena merasa kecewa dan kurang dihargai. Perasaan ini bisa berkembang menjadi kebiasaan yang berpengaruh terhadap kemampuan mereka dalam membangun komunikasi dan relasi sosial di masa depan.
3. Anak Sering Mengulang Cerita yang Sama
Saat anak merasa bahwa ceritanya diabaikan atau tidak mendapatkan tanggapan, mereka cenderung mengulang cerita tersebut berkali-kali. Ini adalah cara mereka mencari validasi serta berharap agar kali ini orang tua benar-benar mendengarkan.
Mengulangi cerita menjadi bentuk komunikasi tidak langsung yang menunjukkan bahwa anak ingin diperhatikan. Memberikan respons penuh empati dalam setiap percakapan akan membantu anak merasa lebih dihargai dan nyaman berbagi cerita.
4. Anak Terlihat Kurang Percaya Diri
Ketika anak merasa bahwa pendapat dan perasaan mereka tidak dihargai, kepercayaan dirinya bisa semakin berkurang. Mereka menjadi lebih ragu terhadap kemampuan sendiri serta sulit mengambil keputusan secara mandiri.
Anak yang kurang mendapat perhatian emosional dari orang tua juga cenderung takut membuat kesalahan. Oleh karena itu, membangun kebiasaan mendengarkan serta memberikan validasi terhadap perasaan anak sangat penting untuk perkembangan karakter mereka.
5. Anak Mulai Mencari Perhatian di Tempat Lain
Salah satu tanda yang sering tidak disadari adalah ketika anak lebih nyaman bercerita kepada orang lain dibandingkan kepada orang tua sendiri. Mereka mungkin memilih teman, guru, atau anggota keluarga lain sebagai tempat berbagi karena merasa kurang didengar di rumah.
Jika hal ini terjadi, orang tua perlu memperbaiki pola komunikasi dengan anak agar hubungan emosional tetap terjaga. Menciptakan suasana terbuka dan menghargai perasaan anak dapat membantu mereka kembali merasa aman dan nyaman dalam berbicara kepada orang tua.
Jika tanda-tanda ini diabaikan, anak bisa mengalami dampak jangka panjang seperti kesulitan menjalin hubungan sosial, rendahnya kemampuan regulasi emosi, dan bahkan gangguan kecemasan saat remaja. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk segera bertindak.
5 Cara Menangani Anak Kurang Didengar bagi Ayah dan Bunda
Mendengarkan anak bukan sekadar membiarkan mereka berbicara, tetapi juga soal menghadirkan diri secara utuh, penuh perhatian, dan empati. Berikut adalah lima cara yang bisa dilakukan oleh Ayah dan Bunda untuk memastikan anak merasa didengarkan dan dihargai:
1. Hadir Sepenuh Hati Saat Anak Berbicara
Saat anak sedang bercerita, berikan perhatian penuh dengan menghentikan aktivitas lain, seperti memegang ponsel atau menonton TV. Tatap mata anak dan berikan respon seperti anggukan atau senyuman agar mereka merasa benar-benar didengar.
Menurut penelitian, komunikasi yang penuh perhatian memperkuat ikatan emosional antara anak dan orang tua, serta meningkatkan keterampilan sosial mereka. Dengan cara ini, anak akan lebih nyaman berbagi cerita dan merasa dihargai dalam setiap interaksi.
2. Validasi Perasaan Anak Tanpa Menghakimi
Ketika anak merasa sedih atau kecewa, hindari meremehkan perasaannya dengan komentar seperti “Ah, itu cuma mainan” atau “Jangan cengeng.” Sebaliknya, tunjukkan empati dengan berkata “Kamu kecewa ya karena mainanmu rusak? Wajar kok merasa begitu.”
Validasi seperti ini membuat anak merasa dimengerti dan dihargai. Mereka akan belajar bahwa perasaan mereka penting serta memahami bahwa orang tua selalu ada untuk mendukung dan mendengarkan mereka dengan penuh perhatian.
3. Luangkan Waktu Khusus untuk Mendengarkan
Sediakan waktu khusus setiap hari, sekitar 10–15 menit, untuk mendengar cerita anak tanpa gangguan. Bisa dilakukan sebelum tidur, saat makan bersama, atau di waktu senggang lainnya yang nyaman bagi anak dan orang tua.
Momen ini menjadi kesempatan berharga untuk membangun kedekatan emosional dengan anak. Dengan rutinitas yang konsisten, anak akan lebih terbuka dan nyaman berbicara tentang pengalaman serta perasaan mereka.
4. Libatkan Anak dalam Pengambilan Keputusan Kecil
Ajarkan anak bahwa pendapat mereka penting dengan melibatkan mereka dalam pilihan sehari-hari. Misalnya, izinkan mereka memilih baju yang ingin dikenakan, menentukan menu makan malam, atau memutuskan aktivitas keluarga di akhir pekan.
Dengan memberikan ruang bagi anak untuk mengambil keputusan kecil, mereka akan merasa lebih dihargai. Selain itu, mereka juga belajar bertanggung jawab atas pilihannya dan memahami pentingnya mengambil keputusan dengan bijak.
5. Belajar Pola Komunikasi yang Baik
Anak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar dari orang tuanya. Ketika orang tua saling mendengarkan dengan sabar, tidak memotong pembicaraan, dan memberikan tanggapan penuh empati, anak pun akan meniru pola komunikasi yang sehat.
Dengan memberikan contoh komunikasi yang positif, anak akan lebih terbiasa berinteraksi dengan cara yang sopan dan penuh perhatian. Sikap ini akan membantu mereka dalam membangun hubungan sosial yang lebih baik di lingkungan mereka.
Kesimpulan
Anak kurang didengar bukan hanya soal komunikasi yang terhambat, tapi juga menyangkut kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi. Tanda-tanda seperti menarik diri, sering marah, atau mencari perhatian di luar rumah bisa menjadi sinyal bahwa anak merasa tidak dipedulikan.
Jika dibiarkan, hal ini bisa berdampak serius pada kepercayaan diri, kemampuan bersosialisasi, hingga kesehatan mental anak.
Sebagai orang tua, kita memiliki peran penting untuk menjadi pendengar terbaik bagi anak. Dengan hadir sepenuh hati, memvalidasi perasaannya, serta membangun komunikasi dua arah yang sehat, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, terbuka, dan memiliki koneksi emosional yang kuat dengan orang tuanya.
Ingatlah bahwa anak bukan sekadar ingin didengarkan, tetapi juga ingin merasa bahwa suaranya berarti. Ketika anak merasa didengar, ia belajar untuk juga mendengarkan orang lain. Maka, jadikan rumah sebagai tempat pertama yang mengajarkan pentingnya mendengar dengan hati.
Reference
- Wendy Wisner. Parents. 13 Quiet Signs Your Child Might Be Hiding Their True Feelings. Diakses pada 2025 ↩︎