Tahap Membaca Decoding yang Salah Pada Anak dan Cara Mengatasinya yang Tepat
Ayah dan Bunda yang sedang mendampingi si kecil belajar membaca, pernahkah kita memperhatikan anak tampak kesulitan menghubungkan huruf dengan bunyinya, atau bahkan menebak-nebak kata saat membaca? Nah, tahapan dalam mengenal huruf dan bunyi tersebut disebut tahap membaca decoding Bun.
Karena adanya kesalahan pada tahap decoding, yaitu proses penting dalam menguraikan kode huruf menjadi suara, anak bisa mengalami kesulitan dalam membaca. Jika tidak diatasi dengan tepat, kesulitan ini bisa menghambat kemajuan membaca anak di masa depan.
Artikel ini hadir untuk membantu Ayah dan Bunda mengenali lebih dalam tentang tahap decoding yang benar pada anak, serta mengidentifikasi potensi kesalahan yang mungkin terjadi.
Kami akan mengulas berbagai penyebab kesalahan decoding dan yang terpenting, memberikan panduan langkah demi langkah cara mengatasi masalah ini dengan tepat dan efektif di rumah. Dengan pemahaman yang baik, kita dapat membantu si kecil membangun fondasi membaca yang kuat dan menyenangkan. Yuk, simak ulasan selengkapnya!
Mengapa Tahapan Membaca Decoding Bagi Anak Penting?
Bunda, tahapan membaca pada anak terutama bagi anak yang mulai membaca tentu memiliki tantangan tersendiri. Tahapan awal dalam membaca dan mengenal huruf disebut dengan decoding. Namun bagaimana jika penerapan pembelajaran decoding justru keliru?
Apa Itu Decoding?
Decoding adalah kemampuan anak untuk mengubah simbol tertulis (huruf) menjadi bunyi (fonem), lalu menggabungkannya menjadi kata yang bermakna. Tahapan ini menjadi dasar penting untuk memahami teks secara keseluruhan.
Anak yang tidak bisa melakukan decoding dengan baik, akan mengalami hambatan saat memahami bacaan, meskipun ia memiliki daya ingat atau kecerdasan tinggi. Decoding adalah salah satu dari lima elemen utama dalam pembelajaran membaca, bersama dengan fonemik awareness, kosakata, pemahaman bacaan, dan kelancaran membaca (fluency).
Tahapan Membaca pada Anak
Menurut segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembaca sandi (a recording and decoding prosess), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Menurut Anderson sebuah aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan atau cetakan menjadi bunyi yang bermakna (Tarigan, 2008)[1]. Proses membaca anak umumnya terdiri dari beberapa tahapan1.
1. Pra-Membaca (Usia 3–5 Tahun)
Pada tahap ini, anak mulai mengenali bentuk huruf dan suara melalui interaksi dengan buku, poster, atau permainan edukatif. Mereka tertarik dengan simbol dan bunyi bahasa, meskipun belum sepenuhnya memahami maknanya.
Pengalaman ini membantu anak mengembangkan keterampilan awal dalam membaca, seperti mengenali huruf pada benda di sekitar. Orang tua dapat mendukung dengan membacakan cerita dan mengenalkan huruf secara visual dan auditori.
2. Tahap Decoding Awal (Usia 5–7 Tahun)
Di tahap ini, anak mulai menggabungkan huruf menjadi kata sederhana melalui latihan membaca. Mereka belajar mengeja dan mengenali pola suara yang membentuk kata-kata.
Proses ini memungkinkan anak memahami hubungan antara simbol huruf dan bunyi yang dihasilkannya. Dengan latihan yang konsisten, mereka mulai memahami kata-kata dasar dan memperluas kosakata mereka.
3. Tahap Kelancaran Membaca (Usia 7–9 Tahun)
Anak mulai membaca dengan lebih cepat dan memahami isi teks yang lebih kompleks. Mereka dapat mengenali kata-kata tanpa harus mengeja setiap huruf, sehingga membaca menjadi lebih otomatis.
Pada tahap ini, pemahaman terhadap bacaan mulai meningkat, memungkinkan anak menangkap makna dalam sebuah cerita atau informasi. Latihan membaca rutin membantu mereka mengembangkan kefasihan dalam membaca.
4. Tahap Pemahaman dan Analisis (Usia 9 Tahun ke Atas)
Di usia ini, anak mampu memahami, menganalisis, dan mengevaluasi informasi dari teks yang mereka baca. Mereka mulai mengenali makna tersirat dan mampu berpikir kritis terhadap isi bacaan.
Selain memahami isi teks, mereka dapat membandingkan informasi dan menarik kesimpulan dari berbagai sumber bacaan. Pengalaman membaca yang kaya akan membentuk kemampuan berpikir analitis yang lebih mendalam.
Jika tahap decoding pada anak tidak berjalan dengan baik di fase awal, maka tahapan selanjutnya akan terhambat. Anak bisa menjadi malas membaca, tidak percaya diri, dan bahkan mengalami kesulitan belajar di semua mata pelajaran yang berbasis teks.
Nah, biasanya decoding dilakukan pada anak usia TK yakni sekitar 6-7 tahun. Pada usia ini, anak perlu memahami bacaan dengan benar sesuai dengan objek yang ia baca. Jika, anak belum memahami apa yang ia baca, hal ini akan berpengaruh pada pemahamannya pada teks.
Tanda-Tanda Tahap Decoding yang Salah
Beberapa tanda bahwa tahap decoding pada anak bermasalah antara lain:
- Sulit membedakan bunyi huruf (misalnya /b/ dan /d/)
- Sering menebak-nebak kata daripada membacanya
- Kesulitan menggabungkan huruf menjadi suku kata
- Lambat dalam membaca, meskipun sering berlatih
- Enggan membaca atau cepat frustasi saat membaca
Sebuah studi menemukan bahwa kesulitan decoding pada masa awal SD berhubungan langsung dengan rendahnya pemahaman membaca hingga SMP dan SMA. Maka dari itu, Bunda perlu menemukan cara yang tepat untuk mengetahui cara mengatasi tahapan membaca decoding yang keliru pada anak.
Cara Mengatasi Tahapan Membaca Decoding pada Anak yang Keliru
Kabar baiknya, kesalahan dalam tahap membaca decoding pada anak masih bisa diperbaiki asalkan diketahui sejak dini dan ditangani dengan strategi yang tepat. Berikut beberapa pendekatan yang bisa dilakukan oleh guru, orang tua, dan pendidik:
1. Melatih Kesadaran Fonetik
Kesadaran fonemik (phonemic awareness) adalah kemampuan untuk mendengar, mengenali, dan manipulasi bunyi dalam kata. Aktivitas seperti bermain kata, menyusun suku kata, atau bernyanyi lagu-lagu berima bisa sangat membantu membangun dasar membaca decoding.
Menariknya, hal ini sudah dilakukan oleh TK Islam Albata. Anak akan dilatih kesadaran fonem melalui menyusun kata. Aparatus bahasa yang dimiliki TK Albata akan membantu anak menyusun objek yang dibaca dan membuat anak memahami objek tersebut.
2. Gunakan Metode Multisensori
Metode seperti Orton-Gillingham atau pendekatan multisensori lainnya terbukti efektif untuk membantu anak dengan tantangan membaca decoding. Anak tidak hanya membaca dan mendengar huruf, tetapi juga menulisnya di udara, pasir, atau bahan lain agar bisa lebih memahami huruf dan bunyi secara simultan.
TK Islam Albata juga menggunakan metode multisensori untuk menemukan cara paling tepat dalam memahami sebuah bacaan. Ustadzah akan membiarkan anak meraba sebuah objek dan memintanya untuk menuliskan kembali nama tersebut dalam puzzle kata.
3. Baca Bersama Secara Teratur
Luangkan waktu untuk membaca bersama anak setiap hari. Bantu anak melafalkan kata dengan perlahan, sambil menunjuk setiap huruf. Jangan buru-buru membetulkan, berikan anak waktu untuk mencoba.
Proses membaca ini tentu akan disesuaikan dengan usia anak ya Bun. TK Islam Albata juga memberikan kesempatan belajar pada anak dengan membetulkan huruf-huruf yang akan dilafalkan anak dengan cara yang menyenangkan.
4. Dampingi dengan Kesabaran dan Validasi Emosi Anak
Banyak anak mengalami kesulitan dalam proses membaca karena pemahamannya tidak sama seperti teman-temannya. Peran emosional orang tua dan ustadzah akan membantu memaksimalkan peran ini dengan sangat penting. Katakan bahwa tidak apa-apa belajar dengan ritme yang berbeda dan bahwa mereka tetap hebat karena sedang berusaha.
TK Islam Albata memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran. Ustadzah akan membantu anak menyelesaikan bacaan menggunakan sensorik dan menyebutkan objek yang dibaca. Hal ini membantu anak memahami bentuk objek dan tulisannya.
6. Pertimbangkan Evaluasi Profesional
Jika setelah berbulan-bulan anak masih mengalami hambatan besar dalam membaca decoding, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan psikolog pendidikan atau terapis belajar. Mereka bisa membantu menganalisis apakah ada gangguan spesifik seperti disleksia.
Awal mula membaca anak perlu memahami fonem. Jika anak belum mengerti dengan kemampuan membaca decoding pada anak dengan disleksia dan gangguan membaca lainnya.
Setiap Anak Bisa Belajar Membaca dengan Tepat Bersama TK Islam Albata
Kesalahan pada tahap membaca decoding pada anak bukanlah akhir dari segalanya. Dengan pendekatan yang konsisten, penuh kasih, dan berbasis ilmu, anak-anak bisa kembali menemukan kepercayaan diri dan kecintaan mereka terhadap membaca.
Maka dari itu, penting bagi orang tua dan pendidik untuk memahami bahwa decoding bukan sekadar soal mengajarkan huruf, tapi tentang membangun literasi pada anak. Bersama TK Islam Albata anak akan belajar metode belajar yang menyenangkan.
TK Islam Albata menyediakan kurikulum komprehensif sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah. Anak tidak hanya akan belajar mengenai pembelajaran umum namun terdapat nilai-nilai islam yang membantu menumbuhkan karakter islam pada anak. Selain itu, kami telah bersertifikat montessori terbaik yang memberikan metode dengan berfokus pada perkembangan anak.
Nah, bunda mengingat banyaknya keuntungan bergabung dengan TK Albata, jangan ragu untuk menyekolahkan ananda ke TK Albata. TK Albata memiliki kurikulum komprehensif terkait pendidikan anak usia dini serta penerapan keislaman untuk membantu meningkatkan iman si kecil.
Tunggu apalagi, segera daftarkan buah hati Anda bersama TK Montessori Islami Albata. Untuk informasi selengkapnya cek di akun instagram @albata.id atau menghubungi admin dengan klik button whatsapp dibawah ini.
Reference
- Khusnul Laely. 2022. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Melalui Penerapan Media Kartu Gambar. Jurnal Anak Usia Dini. Vol 7 No 2. PAUD Universitas Negeri Jakarta. ↩︎