Apa Jadinya Jika Perilaku Anak Tidak Sesuai Gender? Ini yang Harus Dilakukan Orang Tua
Ayah dan Bunda, terkadang kita mungkin mengamati perilaku anak yang terasa “tidak biasa” atau anak tidak sesuai gender pada umumnya. Misalnya, anak perempuan yang lebih suka bermain mobil-mobilan dan tidak tertarik boneka, atau anak laki-laki yang lebih ekspresif dan menyukai kegiatan yang biasanya diasosiasikan dengan perempuan.
Situasi ini bisa menimbulkan pertanyaan, kekhawatiran, atau bahkan kebingungan bagi orang tua. Penting untuk diingat bahwa setiap anak adalah individu unik dengan preferensi dan ekspresi diri mereka sendiri. Anda tidak perlu panik, sebab ada cara yang bisa Anda lakukan untuk mencegah hal ini.
Artikel ini hadir untuk membantu Ayah dan Bunda memahami apa yang harus dilakukan jika perilaku anak tidak sesuai gender. Kami akan membahas pentingnya menciptakan lingkungan yang mendukung dan tidak menghakimi, bagaimana membedakan antara eksplorasi normal dan indikasi yang lebih dalam, serta kapan saatnya mencari saran profesional.
Dengan pendekatan yang penuh kasih sayang dan pengertian, diharapkan kita dapat membantu si kecil tumbuh menjadi pribadi yang otentik dan percaya diri, tanpa membatasi mereka pada stigma gender. Yuk, simak penjelasan selengkapnya!
Mengapa Penting Mengenalkan Gender Sesuai Fitrah kepada Anak?
Di masa awal pertumbuhannya, anak sedang aktif menjelajah dan mencari tahu tentang dirinya dan dunia di sekitarnya. Pada tahap ini, mereka mulai membentuk pemahaman tentang siapa mereka dan bagaimana mereka berinteraksi.
Namun, orang tua kadang merasa khawatir saat melihat anak menunjukkan minat di luar stereotip gender. Padahal, banyak perilaku tersebut wajar terjadi sebagai bagian dari proses eksplorasi dan perkembangan.
Meskipun demikian, penting bagi orang tua untuk tetap memberi panduan mengenai konsep gender sesuai fitrah. Tujuannya bukan membatasi, melainkan membimbing anak agar mengenal jati dirinya dan perannya dalam masyarakat secara sehat.
1. Anak Membutuhkan Arah dalam Mengenali Identitasnya
Di usia dini, anak sangat membutuhkan panduan yang jelas dalam mengenali siapa dirinya. Tanpa pemahaman yang cukup, anak bisa mengalami kebingungan saat beranjak besar, terutama dalam hal peran gender.
Teori perkembangan Erik Erikson menjelaskan bahwa identitas diri mulai terbentuk sejak kecil. Termasuk di dalamnya identitas gender, yang menjadi dasar untuk membangun rasa percaya diri dan kejelasan diri.
2. Gender Membantu Anak Menyadari Perannya dalam Lingkungan Sosial
Mengenalkan perbedaan gender tidak berarti membatasi ruang gerak atau impian anak. Justru, hal ini membekali anak dengan pemahaman tentang tanggung jawab dan peran sosialnya sebagai laki-laki atau perempuan.
Pemahaman ini juga berkaitan dengan nilai-nilai budaya dan spiritual dalam keluarga. Anak akan lebih siap menjalani kehidupannya dengan tahu batasan, tanggung jawab, dan nilai yang sesuai dengan jati dirinya.
3. Membantu Anak Menghindari Kebingungan Sosial
Anak yang dibimbing dengan pemahaman gender yang sehat akan lebih mudah menempatkan diri dalam lingkungan sosial. Ia tahu cara bersikap dengan percaya diri tanpa merasa bingung atau ragu.
Hal ini penting agar anak tidak gamang saat menghadapi tekanan sosial. Dengan identitas yang jelas, anak lebih stabil secara emosi dan lebih mampu membangun hubungan sosial yang sehat.
4. Menumbuhkan Rasa Percaya dan Bangga terhadap Diri Sendiri
Saat anak merasa didukung untuk menjadi dirinya yang sejati, ia akan tumbuh dengan rasa percaya diri yang kuat. Ia bangga menjadi siapa dirinya tanpa merasa harus menyesuaikan diri dengan tekanan luar.
Penguatan identitas yang positif sejak dini akan menjadi bekal penting dalam menghadapi dunia yang penuh pengaruh dan opini. Anak jadi lebih teguh dan tidak mudah terombang-ambing oleh tren yang bertentangan dengan nilai keluarga.
5. Membentuk Karakter yang Utuh pada Anak
Pendekatan yang seimbang dalam mengenalkan gender akan menumbuhkan pribadi yang tangguh dan peduli. Anak laki-laki bisa belajar menjadi penyayang, sementara anak perempuan bisa dilatih menjadi berani dan mandiri.
Dengan demikian, anak tidak hanya tumbuh sesuai fitrahnya, tetapi juga memiliki kecerdasan emosional dan sosial yang baik. Inilah pondasi karakter yang kokoh untuk menjalani kehidupan yang harmonis.
Cara Bijak Mengenalkan Perbedaan Gender pada Anak Sejak Usia Dini
Mengenalkan gender kepada anak bukan tentang memberi batasan yang kaku, melainkan membimbing mereka sesuai fitrah yang Allah berikan dan nilai-nilai keluarga yang dianut.
Pendekatan ini bukan untuk membatasi, tapi membantu anak memahami jati dirinya dan bagaimana berperan dalam masyarakat.
Selaras dengan penjelasan psikolog anak dan keluarga Dr Irfan Aulia M.Psi, beliau menjelaskan bahwa orang tua perlu tegas dalam menjelaskan fitrah anak. Sebab anak yang berperilaku tidak sesuai ini bisa diakibatkan dari social learning.
Anak perlu dibesarkan sesuai dengan fitrahnya. Ayah dan Bunda bisa mengenalkan anak sedini mungkin, saat anak mulai bisa membedakan siang-malam, kanan dan kiri dan sebagainya.
Selain itu, pentingnya peran memberikan pendidikan gender yang tepat sesuai dengan jenjang usianya. Hal ini akan memudahkan anak untuk memahami jenis kelamin dan gender pada anak yang tepat.
Salah satu solusi yang dianggap dapat memberikan pengaruh signifikan dalam menekan angka diskriminasi gender adalah adanya pendidikan gender yang diajarkan sejak dini, hal ini karena secara umum norma gender secara langsung maupun tidak langsung seringkali dilanggengkan dalam sistem pendidikan. Hal ini terlihat dari berbagai kurikulum yang seringkali mengandung arahan terselubung dalam presentasi buku maupun cara mengajar yang memberikan sebuah pengecualian dalam memperlakukan individu utamanya terhadap gender atau jenis kelamin tertentu. Selain itu, salah satu alasan mengapa perempuan masih mendapat perlakuan berdasar stereotip gender terutama di dunia pendidikan adalah karena dunia akademisi juga masih didominasi oleh profesi-profesi laki-laki (Curtis 2011 dalam Mitchell & Martin 2018)1.
Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan orang tua untuk membantu anak mengenal gender dengan cara yang sehat dan penuh makna:
1. Gunakan Bahasa yang Tepat Bagi Anak Sesuai Usianya
Saat berbicara dengan anak, ajarkan nama anggota tubuh sesuai jenis kelaminnya dan biasakan menggunakan kata ganti yang tepat. Anak juga bisa dikenalkan pada peran laki-laki dan perempuan melalui aktivitas harian yang biasa mereka lihat.
Contohnya, orang tua bisa berkata, “Ayah bekerja dan Ibu memasak, tapi Ayah juga bisa bantu memasak, dan Ibu juga bisa bekerja.” Pendekatan yang alami ini membuat anak paham bahwa peran gender bisa dijalani secara fleksibel dan saling melengkapi.
2. Gunakan Cerita dan Sosok Teladan sebagai Media Belajar
Cerita adalah media yang efektif untuk memperkenalkan peran gender tanpa tekanan. Melalui buku bergambar atau dongeng anak, anak bisa belajar dari tokoh laki-laki dan perempuan yang menampilkan karakter positif dan inspiratif.
Pilihlah kisah yang menggambarkan keberanian, kepedulian, dan tanggung jawab, baik dari tokoh laki-laki maupun perempuan. Hal ini membantu anak bangga terhadap jati dirinya dan memahami bahwa setiap peran memiliki nilai yang berharga.
3. Beri Ruang Ekspresi Tapi Tetap Berikan Arah
Anak boleh mencoba berbagai bentuk permainan sebagai bagian dari eksplorasi. Jika anak laki-laki ingin bermain masak-masakan atau anak perempuan bermain mobil-mobilan, orang tua tidak perlu buru-buru melarang.
Namun, tetap arahkan anak secara lembut bahwa setiap peran memiliki ciri khas dan tanggung jawabnya masing-masing. Dengan cara ini, anak merasa bebas berekspresi namun tetap memahami batas dan nilai peran sosialnya.
4. Ciptakan Komunikasi yang Terbuka dan Tidak Menghakimi
Saat anak menunjukkan perilaku yang berbeda dari harapan, jangan langsung menolak atau mengoreksi. Lebih baik ajak anak berdiskusi dengan suasana yang nyaman dan penuh rasa ingin tahu.
Tanyakan apa yang membuatnya tertarik dan dengarkan jawabannya dengan empati. Komunikasi yang terbuka ini menjadi pondasi penting bagi anak untuk tumbuh sebagai pribadi yang memahami diri tanpa takut dikritik.
5. Jadikan Nilai Agama dan Budaya sebagai Kompas Pengasuhan
Dalam ajaran Islam, peran laki-laki dan perempuan tidak hanya dibedakan secara fisik, tetapi juga melalui fungsi sosial dan spiritualnya. Anak perlu dikenalkan pada nilai-nilai ini agar punya pegangan dalam memahami identitasnya.
Orang tua bisa menyampaikan ajaran tersebut secara hangat dan relevan dengan keseharian anak. Dengan begitu, anak tumbuh tidak hanya mengenal siapa dirinya, tetapi juga bangga menjalankan perannya sesuai nilai yang diyakininya.
Kesimpulan
Perilaku anak tidak sesuai gender tidak selalu berarti ada masalah serius. Seringkali hal itu adalah bagian dari proses anak mengeksplorasi diri dan lingkungannya.
Namun, sebagai orang tua, penting untuk hadir sebagai pembimbing yang bijak mengenalkan perbedaan gender secara natural, positif, dan sesuai dengan fitrah serta nilai keluarga.
Dengan komunikasi yang baik, pemahaman agama dan budaya, serta pola pengasuhan yang terbuka namun terarah, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, seimbang, dan memiliki identitas diri yang kuat.
Ingatlah bahwa anak belajar dari contoh, bukan hanya dari kata-kata. Maka, peran ayah dan ibu sebagai teladan sangatlah penting dalam proses ini.
Reference
- Dilema Bias dan Pendidikan Gender pada Anak Usia Dini. Pusat Studi Sosial Asia Tenggara Universitas Gajah Mada. Diakses pada 2022. ↩︎