5 Penyebab Ibu Mudah Marah, Bukan Galak Ini Alasannya
Ayah dan Bunda, pernahkah Anda merasa bahwa ibu di rumah lebih sering menunjukkan emosi marah dibandingkan anggota keluarga lain? Label “galak” mungkin tersemat, padahal di balik kemarahan itu, seringkali ada berbagai faktor yang tidak disadari. Anda perlu mengetahui penyebab ibu mudah marah dan solusi yang tepat.
Menjadi ibu adalah peran yang menuntut, penuh dedikasi, namun juga sarat dengan tekanan dan tantangan yang bisa menguras energi fisik dan mental. Memahami akar penyebab kemarahan ini penting agar kita bisa memberikan dukungan yang tepat, bukan hanya penilaian.
Artikel ini hadir untuk mengupas tuntas lima penyebab umum mengapa ibu lebih mudah marah, dan mengapa ini bukan sekadar masalah sifat “galak”. Kami akan membahas faktor-faktor seperti kurang tidur, beban mental yang berlebihan, kurangnya dukungan, hingga tekanan ekspektasi.
Dengan memahami alasan di balik emosi ini, diharapkan Ayah dapat lebih peka dan Bunda bisa menemukan cara untuk mengelola emosi dengan lebih sehat. Yuk, simak penjelasan selengkapnya agar keluarga menjadi lebih harmonis dan penuh pengertian!
Penyebab Ibu Lebih Mudah Marah
Menjalani peran sebagai ibu sering kali diiringi dengan berbagai tekanan, baik fisik maupun emosional.
Dalam sebuah penelitian, bahkan sikap marah yang ditunjukkan ibu dialami karena berbagai faktor salah satunya adalah gen.
“Commonly, financial problems are considered as the trigger for stresses in families which are eventually decrease the parenting quality,” said Dr Dohoon Lee, from New York University as quoted by Daily Mail today. As it revealed, economy problems were not the sole cause of the harsh parenting. The research found that more than half of US parents have type of gene which is known as DRD2. The gene control dopamine, behavior, and mood which are then controlling the brain activities.
Namun, tidak hanya itu, ada sejumlah faktor yang menyebabkan Ibu lebih mudah marah dan memiliki tingkat emosional besar. Berikut beberapa faktor yang dapat membuat ibu lebih mudah mengalami emosi tinggi dalam kesehariannya.
1. Kelelahan Fisik dan Kurang Tidur
Salah satu faktor utama yang membuat ibu lebih mudah marah adalah kelelahan fisik yang terjadi secara terus-menerus. Bangun tengah malam karena anak menangis, tugas rumah tangga yang tiada henti, serta berbagai tanggung jawab lain yang tidak terlihat, semuanya menguras energi ibu.
Menurut penelitian dalam Journal of Sleep Research, kurang tidur memiliki dampak besar terhadap regulasi emosi seseorang. Kondisi ini membuat ibu lebih sensitif terhadap stres dan lebih sulit mengendalikan perasaan, yang akhirnya memicu ledakan emosi.
2. Tekanan Mental yang Tidak Terekspresikan
Banyak ibu yang merasa harus selalu kuat dan menahan emosi agar tetap terlihat baik di depan keluarga. Padahal, perasaan yang tidak terolah dengan baik dapat menumpuk dan menyebabkan luapan kemarahan yang tiba-tiba.
Studi dalam Journal of Affective Disorders menemukan bahwa stres yang terus-menerus disimpan tanpa penyaluran dapat meningkatkan risiko iritabilitas serta ledakan emosi yang tidak terduga. Tanpa ruang untuk mengekspresikan perasaan, tekanan ini dapat semakin berat.
3. Ketidakseimbangan Hormon
Perubahan hormon pasca melahirkan, saat menstruasi, atau saat menyusui berperan besar dalam mengatur suasana hati ibu. Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron dapat menyebabkan perubahan emosi yang drastis.
Kondisi ini dapat membuat ibu lebih mudah merasa frustrasi atau tersinggung tanpa alasan yang jelas. Jika tidak ditangani dengan baik, efeknya bisa mempengaruhi kesejahteraan mental ibu serta hubungan dengan keluarga.
4. Kurangnya Dukungan Sosial dan Emosional
Ibu yang merasa menjalani semua tanggung jawab sendiri tanpa dukungan dapat mengalami kelelahan emosional yang besar. Ketika tidak ada tempat untuk berbagi cerita atau mendapatkan bantuan, beban yang ditanggung terasa semakin berat.
Penelitian dalam Journal of Family Psychology menekankan bahwa dukungan dari pasangan serta lingkungan sosial berperan penting dalam menjaga kesehatan mental ibu. Kehadiran sistem pendukung yang kuat dapat membantu ibu merasa lebih dihargai dan tidak merasa sendiri.
5. Beban Mental yang Tidak Terlihat atau Mental Load
Selain tugas fisik, ibu juga mengelola banyak hal dalam pikirannya, seperti jadwal imunisasi anak, menu makanan, urusan sekolah, hingga kebutuhan rumah tangga. Semua hal ini menjadi tanggung jawab yang sering kali tidak disadari orang lain.
Mental load ini dikenal sebagai beban kerja tak terlihat yang dapat menguras energi secara emosional. Beban yang terus-menerus dipikirkan tanpa keseimbangan dapat menjadi faktor utama yang membuat ibu lebih mudah mengalami stres dan kemarahan.
5 Cara Mengatasi Ibu Mudah Marah dan Emosional di Rumah
Menjadi ibu bukan berarti harus sempurna. Mengelola emosi adalah keterampilan yang bisa dilatih, dan kemarahan bukan tanda bahwa Bunda gagal. Berikut lima cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi emosi negatif dan kembali tenang.
1. Ambil Waktu untuk Diri Sendiri
Self-care bukanlah bentuk egoisme, melainkan cara untuk memulihkan energi. Luangkan waktu 10 hingga 15 menit setiap hari untuk menikmati aktivitas yang disukai, seperti membaca, bernafas dalam, atau berjalan santai di pagi hari.
Menurut penelitian dalam Mindfulness Journal, praktik sederhana seperti mindfulness dan waktu pribadi terbukti efektif dalam menurunkan tingkat kemarahan serta meningkatkan kesejahteraan emosional. Memberikan diri waktu untuk istirahat adalah langkah penting dalam menjaga ketenangan pikiran.
2. Komunikasikan Kebutuhan dengan Pasangan
Jangan memikul beban sendirian, ibu berhak mendapatkan dukungan dan didengar. Bicarakan perasaan serta kebutuhan dengan pasangan secara terbuka dan jujur agar keseimbangan peran dalam keluarga lebih baik.
Hindari asumsi bahwa pasangan sudah memahami semuanya tanpa diberi tahu. Komunikasi yang empatik adalah kunci dalam membangun hubungan yang saling mendukung, sehingga ibu tidak merasa kewalahan dalam menjalani perannya.
3. Kurangi Perfeksionisme
Tidak semua hal harus berjalan sempurna. Tugas rumah yang belum selesai atau anak yang belum mampu menjaga kerapihan bukanlah tanda kegagalan ibu. Belajar menerima ketidaksempurnaan dapat membantu mengurangi tekanan yang dirasakan.
Fokuslah pada hal yang benar-benar penting dan delegasikan tugas jika memungkinkan. Dengan menetapkan prioritas secara realistis, ibu bisa menjalani keseharian dengan lebih ringan dan tanpa beban berlebih.
4. Latih Teknik Regulasi Emosi
Saat emosi mulai memuncak, coba lakukan teknik pernapasan dalam selama beberapa menit atau menuliskan perasaan dalam jurnal. Latihan ini membantu meredakan stres serta meningkatkan kesadaran dalam menghadapi situasi yang menekan.
Berbagai studi dalam bidang psikologi menunjukkan bahwa teknik pernapasan dan journaling dapat mengurangi intensitas emosi negatif. Dengan mengenali dan mengelola perasaan dengan cara yang sehat, ibu dapat tetap tenang dalam menghadapi tantangan sehari-hari.
5. Bergabung dengan Komunitas atau Support Group
Berbagi cerita dengan sesama ibu yang menghadapi pengalaman serupa dapat memberikan rasa lega. Melalui komunitas, ibu dapat saling mendukung, bertukar pikiran, serta mendapatkan perspektif baru dalam menghadapi peran sebagai orang tua.
Dukungan sosial terbukti dapat mencegah perasaan terisolasi yang sering menjadi pemicu ledakan emosi. Dengan berada di lingkungan yang memahami, ibu bisa lebih mudah mengatasi tantangan tanpa merasa sendirian.
Kesimpulan
Bunda, menjadi ibu memang bukan peran yang mudah. Jika akhir-akhir ini merasa cepat marah atau tersinggung, bukan berarti Bunda adalah ibu yang buruk. Sebaliknya, itu tanda bahwa tubuh dan jiwa Bunda sedang memberi sinyal bahwa ada kebutuhan yang belum terpenuhi.
Dengan memahami penyebab ibu mudah marah dan mencari cara mengelola emosi, Bunda bisa kembali menjadi pribadi yang lebih tenang dan hangat di rumah.
Penting bagi seluruh anggota keluarga, terutama pasangan, untuk menyadari bahwa ibu juga butuh ruang, dukungan, dan pengertian.
Rumah tangga yang sehat bukan yang sempurna, tapi yang saling menguatkan di tengah kekurangan. Karena ketika ibu bahagia dan tenang, anak dan keluarga pun akan ikut merasakan dampaknya.
Reference
Dohoon Lee. New York University. Daily Mail Todak. Diakses pada 2025