Penyebab Anak Suka Melawan dan Cara Mengatasi yang Tepat
Ayah dan Bunda, pernahkah si kecil tiba-tiba menunjukkan sikap menentang, menolak perintah, atau bahkan berteriak saat keinginannya tidak dituruti? Perilaku “melawan” pada anak memang seringkali membuat orang tua bingung dan frustasi. Anak suka melawan tentu harus diatasi dengan cara yang tepat.
Rasanya sudah melakukan yang terbaik, tapi kenapa anak jadi sulit diatur? Penting untuk diingat bahwa di balik setiap perilaku ada penyebabnya, dan memahami alasan di balik sikap menentang anak adalah langkah pertama untuk menemukan solusi yang tepat dan penuh kasih sayang.
Artikel ini hadir untuk membantu Ayah dan Bunda mengenali berbagai penyebab umum mengapa anak suka melawan, serta memberikan cara mengatasi yang tepat dan efektif. Kami akan mengupas faktor-faktor seperti kebutuhan akan kemandirian, cara mereka berkomunikasi, hingga pengaruh lingkungan.
Dengan memahami akar masalahnya, diharapkan Anda tidak lagi sekadar merespons perilaku, tetapi juga dapat membangun komunikasi yang lebih baik dan mengajarkan si kecil cara mengekspresikan diri secara positif. Yuk, kita simak penjelasannya agar pengasuhan lebih tenang dan terarah!
Penyebab Anak Suka Melawan yang Perlu Diketahui
Setiap anak pasti pernah menunjukkan sikap menolak, membantah, atau bahkan melawan perintah orang tuanya. Ini sering kali membuat orang tua bingung, kesal, bahkan merasa gagal dalam mendidik.
Dalam sebuah artikel internasional 7 Reason Kids Do the Opposite of What you Say menjelaskan ada berbagai alasan mengapa anak suka menentang. Mulai dari menguji kesabaran hingga rasa penasaran yang ia miliki1.
Sometimes kids want to test your patience, and they willingly do the opposite of what you say. They may have no wrong intention behind it but only wish to see when you would give up on their weird behavior.
Namun sebelum terburu-buru menilai bahwa anak tidak sopan, penting bagi orang tua untuk memahami bahwa anak suka melawan bukan berarti ia nakal atau tidak bisa diatur. Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku ini, dan dengan pemahaman yang tepat, kita bisa mencari solusi yang sesuai.
Berikut beberapa penyebab umum yang dapat membuat anak sering melawan:
1. Masa Perkembangan Anak
Menurut teori Erik Erikson tentang tahap perkembangan psikososial, anak usia 3 hingga 6 tahun berada dalam fase inisiatif vs rasa bersalah. Mereka mulai menyadari bahwa mereka adalah individu yang terpisah dari orang tua dan ingin menunjukkan kemauan sendiri dalam berbagai hal.
Ekspresi kemandirian ini sering kali muncul dalam bentuk penolakan terhadap aturan atau instruksi. Orang tua perlu memahami bahwa ini bukan sekadar perilaku “melawan,” melainkan bagian dari proses anak dalam mengembangkan rasa percaya diri dan identitas diri mereka.
2. Kurangnya Keterampilan Mengelola Emosi
Anak yang belum mampu mengungkapkan perasaan mereka dengan kata-kata sering menunjukkan frustasi melalui tindakan. Melawan, membentak, atau tantrum bisa menjadi cara mereka mengekspresikan kemarahan, kekecewaan, atau rasa lelah.
Dalam situasi seperti ini, penting bagi orang tua untuk membantu anak mengenali emosinya. Memberikan mereka ruang untuk menyatakan perasaan yang dialami dan menawarkan strategi menenangkan diri yang sehat dapat membantu mereka belajar mengelola emosi dengan lebih baik.
3. Lingkungan yang Tidak Konsisten
Anak-anak membutuhkan aturan yang jelas dan konsisten agar merasa aman. Jika aturan di rumah sering berubah atau berbeda antara satu orang tua dengan yang lain, mereka akan merasa bingung mengenai mana yang harus diikuti.
Ketidakkonsistenan ini dapat memicu anak untuk bersikap melawan karena mereka merasa tidak memiliki pegangan yang pasti. Oleh karena itu, orang tua perlu berkomitmen dalam memberikan pedoman yang jelas dan tetap dalam pola asuh mereka.
4. Kurangnya Koneksi Emosional dengan Orang Tua
Penelitian dalam Journal of Developmental and Behavioral Pediatrics menunjukkan bahwa hubungan emosional yang lemah antara orang tua dan anak bisa menjadi pemicu perilaku agresif atau pembangkangan. Anak yang merasa kurang diperhatikan atau tidak didengar akan mencari perhatian melalui sikap negatif.
Meluangkan waktu berkualitas bersama anak, mendengarkan mereka dengan penuh perhatian, serta menunjukkan kasih sayang tanpa syarat dapat membantu membangun ikatan emosional yang lebih kuat. Dengan koneksi yang baik, anak akan lebih mudah diajak bekerja sama dalam keseharian.
5. Pola Asuh yang Terlalu Otoriter atau Sebaliknya Terlalu Bebas
Pola asuh yang terlalu kaku dan menuntut kepatuhan mutlak tanpa ruang dialog dapat membuat anak merasa tertekan, sehingga mereka bereaksi dengan perlawanan sebagai bentuk pembelaan diri.
Sebaliknya, pola asuh yang terlalu permisif bisa membuat anak merasa tidak memiliki batasan yang jelas. Mereka mungkin menguji batas yang ada untuk memahami apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan. Oleh karena itu, keseimbangan antara kedisiplinan dan fleksibilitas sangat penting dalam pola asuh.
6. Tuntutan atau Ekspektasi yang Tidak Sesuai Usia Anak
Tanpa disadari, orang tua kadang menuntut anak berperilaku seperti orang dewasa. Misalnya, mengharapkan anak berusia 4 tahun duduk tenang selama satu jam tanpa aktivitas, padahal kemampuan mereka dalam mempertahankan perhatian masih sangat terbatas.
Saat anak tidak mampu memenuhi ekspektasi tersebut lalu bereaksi dengan penolakan atau kemarahan, sering kali mereka dianggap “melawan.” Padahal, yang terjadi adalah mereka berusaha menunjukkan keterbatasan mereka dalam memahami dan memenuhi tuntutan tersebut.
7. Pengaruh Media dan Lingkungan Sosial
Anak-anak masa kini sangat mudah terpapar berbagai media dan interaksi sosial di luar rumah. Sikap suka membantah bisa saja mereka tiru dari karakter televisi, media sosial, atau teman sebaya yang memiliki kebiasaan serupa.
Orang tua perlu lebih selektif dalam memilih tontonan dan lingkungan sosial anak. Dengan memberikan bimbingan yang tepat serta membiasakan percakapan tentang perilaku yang baik, anak dapat mengembangkan pemahaman tentang batasan dan etika dalam berinteraksi.
Dengan memahami bahwa anak suka melawan sering kali merupakan bentuk komunikasi, kita sebagai orang tua bisa lebih bijak dan tenang dalam meresponsnya.
5 Cara Mengatasi Anak Suka Melawan
Menghadapi anak yang suka melawan memang tidak mudah. Namun bukan berarti tidak bisa diatasi. Berikut tujuh cara yang bisa Anda terapkan di rumah secara konsisten:
1. Bangun Komunikasi Dua Arah Sejak Dini
Alih-alih hanya memberikan instruksi, biasakan mengajak anak berdiskusi mengenai berbagai hal. Tanyakan pendapat mereka dan berikan ruang untuk mengekspresikan perasaan agar mereka merasa dihargai serta lebih nyaman dalam berkomunikasi.
Komunikasi yang sehat membantu anak lebih terbuka terhadap orang tua dan membangun hubungan yang lebih erat. Ketika mereka merasa didengar, mereka cenderung lebih kooperatif serta memiliki kepercayaan diri yang lebih baik dalam mengungkapkan pendapatnya.
2. Tetapkan Aturan yang Konsisten dan Jelas
Anak membutuhkan batasan yang tegas tetapi tetap diberikan dengan penuh kasih sayang. Buatlah aturan yang sederhana dan mudah dipahami sesuai usia mereka agar mereka bisa mengikuti dengan baik.
Konsistensi sangat penting dalam menetapkan aturan. Jika suatu kebiasaan, seperti larangan menonton sebelum tidur, telah ditetapkan, maka harus diterapkan setiap hari. Dengan cara ini, anak akan memahami bahwa aturan bukan sesuatu yang bisa dinegosiasikan setiap waktu.
3. Beri Pilihan agar Anak Merasa Berdaya
Daripada memberi perintah langsung, berikan pilihan agar anak merasa memiliki kendali atas keputusan mereka. Misalnya, alih-alih berkata “Kamu harus pakai baju ini”, ubah menjadi “Kamu ingin memakai baju merah atau biru hari ini?”
Memberikan opsi kecil seperti ini membantu anak merasa dihargai dan mengurangi kecenderungan untuk menolak. Mereka belajar bahwa keputusan mereka berpengaruh, sekaligus tetap dalam batasan yang telah ditetapkan oleh orang tua.
4. Kendalikan Diri Sebelum Bereaksi
Saat anak menunjukkan perlawanan, hindari merespons dengan kemarahan yang spontan. Luangkan waktu untuk menarik napas dalam-dalam dan tenangkan diri sebelum memberikan reaksi terhadap perilaku mereka.
Anak belajar dari cara orang tua bersikap dalam situasi sulit. Ketika orang tua tetap tenang dalam menghadapi konflik, mereka juga akan lebih mudah belajar mengelola emosinya dengan cara yang sehat dan terkendali.
5. Pahami Penyebab Emosi Anak
Sikap anak seringkali dipengaruhi oleh faktor emosional yang tidak langsung terlihat. Cobalah untuk mengenali penyebab di balik perilakunya, apakah mereka sedang kelelahan, lapar, atau merasa cemas terhadap sesuatu.
Dengan memahami kebutuhan emosional anak, orang tua dapat memberikan respons yang lebih tepat serta membantu mereka mengatasi perasaan yang mengganggu. Pendekatan yang penuh empati akan memperkuat hubungan antara orang tua dan anak serta membangun pola komunikasi yang lebih sehat.
Kesimpulan
Ketika anak suka melawan, sebenarnya mereka sedang menunjukkan bahwa mereka memiliki perasaan, pemikiran, dan kebutuhan yang belum bisa mereka sampaikan dengan cara yang tepat. Orang tua memiliki peran penting dalam menjadi pendengar yang sabar, pembimbing yang bijak, dan panutan dalam mengelola emosi.
Perlu diingat bahwa fase ini adalah bagian dari proses tumbuh kembang anak yang normal. Dengan pendekatan yang penuh empati, komunikasi yang terbuka, serta aturan yang konsisten, orang tua dapat membantu anak belajar mengungkapkan dirinya dengan cara yang sehat.
Mari kita lihat sikap melawan anak bukan sebagai masalah, tapi sebagai peluang untuk membangun hubungan yang lebih kuat antara orang tua dan anak.
Reference
- Why Kids Do The Opposite of Whatever We Say. The Art of Living. Diakses pada 2025. ↩︎