Mengenal Imajinasi dan Fantasi Anak Menurut Montessori
Ayah dan Bunda, sebenarnya imajinasi dan fantasi anak dalam pendekatan pendidikan montessori seperti apa sih? Apa benar montessori dan imajinasi tidak selaras? Menariknya, metode pendidikan yang menekankan pada realitas dan pengalaman langsung ini mungkin terlihat bertentangan dengan konsep imajinasi.
Namun, Montessori justru memiliki perspektif yang menarik dan mendalam tentang bagaimana imajinasi dan fantasi berkembang pada anak, serta bagaimana orang tua dan pendidik dapat mendukung proses ini secara tepat.
Artikel ini hadir untuk mengupas tuntas bagaimana Maria Montessori memandang imajinasi dan fantasi pada anak-anak. Kita akan membahas tahapan perkembangan imajinasi menurut Montessori, perbedaan antara imajinasi dan fantasi pada usia yang berbeda, serta bagaimana lingkungan belajar Montessori yang berbasis pada realitas justru menstimulasi imajinasi anak secara alami dan sehat.
Dengan memahami perspektif Montessori tentang hal ini, diharapkan Ayah dan Bunda dapat lebih bijak dalam mendampingi dunia imajinatif buah hati tercinta. Yuk, kita simak penjelasannya!
Mengenal Imajinasi dan Fantasi Menurut Montessori
Dalam dunia anak-anak memiliki fantasi dan imajinasi merupakan hal yang lumrah. Seringkali kita melihat anak bermain menjadi dokter, menyamar menjadi pahlawan super, atau berbicara dengan boneka seolah-olah itu nyata. Namun, bagaimana sebenarnya pandangan Montessori tentang imajinasi dan fantasi anak?
Metode Montessori, yang dikembangkan oleh Dr. Maria Montessori, memiliki pendekatan tersendiri dalam membedakan antara imajinasi dan fantasi. Bahkan Dr Maria Montessori menjelaskan bahwa imajinasi merupakan bagian dari kebenaran.
“We often forget that the imagination is a force for the discovery of truth.” Maria Montessori.
Montessori percaya bahwa imajinasi adalah bagian penting dari kecerdasan manusia, tetapi harus dibangun dari dasar yang nyata terlebih dahulu.
Sementara itu, fantasi dianggap sebagai sesuatu yang sebaiknya tidak dipaksakan terlalu dini karena belum dapat dipahami secara logis oleh anak-anak usia dini. Maka dari itu, Dr Maria menjadikan kemampuan fantasi dan imajinasi anak merupakan bagian dari dasar realita yang perlu mendapatkan pemahaman secara tepat kepada anak.
“Dasar imajinasi yang sebenarnya adalah realitas, dan persepsinya terkait dengan ketepatan pengamatan. Anak-anak perlu dipersiapkan untuk memahami hal-hal di lingkungan mereka secara tepat, untuk mengamankan materi yang dibutuhkan oleh imajinasi mereka. Kecerdasan, penalaran, dan pembedaan satu hal dari yang lain menyiapkan perekat untuk konstruksi imajinatif.” (Montessori 1918)
Berikut ini adalah penjelasan lebih dalam tentang imajinasi dan fantasi anak menurut Montessori:
1. Imajinasi Berakar dari Realita
Montessori percaya bahwa imajinasi anak harus dibangun berdasarkan pengalaman nyata sebelum mereka dapat memahami konsep abstrak. Ketika anak mengeksplorasi lingkungan seperti mengamati binatang, menanam tumbuhan, atau melihat pergerakan planet dalam tata surya mereka secara alami mengumpulkan informasi konkret yang memperkaya imajinasi mereka.
Imajinasi yang berasal dari observasi dan pengalaman nyata membantu anak berpikir kreatif dengan cara yang lebih logis dan bermanfaat. Dengan membangun fondasi yang kuat berdasarkan kenyataan, anak dapat menciptakan gambaran mental yang akurat dan memahami hubungan antara dunia nyata dengan pemikiran kreatif mereka.
2. Fantasi yang Terlalu Dini Bisa Membingungkan Anak
Montessori menyarankan agar fantasi tidak diperkenalkan secara berlebihan kepada anak usia di bawah enam tahun. Pada fase ini, anak masih berada dalam tahap “pikiran menyerap” (absorbent mind), di mana mereka belum mampu membedakan antara kenyataan dan dunia khayalan.
Jika anak terlalu banyak terpapar cerita tentang makhluk ajaib, naga, atau peri tanpa memahami konsep kenyataan terlebih dahulu, mereka bisa mengalami kesulitan dalam membedakan mana yang benar-benar ada dan mana yang fiktif. Oleh karena itu, Montessori menganjurkan agar anak terlebih dahulu memahami dunia nyata sebelum memasuki cerita fantasi.
3. Imajinasi Diperkuat oleh Indra dan Aktivitas Konkret
Menurut Montessori, imajinasi terbaik berkembang melalui pengalaman sensorik. Saat anak menyentuh daun, mencium bunga, atau mencicipi makanan, mereka tidak hanya merasakan dunia sekitar tetapi juga membangun imajinasi berdasarkan data konkret yang mereka peroleh.
Semakin kaya pengalaman sensorik anak, semakin luas pula imajinasi yang dapat mereka kembangkan. Imajinasi semacam ini tidak hanya bermanfaat bagi perkembangan psikologis anak tetapi juga membantu proses pembelajaran jangka panjang, karena mereka memiliki pemahaman lebih kuat tentang konsep yang mereka pikirkan.
4. Imajinasi dan Fantasi Harus Sesuai Tahap Usia
Montessori mengajarkan bahwa fantasi dapat diperkenalkan secara bertahap setelah anak mencapai usia sekitar enam tahun. Di usia ini, fungsi kognitif anak sudah lebih matang, memungkinkan mereka untuk mulai memahami perbedaan antara cerita fiksi dan kenyataan.
Pada tahap ini, anak mulai menikmati kisah-kisah fiksi dan mampu memahami bahwa karakter dalam cerita bukanlah sesuatu yang nyata. Ini adalah waktu yang tepat untuk memperkenalkan cerita dongeng atau kisah-kisah moral dengan pendekatan yang mendukung pembentukan nilai dan karakter positif.
5. Imajinasi Adalah Fondasi Kreativitas
Meskipun Montessori tidak menganjurkan fantasi yang berlebihan, pendekatan ini sangat mendukung kreativitas anak yang lahir dari eksplorasi nyata dan pengalaman berpikir yang mendalam. Imajinasi yang kuat adalah kunci dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, serta inovasi di masa depan.
Anak yang memiliki pengalaman imajinatif berbasis kenyataan akan lebih siap untuk menghadapi tantangan dengan cara yang kreatif dan solutif. Dengan memberikan mereka kebebasan untuk bereksplorasi dan membangun imajinasi secara sehat, kita membantu mereka berkembang menjadi individu yang mampu berpikir luas dan inovatif.
5 Cara Menghadapi Fantasi dan Imajinasi Anak Menurut Montessori
Sebagai orang tua atau pendidik, penting bagi kita untuk mendampingi anak dalam fase perkembangan imajinasi dan fantasi mereka. Berikut ini adalah lima cara bijak menghadapi imajinasi dan fantasi anak menurut pendekatan Montessori:
1. Beri Anak Pengalaman Nyata Sebanyak Mungkin
Alih-alih langsung memperkenalkan dunia fantasi, orang tua sebaiknya memberi anak kesempatan untuk menyentuh, merasakan, dan menjelajahi lingkungan mereka secara langsung. Kegiatan seperti berkebun, memasak bersama, atau mengamati serangga di taman memberikan pengalaman konkret yang memperkaya pemahaman anak tentang dunia nyata.
Pengalaman langsung ini akan menjadi bahan bakar bagi imajinasi yang lebih realistis dan membumi. Dengan mengeksplorasi kehidupan secara nyata, anak dapat mengembangkan imajinasi berbasis observasi yang membantu mereka berpikir lebih logis dan kreatif dalam memahami lingkungan sekitar.
2. Gunakan Buku Bergambar dan Cerita Realistik
Montessori merekomendasikan penggunaan buku bergambar yang menampilkan kehidupan nyata, seperti kisah tentang petani, dokter, atau hewan ternak. Buku semacam ini memberikan anak referensi konkret tentang dunia, membantu mereka memahami struktur kehidupan, serta mendorong imajinasi yang lebih berbasis kenyataan.
Dengan membaca cerita yang realistis, anak memperoleh pemahaman tentang bagaimana dunia berfungsi serta belajar mengembangkan skenario dalam pikirannya yang berdasarkan fakta. Ini membantu mereka membangun koneksi yang lebih kuat antara pengalaman sehari-hari dan cara berpikir kreatif.
3. Jangan Langsung Melarang Fantasi, Tapi Dampingi
Jika anak mulai mengembangkan cerita fantastis, seperti berbicara dengan boneka atau menciptakan tokoh imajiner, orang tua tidak perlu langsung melarangnya. Sebaliknya, observasi dan pendampingan yang tepat akan membantu anak memahami cara menggunakan imajinasi secara lebih produktif.
Dorong anak untuk menyalurkan ide fantastis mereka ke dalam aktivitas seperti menggambar, menulis cerita, atau bermain peran dengan nilai edukatif. Dengan cara ini, imajinasi mereka tetap berkembang tetapi tetap memiliki arah yang membangun dan bermanfaat dalam pembelajaran.
4. Fasilitasi Imajinasi dengan Aktivitas Praktis
Anak-anak akan menggunakan imajinasi mereka secara konstruktif jika diberikan alat yang sesuai untuk bereksplorasi. Sediakan alat permainan seperti balok, kain, alat seni, atau Montessori sensorial tools yang bisa digunakan anak untuk mengekspresikan ide-idenya.
Dengan memiliki sarana eksplorasi yang mendukung, anak dapat mengembangkan kreativitas mereka tanpa harus mengandalkan cerita fantasi yang berlebihan. Kegiatan berbasis pengalaman konkret ini membantu mereka mempelajari cara berpikir kreatif dengan pendekatan yang lebih realistis dan menyenangkan.
5. Memperkenalkan Imajinasi Secara Bertahap dan Terarah
Ketika anak sudah memasuki usia sekolah dasar awal, fantasi bisa mulai diperkenalkan dengan cara yang lebih terarah. Pilih cerita yang menyampaikan nilai moral atau pelajaran hidup, seperti kisah fabel atau legenda, sehingga anak tetap mendapatkan manfaat dari imajinasi tanpa kehilangan pemahaman tentang kenyataan.
Selain membaca cerita, diskusikan isi cerita bersama anak agar mereka memahami bahwa karakter dalam dongeng bukanlah sesuatu yang benar-benar ada. Dengan cara ini, mereka dapat menikmati fantasi tanpa kehilangan kemampuan berpikir kritis dalam membedakan antara dunia nyata dan dunia khayalan.
Mengasah Daya Kreativitas Anak Bersama Kelas Toddler Albata
Montessori tidak menolak imajinasi dan fantasi, tetapi mengajarkan kita untuk memahami kapan dan bagaimana keduanya diperkenalkan. Imajinasi yang dibangun dari kenyataan akan membantu anak menjadi pribadi yang kreatif, logis, dan seimbang.
Sama halnya dengan kelas toddler Albata. Kami memastikan anak memiliki daya imajinasi sebagai bagian dari kreativitas anak dalam memainkan permainan aparatus yang tepat dengan minat dan bakat anak.
Kelas Toddler Albata juga membantu anak untuk membentuk batasan antara imajinasi yang sehat untuk diterapkan dalam kehidupan nyata. Menariknya, anak-anak tentu tidak hanya diarahkan untuk mengembangkan kemampuan daya imaji dalam kreativitas namun juga menggabungkan fun learning.
Kelas Toddler Albata juga memberikan pembelajaran pada anak dengan nilai-nilai Islam seperti tauhid, tahsin, tahfidz, fikih, akhlak, dan adab. Anak-anak belajar dengan pendekatan menyenangkan sekaligus membentuk karakter Islami sejak dini. Kurikulum disusun secara komprehensif untuk mendukung tumbuh kembang anak sesuai fitrah.
Albata telah hadir di 15 cabang di 9 kota Indonesia. Tenaga pengajar Albata terlatih menyampaikan pembelajaran secara interaktif dan terstruktur. Dengan harga terjangkau, Albata
Selain itu, kami memberikan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak dan memastikan anak mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan.
Yuk, memaksimalkan potensi anak Anda sejak dini! Daftarkan buah hati Anda di Kelas Toddler Albata Bandung sekarang, dan berikan pengalaman belajar terbaik untuk tumbuh kembang optimal. Untuk informasi selengkapnya cek di akun instagram @albata.id atau menghubungi admin dengan klik button whatsapp di bawah ini.

Belajar Montessori Jadi Lebih Seru!
Reference
Association Montessori Internasionale. Diakses pada 2025. Montessori, Imagination, and Young Children