Lembaga Pendidikan Montessori Islam

Dampak Orang Tua Membully Anak yang Tidak Disadari, Bunda Jangan Lakukan Hal Ini

orang tua membully anak
May 29, 2025

Ayah dan Bunda, tanpa disadari, terkadang ada perkataan atau tindakan kita yang, meskipun tidak disengaja, bisa terasa seperti “bully” bagi si kecil.

Ejekan ringan, perbandingan dengan anak lain, atau bahkan kritik berlebihan yang disampaikan dengan nada tidak sabar, bisa meninggalkan bekas luka emosional yang dalam pada anak. Sayangnya ada dampak besar orang tua membully anak yang tidak disadari.

Artikel ini hadir untuk membuka mata Ayah dan Bunda tentang dampak tak terduga dari tindakan orang tua yang tanpa sadar mem-bully anak. Kami akan membahas berbagai bentuk orang tua membully anak yang seringkali tidak disadari, serta konsekuensi serius yang dapat ditimbulkannya, mulai dari menurunnya rasa percaya diri, kecemasan, hingga masalah perilaku di kemudian hari. 

Bunda, mari kita pahami bersama dan hindari hal-hal ini agar kita bisa menciptakan lingkungan rumah yang penuh cinta, aman, dan mendukung tumbuh kembang optimal si kecil.

Dampak Pola Asuh dengan Kritik Berlebihan terhadap Anak

Cara orang tua berkomunikasi dengan anak memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan psikologis mereka. Jika anak terlalu sering menerima kritik tanpa keseimbangan dengan dukungan emosional, mereka bisa mengalami berbagai dampak negatif yang berpengaruh pada kepercayaan diri dan kesehatan mentalnya.

Sayangnya, Bunda akibat dari bullying pada anak ini bisa membuat anak juga memiliki kebiasaan serupa pada masa depannya kelak. Hal ini sudah dibuktikan dalam sejumlah penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti. 

Research is extensive and clear that bullying from adult to child does not give them an advantage, doesn’t help them, doesn’t make them tough or have grit, doesn’t lead to greatness, doesn’t support them in healthy social relationships. All it does, according to extensive research, is hurt brains. ( Dr Jennifer, 2022). 1 

Bullying pada anak justru tidak membuat anak menjadi tangguh, namun membuat anak menjadi tidak percaya diri dan hubungan sosial yang lemah. Simak ini beberapa akibat dari faktor orang tua membully anak yang terjadi pada anak, antara lain: 

1. Menurunnya Rasa Percaya Diri Anak

Anak yang sering menerima kritik tajam atau dibandingkan terus-menerus dapat merasa dirinya tidak cukup baik. Mereka mulai meragukan kemampuan sendiri dan cenderung merasa gagal, bahkan saat sudah berusaha melakukan sesuatu dengan baik.

Jika kondisi ini berlangsung dalam jangka panjang, anak bisa tumbuh dengan rasa percaya diri yang rendah. Mereka akan menghindari tantangan baru karena takut gagal atau takut dikritik, yang akhirnya menghambat perkembangan mereka.

2. Anak Menjadi Pendiam atau Menarik Diri dari Lingkungan

Orang tua membully anak verbal dari orang tua dapat membuat anak merasa tidak aman, bahkan di dalam rumahnya sendiri. Akibatnya, mereka lebih memilih menarik diri, enggan berbicara, serta takut mengekspresikan diri karena khawatir mendapatkan ejekan atau kemarahan.

Seiring berjalannya waktu, anak yang terus mengalami situasi ini bisa mengalami kesulitan dalam bersosialisasi. Mereka merasa kurang nyaman dalam membangun hubungan dengan orang lain karena terbiasa berada dalam lingkungan yang penuh tekanan.

3. Muncul Gangguan Kecemasan dan Stres

Paparan kritik yang menyakitkan secara terus-menerus dapat memicu gangguan kecemasan dan stres pada anak. Mereka merasa tertekan karena selalu khawatir akan kesalahan kecil yang bisa memicu kemarahan orang tua.

Penelitian oleh Wang dan Kenny dalam Journal of Child and Family Studies menunjukkan bahwa resiko orang tua membully anak dengan perlakuan verbal menyakitkan lebih berisiko mengalami kecemasan dan stres kronis. Hal ini berdampak pada kesejahteraan mental mereka, yang dapat terbawa hingga dewasa.

4. Meningkatnya Risiko Depresi pada Anak dan Remaja

Anak yang terus-menerus merasa direndahkan atau diperlakukan dengan kata-kata yang meremehkan dari orang tua memiliki risiko lebih tinggi mengalami depresi. Hal ini terutama terjadi saat mereka menginjak usia remaja, di mana mereka semakin sensitif terhadap lingkungan sosialnya.

Perasaan tidak dicintai atau tidak dihargai di lingkungan terdekat dapat membuat mereka kehilangan motivasi serta merasa terasing. Jika tidak mendapatkan dukungan emosional yang cukup, kondisi ini bisa berkembang menjadi masalah mental yang lebih serius.

5. Membentuk Pola Komunikasi yang Kasar atau Agresif

Anak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar sehari-hari. Jika mereka terbiasa menerima kata-kata kasar, celaan, atau makian dalam komunikasi keluarga, kemungkinan besar mereka akan meniru pola tersebut saat berinteraksi dengan teman dan saudara.

Menurut penelitian dalam Developmental Psychology, anak yang tumbuh dengan komunikasi agresif lebih cenderung memiliki perilaku kasar dalam lingkungan sosialnya. Mereka mengalami kesulitan dalam memahami cara berbicara yang sehat dan penuh empati, yang bisa berdampak pada hubungan mereka di masa depan.

Perlu kita pahami bahwa orang tua membully anak tidak harus dengan kekerasan fisik. Ucapan seperti “kamu selalu bikin masalah”, “kenapa nggak bisa seperti kakakmu”, atau “kamu bodoh sekali sih” adalah bentuk-bentuk bullying verbal yang memiliki dampak luar biasa terhadap perkembangan psikologis anak.

5 Cara Mencegah Bullying yang Dilakukan Orang Tua

Tidak ada orang tua yang sempurna, tetapi setiap orang tua selalu memiliki kesempatan untuk belajar dan memperbaiki cara berkomunikasi dengan anak. Dengan pendekatan yang lebih sehat dan membangun, orang tua dapat mencegah perilaku yang tanpa disadari dapat menyakiti anak. Berikut lima cara efektif untuk menghindari orang tua membully anak.

1. Memohon Perlindungan kepada Allah

Ayah dan Bunda, hal pertama yang perlu Anda lakukan ialah memohon pertolongan dan perlindungan-Nya. Bunda, jangan lupa berdoa dan berdzikir kepada Allah ﷻ. Meminta perlindungan kepada Allah ﷻ merupakan bagian dari pengharapan kita sebagai hamba. Seperti dalam Q.S Al-Baqarah:186. 

Setiap kita punya kebutuhan, maka hendaklah manusia berdoa kepada Allah ﷻ, Mohonlah kepada Allah ﷻ agar keinginan terpenuhi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: 

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku). 

Membesarkan buah hati tentu bukan hal yang mudah, maka dari itu meminta petunjuk dari Allah merupakan cara kita untuk terus berhati-hati dalam menjaga lisan. Sebagaimana Allah juga meminta kita untuk menjaga lisan seperti dalam Q.S Al Ahzab ayat 71. 

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ ۝٧٠

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.

2. Sadari bahwa Kata-Kata Orang Tua adalah Cermin bagi Anak

Langkah pertama dalam memperbaiki komunikasi dengan anak adalah kesadaran. Pahami bahwa setiap kata yang kita ucapkan dapat tertanam dalam pikiran anak dan membentuk cara mereka melihat diri sendiri di masa depan.

Jika orang tua sering mengatakan kata-kata negatif seperti “Kamu bodoh”, anak bisa menanamkan itu sebagai kebenaran tentang dirinya. Sebaliknya, kata-kata positif akan membangun kepercayaan diri dan membantu anak berkembang dengan keyakinan yang lebih kuat.

2. Gunakan Kalimat Koreksi yang Membangun

Alih-alih menggunakan kata-kata yang menghakimi, orang tua bisa memilih kalimat yang lebih membangun. Misalnya, dibanding mengatakan “Kamu malas sekali”, lebih baik katakan “Ibu tahu kamu capek, tapi ayo kita coba pelan-pelan menyelesaikan PR ini bersama.”

Cara komunikasi seperti ini membantu anak merasa dihargai dan tetap termotivasi untuk memperbaiki diri. Mereka akan lebih terbuka terhadap saran orang tua tanpa merasa rendah diri atau tidak cukup baik.

3. Melatih Diri untuk Mengelola Emosi Sebelum Bicara

Saat emosi mulai memuncak, ada baiknya orang tua memberi jeda sebelum merespons anak. Teknik sederhana seperti bernapas dalam-dalam atau menghitung sampai sepuluh dapat membantu meredakan emosi sebelum berbicara.

Dengan cara ini, orang tua bisa menghindari kata-kata yang menyakitkan dan tetap memberikan teguran dengan cara yang lebih tenang dan edukatif. Mengelola emosi dengan baik juga mengajarkan anak bagaimana menghadapi situasi sulit tanpa perlu menggunakan amarah.

4. Bangun Komunikasi Dua Arah yang Terbuka

Anak membutuhkan interaksi yang hangat dan penuh kepercayaan. Orang tua bisa membuka ruang diskusi dengan cara yang nyaman, bukan dengan nada interogatif atau menekan.

Tanyakan bagaimana perasaan mereka, apa kesulitan yang sedang dihadapi, dan bagaimana orang tua bisa membantu. Komunikasi terbuka ini memperkuat kelekatan antara anak dan orang tua serta meningkatkan rasa percaya diri anak dalam mengungkapkan pikirannya.

5. Evaluasi Diri Secara Berkala dan Cari Bantuan Profesional Jika Perlu

Orang tua dapat melakukan refleksi rutin untuk memahami pola komunikasi yang diterapkan pada anak. Menulis jurnal atau berdiskusi dengan pasangan bisa menjadi cara efektif untuk mengoreksi kebiasaan komunikasi yang mungkin perlu diperbaiki.

Jika merasa kesulitan mengendalikan emosi atau mengalami stres berat dalam pengasuhan, jangan ragu untuk mencari bantuan dari psikolog keluarga. Studi menunjukkan bahwa pola asuh yang empatik dan suportif dapat meningkatkan kesehatan mental anak serta memperkuat keterampilan sosial mereka.

Kesimpulan 

Anak adalah anugerah sekaligus amanah. Mereka tumbuh dan belajar melalui contoh yang ditunjukkan orang tuanya. Ketika orang tua membully anak, baik secara sengaja maupun tidak, anak menyerapnya sebagai pengalaman yang membentuk persepsi tentang dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya.

Menjadi orang tua bukan tentang menjadi sempurna, melainkan tentang terus belajar untuk lebih bijak dalam mendidik dan mencintai. Ucapan dan perlakuan kita hari ini akan membentuk pribadi anak di masa depan. Maka mari jaga lisan, kendalikan emosi, dan tumbuhkan kasih sayang dalam setiap interaksi bersama anak.

Dengan menghindari sikap yang menjurus pada bullying dan menggantinya dengan komunikasi yang penuh empati, kita telah menanamkan fondasi kuat bagi anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang sehat secara mental, percaya diri, dan bahagia.

Reference 

  1. Dr Jennifer Fraser. Parents Bullying Their Own Kids. Diakses pada 2025.  ↩︎
Leave A Comment:

Your email address will not be published. Required fields are marked *