Lembaga Pendidikan Montessori Islam

Dampak Labelling Pada Anak dan Cara Mengatasinya

labelling pada anak
May 29, 2025

Ayah dan Bunda, pernahkah tanpa sadar kita memberi label pada anak, seperti “si pemalu,” “anak nakal,” atau “si ceroboh”? Meskipun mungkin niatnya hanya untuk menggambarkan atau bercanda, pemberian label semacam ini memiliki dampak labelling yang jauh lebih besar dan seringkali merugikan bagi perkembangan psikologis anak. 

Kata-kata yang kita ucapkan memiliki kekuatan luar biasa dalam membentuk cara anak melihat diri mereka sendiri dan dunia di sekitarnya. Label negatif bisa melekat kuat, menjadi ramalan yang terpenuhi, dan menghambat potensi mereka.

Artikel ini hadir untuk mengupas tuntas dampak pemberian label pada anak, serta memberikan panduan praktis tentang cara mengatasinya. Kami akan menjelaskan bagaimana label dapat membatasi anak, menurunkan rasa percaya diri, hingga mempengaruhi perilaku dan interaksi sosial mereka. 

Dengan memahami bahaya labelling dan belajar cara berkomunikasi yang lebih positif dan memberdayakan, diharapkan Ayah dan Bunda dapat membantu si kecil tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, tangguh, dan mampu meraih potensi terbaiknya. Yuk, simak penjelasan selengkapnya!

Dampak Labelling pada Anak yang Perlu Diperhatikan

Ayah dan Bunda, sebelum kita masuk pada pembahasan cara mencegah adanya labelling yang terjadi pada anak, maka Anda harus tahu lebih dulu dampak labelling pada anak. Teori pelabelan ini bahkan sudah ada sejak tahun 1963 dan dikenalkan oleh Howard Becker. 

Tanpa disadari bahwa ada banyak orang tua yang memberikan label pada anak-anak mereka dengan penggambaran dan sifat yang sesuai dengan karakter, perilaku dan penampilan anak. 

Labeling theory, first developed by Howard Becker (1963), has highlighted the negative effects of labels on the people who are labeled. Parents (also caregivers and adults) easily label children without consciously realizing it. Labeling children typically entails using an adjective to describe a child’s character, behavior or appearance.1

Berikut beberapa dampak labelling pada anak yang perlu diwaspadai:

1. Membentuk Citra Diri Negatif pada Anak

Label yang diberikan terus-menerus tanpa disadari dapat menjadi bagian dari identitas anak. Jika anak sering dikatakan sulit diatur, mereka bisa mulai mempercayai bahwa dirinya memang tidak bisa diandalkan dan tidak memiliki kemampuan untuk berubah.

Seiring berjalannya waktu, mereka akan merasa bahwa perilaku buruk mereka adalah bagian dari diri yang tidak bisa diperbaiki. Hal ini dapat menghambat upaya mereka dalam meningkatkan diri dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.

2. Meningkatkan Risiko Gangguan Psikologis

Pemberian label negatif dapat berdampak pada kesehatan mental anak dalam jangka panjang. Menurut penelitian dalam Early Child Development and Care, labeling berhubungan erat dengan peningkatan risiko gangguan kecemasan, stres, dan bahkan depresi.

Cap negatif yang diterima terus-menerus dapat membuat anak merasa tertekan secara emosional. Mereka mengalami kesulitan mengelola perasaan dan cenderung memiliki pikiran negatif tentang dirinya sendiri, yang berisiko mengganggu kesejahteraan psikologis mereka.

3. Menghambat Kemampuan Sosial Anak

Anak yang sering mendapatkan label negatif bisa mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain. Mereka mungkin merasa rendah diri, berbeda dari teman-temannya, atau takut tidak diterima di lingkungan sosialnya.

Akibatnya, mereka lebih memilih menjadi pemurung, penyendiri, atau enggan berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Jika kondisi ini terus berlanjut, anak bisa kehilangan kesempatan untuk membangun keterampilan interpersonal yang penting dalam kehidupan mereka.

4. Menurunkan Motivasi Belajar Anak

Hati-hati ya Bunda, label negatif mempengaruhi faktor perkembangan anak. Anak mungkin mulai berpikir, “Untuk apa berusaha jika aku sudah dianggap malas atau bodoh?” sehingga kehilangan motivasi untuk memperbaiki diri.

Hal ini bisa berdampak langsung pada prestasi akademik maupun perilaku mereka di rumah dan sekolah. Anak yang merasa bahwa usahanya tidak akan pernah dihargai bisa memilih untuk tidak mencoba sama sekali, yang menghambat perkembangan mereka dalam berbagai aspek kehidupan.

Dampak labelling tidak selalu diucapkan secara langsung. Kadang juga muncul dalam bentuk ekspresi, nada bicara, atau perbandingan dengan anak lain. Meskipun niatnya adalah untuk memotivasi, cara tersebut justru membuat anak merasa dikritik dan tidak dicintai.

5 Cara Mengatasi Labelling pada Anak

Mencegah dan mengatasi dampak labelling pada anak bukanlah hal yang mustahil. Berikut lima cara yang bisa diterapkan orang tua dalam kehidupan sehari-hari yang dilansir dari Avoid Labelling Your Child by University Of Nevada:

1. Ubah Label Menjadi Deskripsi Perilaku, Bukan Identitas

Alih-alih menyebut anak sebagai “anak baik” atau “anak yang suka membantu”, lebih baik katakan “kamu bersikap baik” atau “tadi kamu sangat membantu.” Dengan begitu, anak memahami bahwa kebaikan adalah tindakan yang bisa terus dilakukan, bukan sekadar identitas tetap.

Daripada mengatakan “kamu pemalu” atau “jangan pemalu”, coba ubah dengan “butuh waktu untuk merasa nyaman dengan orang baru” atau “kamu lebih banyak berbicara dengan orang yang sudah kamu kenal baik.” Dengan cara ini, anak tidak merasa bahwa rasa malu adalah bagian tetap dari dirinya, tetapi sesuatu yang bisa berkembang.

Jika anak cenderung mengeluh atau menangis, hindari melabelinya sebagai “cengeng”, “manja”, atau “egois.” Sebagai gantinya, gunakan kata-kata yang lebih positif seperti “sensitif”, “berhati lembut”, atau “mampu mengenali emosinya sendiri.”

2. Gunakan Kata-Kata yang Membangun Kepercayaan Diri Anak

Dampak labelling pada anak harus diketahui sejak dini. Orang tua sebaiknya fokus pada kekuatan dan potensi anak, bukan hanya pada kelemahan mereka. Memberikan pujian atas usaha kecil dan mendorong mereka untuk mencoba lagi ketika gagal akan memperkuat motivasi mereka.

Misalnya, kalimat “Ibu tahu kamu bisa mencoba lebih baik” jauh lebih positif dibandingkan “Kamu selalu gagal.” Dengan komunikasi yang penuh dukungan, anak akan lebih percaya diri dalam menghadapi tantangan.

3. Hentikan Membandingkan Anak dengan Saudara atau Teman

Setiap anak memiliki keunikan dan perkembangan yang berbeda-beda. Membandingkan mereka dengan saudara atau teman sebaya justru bisa menciptakan tekanan, membuat mereka merasa tidak cukup baik dibandingkan orang lain.

Sebagai gantinya, bantu anak mengenali kelebihannya sendiri dan rayakan setiap perkembangan sekecil apa pun. Dengan cara ini, mereka akan lebih fokus pada pertumbuhan pribadinya tanpa merasa harus bersaing atau memenuhi ekspektasi yang tidak sesuai dengan dirinya.

4. Bangun Komunikasi yang Hangat dan Terbuka

Dengarkan anak tanpa menghakimi agar mereka merasa nyaman berbicara tentang perasaannya. Biarkan mereka mengungkapkan pendapatnya, sehingga mereka memahami bahwa emosi dan pikiran mereka dihargai.

Komunikasi yang positif membuat anak merasa aman dan dicintai. Dengan keterbukaan ini, mereka tidak akan mudah menyerap label negatif dari lingkungan sekitar dan lebih percaya diri dalam mengekspresikan diri.

5. Berlatih Menjadi Role Model dalam Menggunakan Bahasa yang Baik

Anak belajar dari apa yang mereka lihat dan dengar dalam kesehariannya. Jika orang tua terbiasa menggunakan kalimat positif dan penuh empati, anak pun akan meniru cara komunikasi tersebut dalam interaksi sosialnya.

Ketika anak diberikan label tertentu, hal itu dapat mempengaruhi cara mereka melihat diri sendiri, bagaimana mereka diperlakukan, serta membatasi potensi mereka. Label negatif bisa membuat orang tua (atau pengasuh dan orang dewasa lainnya) mengharapkan yang terburuk, sementara label positif pun dapat menjadi penghambat jika tidak digunakan dengan bijak.

Saat berbicara tentang anak, penting untuk diingat bahwa label sulit untuk dihilangkan. Tidak pernah ada kata terlambat untuk berubah, menyadari dampak negatif dari pelabelan, serta memahami persepsi yang mungkin kita miliki. Dengan usaha yang tepat, orang tua dapat membangun citra yang lebih positif bagi anak.

Kesimpulan

Labelling bisa terjadi tanpa disengaja, namun dampaknya bisa sangat merusak perkembangan anak. Ketika orang tua terlalu cepat memberikan cap tertentu pada anak, maka anak akan tumbuh dengan kepercayaan diri yang tergores, bahkan bisa menolak potensi terbaik yang ada dalam dirinya.

Dampak labelling pada anak tidak bisa dianggap remeh. Namun, kabar baiknya, pola tersebut bisa diubah. Dengan membangun komunikasi yang lebih empatik, menghargai proses anak, dan menahan diri dari memberi cap negatif, orang tua telah membantu membentuk karakter anak yang kuat secara mental dan positif dalam memandang dirinya sendiri.

Mari kita jaga setiap kata dan respons yang kita berikan kepada anak. Karena di balik kata-kata yang kita ucapkan, sedang terbentuk gambaran diri dalam benak anak yang akan mereka bawa sepanjang hidupnya.

Reference 

  1. Avoid Labelling Your Child. University Of Nevada. Diakses pada 2025 ↩︎
Leave A Comment:

Your email address will not be published. Required fields are marked *