Lembaga Pendidikan Montessori Islam

Kenali Ciri Separation Anxiety Pada Anak yang Harus Diketahui Orang Tua

separation anxiety
April 27, 2025

Ayah dan Bunda, pernahkah si kecil menunjukkan reaksi yang berlebihan saat berpisah dengan kita? Tangisan histeris, penolakan untuk ditinggal, atau kecemasan berlebihan saat kita hendak pergi bisa jadi merupakan tanda separation anxiety atau kecemasan perpisahan. 

Kondisi ini wajar dialami anak pada usia tertentu, namun penting bagi kita sebagai orang tua untuk mengenali ciri-cirinya agar dapat memberikan dukungan yang tepat.

Artikel ini hadir untuk membantu Ayah dan Bunda memahami lebih dalam tentang separation anxiety pada anak. Kita akan mengulas berbagai ciri perilaku yang perlu diwaspadai, rentang usia umum terjadinya, serta bagaimana membedakannya dari sekadar tantrum biasa. 

Dengan mengenali ciri-ciri ini, kita dapat lebih empati dan memberikan respons yang menenangkan serta membantu anak mengatasi kecemasannya secara bertahap. Yuk, simak ulasan selengkapnya!

Mengenal Separation Anxiety yang Bisa Terjadi pada Anak

Setiap orang tua pasti pernah merasakan momen sulit saat harus meninggalkan anak untuk sementara waktu. Terkadang, anak menangis histeris saat ditinggal di sekolah atau saat berpisah sebentar saja dengan orang tua. Ini bisa menjadi tanda dari kondisi psikologis yang dikenal sebagai separation anxiety pada anak.

Separation anxiety atau kecemasan berpisah adalah fase normal dalam perkembangan emosional anak, terutama pada usia bayi hingga balita. Namun, ketika kecemasan ini berlangsung secara intens dan dalam jangka waktu yang lama, maka hal tersebut perlu diwaspadai. 

Dalam sebuah penelitian lebih lanjut menjelaskan mengenai separation anxiety pada anak terjadi ketika mereka merasa takut atau cemas berlebihan saat harus berpisah dari sosok yang mereka anggap sebagai figur keamanannya, seperti ibu atau ayah. Beberapa gejala umum dari separation anxiety pada anak antara lain

1. Menangis Berlebihan saat Ditinggal Orang Tua

Anak yang mengalami kecemasan berpisah sering kali menangis dengan intens saat orang tua pergi, meskipun hanya untuk waktu singkat. Perasaan takut ditinggal membuat mereka merasa tidak aman dan sulit menenangkan diri.

Tanggapan emosional ini muncul karena anak merasa bergantung pada kehadiran orang tua. Mereka belum sepenuhnya memahami bahwa perpisahan bersifat sementara dan orang tua akan kembali setelah waktu tertentu.

2. Menolak Pergi ke Sekolah atau Tempat Lain tanpa Orang Tua

Banyak anak yang mengalami kecemasan berpisah enggan pergi ke sekolah atau tempat lain sendirian. Mereka merasa tidak nyaman berada di lingkungan baru tanpa kehadiran orang tua di dekatnya.

Ketidakmauan ini dapat berdampak pada interaksi sosial dan perkembangan kemandirian anak. Jika tidak diatasi dengan pendekatan yang tepat, mereka bisa kesulitan beradaptasi dengan situasi di luar rumah.

3. Mengeluh Sakit Perut atau Pusing sebagai Alasan untuk Tidak Berpisah

Beberapa anak yang mengalami kecemasan berpisah sering mengeluhkan gejala fisik seperti sakit perut atau pusing. Keluhan ini muncul sebagai reaksi psikologis terhadap ketakutan yang mereka rasakan.

Meskipun secara medis tidak ada masalah serius, anak menggunakan keluhan ini sebagai alasan agar tetap dekat dengan orang tua. Kondisi ini menunjukkan perlunya bimbingan dalam membangun rasa percaya diri saat menghadapi perpisahan.

4. Sulit Tidur Sendiri atau Sering Mimpi Buruk tentang Kehilangan Orang Tua

Kesulitan tidur sendiri menjadi salah satu tanda kecemasan berpisah yang dialami anak. Mereka merasa tidak nyaman tanpa kehadiran orang tua, bahkan di waktu istirahatnya.

Mimpi buruk tentang kehilangan orang tua juga bisa muncul akibat ketakutan yang belum teratasi. Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini dapat mempengaruhi kualitas tidur dan kesejahteraan emosional anak.

5. Ketakutan yang Terjadi Terhadap Orang Tua

Kecemasan berpisah sering kali membuat anak khawatir berlebihan tentang keselamatan orang tua. Mereka takut sesuatu yang buruk terjadi jika orang tua pergi, meskipun tidak ada ancaman nyata.

Rasa takut ini bisa berasal dari pemahaman yang belum matang tentang konsep perpisahan. Orang tua perlu membantu anak mengembangkan rasa aman dan kepercayaan bahwa mereka akan selalu kembali setelah pergi.

Separation anxiety yang tidak ditangani dengan tepat bisa berdampak pada berbagai aspek kehidupan anak. Anak bisa mengalami gangguan dalam proses belajar, kesulitan bersosialisasi, hingga gangguan tidur. Bahkan, dalam beberapa kasus ekstrem, kondisi ini bisa berkembang menjadi separation anxiety disorder, yang memerlukan penanganan klinis.

Menurut studi lain menjelaskan mengenai separation anxiety pada anak dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, serta pola asuh yang terlalu protektif. Anak yang tidak diberi cukup ruang untuk mandiri atau yang sering melihat orang tua menunjukkan kecemasan berlebihan, cenderung lebih rentan mengalami separation anxiety.

5 Cara Mengatasi Separation Anxiety pada Anak

Menghadapi anak yang mengalami separation anxiety memang membutuhkan kesabaran ekstra. Namun dengan pendekatan yang tepat, kondisi ini bisa diatasi secara bertahap. Berikut lima cara yang dapat dilakukan oleh orang tua untuk membantu anak mengelola separation anxiety dengan lebih sehat.

1. Biasakan Perpisahan secara Bertahap

Membantu anak menghadapi kecemasan berpisah dapat dilakukan dengan pendekatan bertahap. Orang tua bisa mulai dengan meninggalkan anak dalam waktu singkat, seperti 5 hingga 10 menit, lalu secara perlahan meningkatkan durasi.

Proses ini membantu anak memahami bahwa perpisahan bukan berarti kehilangan. Mereka akan belajar bahwa orang tua selalu kembali setelah pergi, sehingga rasa percaya diri dan ketenangan dapat berkembang dengan baik.

2. Bangun Rutinitas dan Jadwal yang Konsisten

Anak merasa lebih nyaman ketika mereka memiliki rutinitas yang jelas dan dapat diprediksi. Membuat jadwal yang konsisten, seperti waktu berangkat sekolah atau perpisahan saat orang tua bekerja, memberikan rasa aman bagi mereka.

Menggunakan kalimat perpisahan yang sama setiap hari dengan nada yang tenang juga dapat membantu. Dengan cara ini, anak tidak merasa cemas karena mereka tahu apa yang akan terjadi dan kapan orang tua akan kembali.

3. Validasi Perasaan Anak

Mengabaikan ketakutan anak dengan mengatakan “Jangan takut” atau “Kamu sudah besar” bukanlah solusi yang tepat. Justru, mereka perlu merasa bahwa perasaannya dimengerti dan didukung oleh orang tua.

Gunakan kata-kata yang menenangkan, seperti “Mama tahu kamu sedih saat mama pergi, tapi mama akan kembali setelah kamu selesai bermain.” Dengan pendekatan ini, anak merasa dihargai dan lebih siap menghadapi perpisahan.

4. Hindari Perpisahan Mendadak atau Diam-Diam

Sebagian orang tua mencoba pergi diam-diam agar anak tidak menangis. Namun, cara ini justru membuat anak merasa tidak aman dan dikhianati, karena kepergian orang tua menjadi sesuatu yang tak terduga.

Lebih baik beri penjelasan singkat sebelum pergi dan tunjukkan bahwa perpisahan adalah hal yang normal. Dengan transparansi ini, anak akan lebih mudah memahami bahwa kepergian orang tua bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti.

5. Tanamkan Nilai Kepercayaan dan Kemandirian dalam Islam

Islam mengajarkan prinsip tawakal dan kemandirian kepada anak sejak dini. Membantu mereka memahami bahwa Allah selalu menjaga mereka, bahkan ketika orang tua tidak berada di samping, dapat memberikan ketenangan hati.

Menceritakan kisah-kisah Nabi, seperti Nabi Ismail yang berpisah dengan ayahnya Nabi Ibrahim tetapi tetap percaya kepada Allah, dapat menjadi inspirasi. Nilai spiritual ini membantu anak mengatasi kecemasan dan membangun rasa percaya diri yang lebih kuat.

Kesimpulan

Separation anxiety pada anak bukanlah hal yang memalukan atau harus ditekan. Justru, ini adalah sinyal bahwa anak sedang membangun keterikatan emosional dan kepercayaan pada orang tua. Dengan pendekatan yang penuh kasih sayang, konsisten, dan berbasis nilai-nilai Islam, orang tua bisa membantu anak mengatasi kecemasan ini secara sehat.

Sebagai orang tua, penting untuk mengedukasi diri tentang tahap-tahap perkembangan emosi anak, agar bisa memberikan respons yang sesuai. Jika dirasa kecemasan anak sudah mengganggu aktivitas sehari-hari dalam jangka waktu lama, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog anak untuk mendapatkan bimbingan lebih lanjut.

Membantu anak melewati fase separation anxiety bukan hanya tentang menjauhkan mereka dari rasa takut, tapi juga membekali mereka dengan ketangguhan emosional yang akan mereka bawa sepanjang hidup.

Referensi 

Intan Puspitasari. 2022. Strategi Parent-School Partnership: Upaya Preventif Separation Anxiety Disorder Pada Anak Usia Dini. Jurnal Bunnaya: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Vol 2 No 1. 

Leave A Comment:

Your email address will not be published. Required fields are marked *