Lembaga Pendidikan Montessori Islam

Cara Menghukum Anak yang Benar Sesuai Usianya, Bunda Jangan Asal Hukum Ya

menghukum anak yang tepat
May 3, 2025

Bunda, cara menghadapi anak yang tidak sesuai dengan kemauan bahkan melanggar aturan kita tentu menjadi tantangan tersendiri. Namun, menghukum anak tanpa mempertimbangkan usia dan pemahaman yang tepat bisa berakibat buruk pada anak. 

Orang tua perlu tahu cara terbaik untuk membantu mendisiplinkan anak yang sesuai dengan usianya. Sayangnya, menghukum dengan asal tanpa dasar pengetahuan yang benar bisa merusak hubungan baik dengan si kecil bahkan meninggalkan luka emosional. 

Artikel ini hadir untuk memberikan panduan bagi para Bunda tentang cara menghukum anak yang benar dan tepat sesuai dengan usia mereka. Kita akan membahas pendekatan disiplin yang berbeda untuk anak usia prasekolah, sekolah dasar, hingga remaja. 

Dengan memahami prinsip-prinsip disiplin positif dan menyesuaikannya dengan usia anak, diharapkan kita dapat mendidik mereka dengan efektif tanpa harus menyakiti hati atau merusak kepercayaan diri mereka. Yuk, simak ulasan selengkapnya!

Perspektif Islam dalam Cara Menghukum Anak yang Benar

Ayah dan Bunda, kita perlu memberikan menyadari bahwa anak pasti pernah berbuat salah. Sebagai orang tua, wajar bila muncul keinginan untuk memberi hukuman agar anak jera dan tidak mengulangi kesalahannya1

Namun, penting diingat bahwa cara menghukum anak yang benar bukanlah soal marah atau emosi semata, tetapi tentang proses mendidik dengan kasih sayang dan hikmah. Dalam islam belajar memahami ‘hukuman’ telah dijelaskan dalam Q.S An Nisa Ayat 34 

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُۗ وَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًاۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا ۝٣٤

Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan). Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.

Dalam ayat ini, suami memiliki tanggung jawab dalam menjaga ketertiban rumah tangga dan membimbing istrinya jika terjadi pelanggaran serius, seperti nusyus (ketidaktaatan dalam bentuk perselingkuhan). 

  1. Memberikan Nasihat yang Lembut 

Langkah awal dalam menghadapi situasi ini adalah dengan memberikan nasihat secara lembut dan pada waktu yang tepat. Sebagian istri mungkin sudah merasa bersalah setelah mendapatkan teguran ini, tetapi jika nasihat belum membawa perubahan, maka ada tahap berikutnya yang bisa dilakukan.

Hal ini juga bisa Ayah dan Bunda terapkan pada anak ya. Jika anak berbuat kesalahan Anda bisa memberikan nasihat terlebih dahulu. Ayah dan Bunda bisa menjelaskan mengenai konsekuensi atas perbuatannya. 

  1. Menganjurkan Melakukan Pengabaian

Tahap kedua yang dianjurkan adalah memberikan hukuman dalam bentuk pengabaian. Suami diperintahkan untuk menjaga jarak secara fisik, tidak menunjukkan perhatian, dan memisahkan tempat tidur. Cara ini bertujuan agar istri menyadari kesalahannya serta memberikan waktu bagi pasangan untuk merenung dan mengevaluasi hubungan mereka.

Anda bisa menerapkan hal ini pada anak juga ya Bunda. Sesekali melakukan pengabaian namun tetap mengawasi si kecil. Lakukan pengabaian yang tidak menyakiti perasaannya agar anak-anak dapat belajar memahami situasinya.  

  1. Memberikan Hukuman Fisik yang Ringan 

Jika cara pengabaian masih belum menghasilkan perubahan, tahap terakhir yang diperbolehkan adalah hukuman fisik dalam bentuk pukulan ringan yang tidak membekas dan tidak menyebabkan cedera. 

Prinsip ini berlaku juga dalam pendidikan anak, di mana orang tua perlu mendahulukan pendekatan yang lembut dan menyentuh emosional anak terlebih dahulu. 

Jika pendekatan tersebut tidak efektif, orang tua bisa menggunakan hukuman pengabaian sebagai bentuk kedisiplinan. Hanya jika semua cara ini belum berhasil, barulah pukulan ringan dapat digunakan sebagai upaya terakhir dengan batasan yang ketat agar tidak melukai anak secara fisik maupun emosional.

Penting juga memahami bahwa anak-anak masih dalam tahap tumbuh kembang, dan kesalahan seringkali dilakukan karena kurangnya pemahaman, bukan karena niat buruk. 

Maka dari itu, peran orang tua sangat vital dalam memberikan teladan dan memperkuat nilai-nilai akhlak di rumah. orang tua tidak hanya berperan sebagai pencari nafkah, tetapi juga sebagai pendidik utama dalam keluarga.

5 Cara Menghukum Anak yang Benar Sesuai dengan Usianya

Mendidik anak berarti menyesuaikan pendekatan dengan usia dan tahap perkembangan mereka. Berikut adalah lima cara menghukum anak yang benar yang bisa diterapkan sesuai dengan kelompok usia anak.

1. Usia 1–3 tahun: Alihkan Perhatian, Bukan Menghukum

Pada usia ini, anak masih dalam tahap eksplorasi dan belum mampu memahami konsep benar-salah secara penuh. Maka, cara terbaik adalah mengalihkan perhatian anak dari perilaku yang tidak diinginkan ke aktivitas lain yang positif. Hindari hukuman fisik atau marah yang berlebihan, karena anak bisa merasa takut atau bingung.

Menurut respons negatif yang berlebihan pada usia dini dapat berdampak pada regulasi emosi anak di masa depan. Oleh karena itu, orang tua disarankan untuk menggunakan bahasa sederhana dan ekspresi wajah yang tenang saat menegur.

2. Usia 4–6 tahun: Jelaskan Konsekuensi dengan Bahasa yang Mudah Dimengerti

Anak di usia ini mulai bisa memahami sebab-akibat. Maka, orang tua bisa mulai mengenalkan konsekuensi logis atas perilaku yang kurang tepat. Misalnya, jika anak melempar mainannya, maka ia tidak boleh memainkannya selama beberapa saat.

Penting untuk tetap tenang dan tidak mengancam. Gunakan kalimat seperti “orang tua tahu kamu marah, tapi melempar itu berbahaya. Yuk, kita bicara baik-baik.” Pendekatan seperti ini lebih efektif membangun kedisiplinan dibandingkan dengan hukuman keras.

3. Usia 7–9 tahun: Melatih Tanggung Jawab Melalui Tugas

Di usia ini, anak mulai mengembangkan rasa tanggung jawab dan empati. Jika anak melakukan kesalahan, hukuman bisa berupa tugas sederhana seperti merapikan mainan sendiri, membantu pekerjaan rumah, atau menulis permintaan maaf.

Pendekatan ini membantu anak memahami bahwa perbuatannya memiliki konsekuensi dan bahwa ia bertanggung jawab untuk memperbaikinya. Dalam studi menjelaskan pendekatan konsekuensi yang mendidik jauh lebih efektif dibandingkan hukuman yang bersifat menghukum secara emosional.

4. Usia 10–12 tahun: Diskusi dan Refleksi Diri

Pada tahap ini, anak sudah mulai bisa diajak berdiskusi. Bila ia melakukan kesalahan, ajak ia untuk merefleksikan perbuatannya. Misalnya dengan bertanya, “Menurut kamu, apa yang bisa kamu lakukan lain kali supaya tidak terjadi lagi?”

Diskusi dua arah memberikan anak ruang untuk berpikir dan merasa dihargai. orang tua bisa menunjukkan bahwa hukuman bukan semata-mata bentuk kemarahan, tapi bagian dari proses belajar. Di sini, orang tua menjadi figur pendamping yang membimbing anak berpikir kritis dan bertanggung jawab.

5. Usia remaja: Bangun Kesepakatan dan Batasan Bersama

Remaja cenderung membutuhkan ruang dan kepercayaan. Cara menghukum anak yang benar pada orang tua dalam usia ini adalah dengan membuat kesepakatan bersama. Misalnya, jika ia tidak menaati waktu pulang, konsekuensinya adalah tidak boleh keluar pada akhir pekan berikutnya.

Dalam penelitian lainnya, ditegaskan bahwa remaja yang dilibatkan dalam membuat aturan akan lebih patuh dan merasa dihormati. Pendekatan ini mendorong anak menjadi lebih dewasa dan bertanggung jawab atas pilihannya.

KESIMPULAN 

Menghukum anak bukan berarti mempermalukan atau menakut-nakuti mereka. Sebaliknya, hukuman yang benar adalah bagian dari pendidikan yang membangun akhlak dan karakter. Cara menghukum anak yang benar harus dilakukan dengan hati yang tenang, bahasa yang lembut, dan tujuan yang jelas: agar anak belajar dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik.

orang tua adalah satu tim dalam mendidik anak. Keduanya perlu saling mendukung, berbagi peran, dan terus belajar agar bisa memberikan pola asuh yang terbaik. Karena setiap anak adalah amanah, dan mendidik mereka adalah bentuk ibadah yang mulia.

Reference 

  1. Fajriah. Menghukum Anak Sesuai Sunnah Nabi SAW. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Raniry Darussalam Banda Aceh. Diakses pada 2025.  ↩︎
Leave A Comment:

Your email address will not be published. Required fields are marked *