fbpx

Lembaga Pendidikan Montessori Islam

Cara Membantu Balita Mengekspresikan Kemarahan dengan Sehat

January 18, 2025

Kenapa Mengajari Anak Mengelola Kemarahan Itu Menantang?

Buibu, pernah nggak merasa bingung saat si kecil tiba-tiba meledak marah? Mengelola kemarahan balita memang jadi tantangan besar bagi banyak orang tua. Sering kali, ini karena pengalaman kita sendiri waktu kecil memengaruhi cara kita menghadapi emosi ini. Kalau dulu orang tua kita biasa melampiaskan kemarahan dengan marah-marah atau justru diam seribu bahasa, mungkin kita jadi nggak tahu harus ngapain waktu anak kita marah.

Kadang, kita malah tanpa sadar memberi pesan kalau semua emosi boleh dirasakan, kecuali marah. Padahal, marah itu wajar dan bagian dari emosi manusia. Tugas kita sebagai orang tua adalah membantu anak memahami, menerima, dan mengekspresikan kemarahan mereka dengan cara yang sehat.


Otak Anak dan Kemarahan

Buibu, perlu kita pahami bahwa otak balita itu masih dalam tahap berkembang. Bagian otak yang bertanggung jawab atas pengendalian diri belum sepenuhnya matang. Jadi wajar kalau mereka meluapkan emosi dengan cara meledak-ledak.

Namun, kita bisa mulai membantu mereka mengenali emosi yang dirasakan. Caranya:

  1. Ajari mereka mengenali apa yang terjadi di tubuh mereka. Misalnya, “Adik merasa napasnya jadi cepat, ya? Itu tandanya kamu lagi marah.”
  2. Berikan nama untuk emosi tersebut. Contohnya, “Adik lagi marah, ya? Nggak apa-apa kok marah.”
  3. Bantu mereka mengekspresikan kemarahan dengan kata-kata. Misalnya, “Kamu boleh bilang, ‘Aku nggak suka kalau mainanku diambil.'”

Tapi, penting diingat bahwa balita belum bisa langsung tenang dan berkata, “Aku marah karena…” Mereka butuh waktu dan bimbingan untuk belajar.


Mengajarkan Anak Mengekspresikan Kemarahan dengan Cara Islami

Dalam Islam, kemarahan adalah ujian bagi kita untuk belajar bersabar dan mengelola emosi. Nah, buibu, ini langkah yang bisa dicoba untuk membantu anak mengekspresikan kemarahan dengan pendekatan Islami:

  1. Ajarkan istighfar: Ketika anak mulai marah, kita bisa membimbing mereka mengucapkan, “Astaghfirullah,” sebagai cara menenangkan diri.
  2. Ajak duduk atau mengambil air wudhu: Rasulullah ﷺ mengajarkan jika kita sedang marah, duduklah. Kalau masih marah, berwudhulah. Coba katakan, “Yuk, duduk dulu sama bunda. Kalau sudah tenang, kita ambil air wudhu, ya.”
  3. Doa menenangkan hati: Ajarkan anak doa, seperti, “Ya Allah, tenangkan hatiku.”

Contoh Percakapan dengan Anak Saat Marah

Kadang, si kecil nggak tahu bagaimana cara menyampaikan kemarahannya. Kita bisa mulai dengan dialog seperti ini:

Anak: (Berteriak sambil melempar mainan) “Aku nggak suka!” Ibu: “Adik marah banget, ya? Nggak apa-apa marah, tapi kita nggak boleh lempar mainan. Yuk, duduk sama bunda.”

Setelah anak mulai tenang:

Ibu: “Adik tadi marah karena mainannya diambil kakak, ya? Kalau marah, adik bisa bilang, ‘Aku nggak suka kalau mainanku diambil. Tolong kembalikan.’”

Dengan cara ini, anak belajar mengekspresikan kemarahan mereka tanpa merugikan orang lain atau diri sendiri.


Mengelola Ekspektasi: Kemajuan Itu Bertahap

Buibu, penting untuk mengelola ekspektasi kita terhadap anak. Dalam dunia parenting, ada konsep scaffolding atau membangun keterampilan secara bertahap. Kalau sebelumnya anak meluapkan kemarahan dengan memukul, dan sekarang mereka hanya menggeram atau menangis, itu sudah kemajuan besar!

Langkah berikutnya:

  1. Bantu anak mengatur emosi fisik: Ajarkan mereka cara menenangkan diri, misalnya dengan menarik napas dalam-dalam atau memeluk bunda.
  2. Terima emosi mereka: Tunjukkan kalau kita nyaman dengan emosi mereka, termasuk kemarahan. Contoh: “Marah itu wajar kok, tapi kita harus cari cara supaya bisa menyelesaikan masalah dengan baik.”

Co-Regulation: Kunci Membantu Anak Tenang

Buibu, balita belum bisa menenangkan diri sendiri. Mereka butuh kita untuk membantu mereka merasa lebih tenang. Ini disebut co-regulation.

Misalnya:

  • Saat anak marah, duduklah di sampingnya, genggam tangannya, dan katakan, “Bunda di sini, ya. Kalau sudah siap cerita, bunda dengerin.”
  • Tetaplah tenang. Dengan begitu, tubuh kita membantu menenangkan sistem saraf anak. Mereka belajar dari kita bagaimana mengelola emosi.

Mencontohkan Penerimaan Kemarahan

Sebagai orang tua, kita perlu menunjukkan bahwa marah adalah emosi yang boleh dirasakan. Hindari dua kesalahan ini:

  1. Menyuruh anak berhenti marah: Misalnya, “Tenang saja, itu nggak masalah besar.” Ini membuat anak merasa emosi mereka nggak valid.
  2. Ikut terpancing emosi: Jangan balas kemarahan anak dengan kemarahan kita. Sebaliknya, tunjukkan bahwa kita tetap tenang.

Coba katakan, “Kamu marah karena nggak dapat giliran duluan, ya? Itu memang bikin kesal. Tapi, yuk kita cari solusi bareng.” Setelah anak lebih tenang, ajak mereka merenungkan apa yang membuat mereka marah dan bagaimana mereka bisa mengekspresikannya di lain waktu.


Kesimpulan

Buibu, dengan waktu, latihan, dan kesabaran, anak kita akan belajar mengelola kemarahan mereka. Yang terpenting, kita sebagai orang tua harus menerima emosi mereka sambil mengajarkan cara yang sehat untuk mengekspresikannya.

Ingat, kita juga manusia. Kalau sesekali terpancing emosi, itu wajar. Yang penting, anak tahu bahwa kita selalu ada untuk mereka, bahkan saat mereka marah.


Catatan: Artikel ini berdasarkan tulisan Emily Edlynn, PhD, seorang psikolog klinis anak dan remaja, yang disadur dari situs parents.com.

Leave A Comment:

Your email address will not be published. Required fields are marked *