Lembaga Pendidikan Montessori Islam

5 Cara Marah yang Benar Pada Anak Tanpa Melukai Perasaannya 

cara marah yang tepat
May 29, 2025

Ayah dan Bunda, terkadang kesabaran kita sebagai orang tua kerap kali diuji dengan sikap anak yang ada saja tingkahnya bukan? Wajar saja merasa marah, tetapi bagaimana cara menyalurkannya agar pesan sampai ke anak tanpa melukai perasaannya? Anda perlu tahu cara marah yang benar bagi anak.

Sayangnya, tanpa kita sadari kita kerap kali ada keinginan berteriak, membentak, atau melontarkan kata-kata kasar justru bisa meninggalkan luka emosional yang mendalam dan membuat anak takut, bukannya belajar. Mengelola emosi dan menyampaikannya dengan benar adalah kunci.

Artikel ini hadir untuk memberikan lima cara marah yang benar pada anak tanpa melukai perasaannya. Kami akan membahas strategi yang memungkinkan Ayah dan Bunda mengekspresikan kekesalan secara konstruktif, seperti mengungkapkan perasaan Anda, fokus pada perilaku bukan pada anak, hingga memberikan konsekuensi yang mendidik. 

Dengan tips-tips ini, diharapkan Anda dapat mengajari anak tentang batasan dan tanggung jawab, sekaligus menjaga agar mereka tetap merasa dicintai dan aman. Yuk, simak ulasan selengkapnya.

Dampak Memarahi Anak Secara Berlebihan pada Mentalnya

Memarahi anak secara berlebihan bukan hanya menimbulkan ketakutan sementara, tapi juga dapat menimbulkan luka psikologis jangka panjang. Bahkan ada beberapa dampak yang bisa berakibat fatal jika terus dibiarkan. Berikut beberapa dampak buruk yang bisa terjadi1:

1. Menurunkan Rasa Percaya Diri Anak

Anak yang terlalu sering menerima kemarahan cenderung merasa tidak mampu dan kurang dihargai. Mereka mulai meragukan kemampuannya sendiri karena merasa selalu salah di mata orang tua, bahkan saat mereka berusaha melakukan sesuatu dengan baik.

Akibatnya, rasa percaya diri mereka perlahan memudar, yang dapat berdampak pada keberanian mereka dalam mengambil inisiatif atau mencoba hal baru. Anak yang merasa tidak dihargai cenderung menarik diri dan kurang aktif dalam lingkungan sosialnya.

2. Mengganggu Perkembangan Emosi

Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang sering diwarnai kemarahan cenderung mengalami kesulitan dalam mengelola emosinya sendiri. Mereka bisa menjadi pribadi yang mudah marah dan sulit mengendalikan diri saat menghadapi situasi yang tidak sesuai keinginan.

Sebaliknya, ada pula anak yang memilih untuk menutup diri karena takut dikritik. Mereka enggan berbicara terbuka dengan orang lain dan mengalami kesulitan dalam mengungkapkan perasaan, yang berisiko mempengaruhi kesejahteraan emosional mereka di masa depan.

3. Menyebabkan Gangguan Kecemasan dan Stres

Menurut penelitian, anak yang sering menerima perlakuan keras dari orang tua berisiko mengalami gangguan kecemasan dan stres. Tekanan emosional ini dapat berkembang menjadi depresi saat mereka memasuki usia remaja atau dewasa.

Paparan kemarahan yang berulang dapat membuat anak merasa terus-menerus berada dalam keadaan tegang. Mereka mungkin mengalami kesulitan tidur, kehilangan minat dalam aktivitas, atau merasa tidak tenang dalam berbagai situasi sosial.

4. Merusak Hubungan Anak dan Orang Tua

Saat anak merasa tidak aman secara emosional di dekat orang tua, kelekatan (attachment) yang sehat dapat terganggu. Mereka mungkin merasa lebih nyaman menjauh, menghindari percakapan, atau bahkan menutup diri dari keluarga.

Jika tidak ditangani dengan baik, hubungan orang tua dan anak bisa semakin renggang. Anak yang merasa tidak diterima atau hanya mendapatkan kritik tanpa dukungan emosional cenderung mencari kedekatan di luar rumah, yang dapat berdampak pada interaksi dalam keluarga.

5. Memicu Perilaku Agresif pada Anak

Anak adalah peniru ulung. Jika mereka sering melihat orang tua meluapkan amarah dengan cara yang kasar, mereka cenderung mengadopsi pola perilaku yang sama. Kemarahan yang mereka alami dapat tercermin dalam interaksi dengan teman sebaya atau saudara mereka.

Anak yang sering terpapar perilaku agresif dalam keluarga lebih berisiko menunjukkan perilaku keras di lingkungan sosialnya. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan baik dan lebih sering menggunakan kemarahan sebagai cara menyelesaikan konflik.

Memahami dampak tersebut menjadi langkah awal untuk mulai mengubah cara marah kepada anak. Selanjutnya, orang tua perlu belajar menerapkan cara marah yang benar pada anak agar pesan tetap tersampaikan tanpa meninggalkan luka emosional.

5 Cara Marah yang Benar pada Anak Tanpa Melukai Perasaannya

Mengelola emosi dan menyampaikan kemarahan secara bijak adalah keterampilan yang dapat dilatih. Berikut adalah lima cara marah yang benar pada anak yang bisa diterapkan dalam keseharian:

1. Pahami Pemicu Emosi Sebelum Bereaksi

Langkah awal dalam mengontrol kemarahan adalah menyadari faktor pemicunya. Tanyakan kepada diri sendiri, apakah kemarahan muncul karena perilaku anak atau justru karena kondisi fisik dan mental orang tua yang sedang lelah.

Dengan mengenali akar masalahnya, orang tua dapat mencegah ledakan emosi yang tidak proporsional. Kesadaran ini membantu dalam mengambil tindakan yang lebih bijak sebelum bereaksi terhadap anak.

2. Gunakan Nada Suara yang Tegas tapi Tetap Tenang

Marah kepada anak bukan berarti harus bersikap keras. Penting bagi anak untuk memahami bahwa ada batasan dalam perilaku mereka, tetapi pesan tersebut harus disampaikan dengan cara yang tepat.

Gunakan nada suara yang tegas tetapi tetap tenang agar anak dapat memahami peringatan tanpa merasa takut. Hindari membentak atau menggunakan kata-kata yang merendahkan, karena hal tersebut bisa berdampak negatif pada rasa percaya diri anak.

3. Fokus pada Perilaku, Bukan Kepribadian Anak

Saat memberikan teguran, pastikan orang tua mengkritik tindakan anak, bukan jati dirinya. Misalnya, lebih baik mengatakan, “Ibu tidak suka ketika kamu melempar mainan” daripada, “Kamu anak nakal.”

Dengan pendekatan ini, anak belajar bahwa yang perlu diperbaiki adalah perilakunya, bukan dirinya sebagai individu. Hal ini membantu mereka memahami konsekuensi dari tindakan mereka tanpa merasa dicap buruk.

4. Beri Jeda untuk Diri Sendiri dan Anak

Saat emosi mulai memuncak, tidak ada salahnya mengambil waktu sejenak untuk menenangkan diri sebelum merespons anak. Begitu pula, berikan kesempatan bagi anak untuk merenung tanpa langsung mendapatkan ceramah panjang.

Ternyata memberikan jeda saat emosi tinggi terbukti efektif dalam mencegah reaksi marah yang destruktif. Ini membantu menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk komunikasi yang positif.

5. Ajarkan Anak Cara Memperbaiki Kesalahan

Alih-alih hanya memarahi, ajak anak untuk mencari solusi bersama terkait kesalahan yang mereka lakukan. Misalnya, tanyakan, “Apa yang bisa kamu lakukan supaya tidak mengulanginya?” agar mereka berpikir lebih reflektif.

Pendekatan ini membantu anak belajar bertanggung jawab atas tindakan mereka, bukan hanya takut pada kemarahan orang tua. Dengan cara ini, anak dapat memahami bahwa setiap kesalahan bisa diperbaiki dengan sikap yang lebih baik.

Mendidik anak memang bukan perkara mudah, terlebih ketika dihadapkan pada emosi yang tidak selalu stabil. Namun, melalui pendekatan yang lebih tenang dan penuh pengertian, orang tua bisa tetap menunjukkan otoritas tanpa merusak hubungan emosional dengan anak.

Cara marah yang benar pada anak bukan hanya melibatkan kontrol emosi orang tua, tetapi juga kemampuan memahami kebutuhan emosional anak. Dalam jangka panjang, pendekatan yang penuh empati ini akan membentuk karakter anak yang lebih sehat secara emosional, percaya diri, dan mampu membangun relasi yang baik dengan orang lain.

Kesimpulan

Ayah dan Bunda, dalam mendidik buah hati tentu merasa lelah dan marah. Namun, yang membedakan adalah bagaimana kemarahan itu disampaikan. Marah dengan cara yang tepat bukan tanda kelemahan, melainkan wujud kedewasaan dalam mendidik anak

Dengan memahami dampak buruk kemarahan berlebihan dan menerapkan lima cara marah yang benar pada anak, kita sedang membangun masa depan anak yang lebih sehat secara emosional dan mental.

Jadikan rumah sebagai tempat paling aman bagi anak untuk tumbuh, belajar, dan menjadi dirinya sendiri. Karena anak yang merasa dicintai dan dihargai, akan lebih mudah mendengarkan dan memperbaiki diri.

Reference 

  1. Laura Markham Ph.D. How to Handle Your Anger at Your Children. Diakses pada 2025. ↩︎
Leave A Comment:

Your email address will not be published. Required fields are marked *